Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Restitusi Herry Wirawan Ditanggung Pemerintah, Ini Kata Jaringan Aktivis

Herry Wirawan divonis penjara seumur hidup. Hakim membebankan biaya restitusi sebanyak Rp 331 juta kepada pemerintah.

17 Februari 2022 | 16.53 WIB

Ustad Herry Wirawan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, 15 Februari 2022. Terbukti melakukan pencabulan terhadap belasan santri perempuan di bawah umur, Heri Wiryawan di vonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim, sementara jaksa menuntut hukuman mati. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Ustad Herry Wirawan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, 15 Februari 2022. Terbukti melakukan pencabulan terhadap belasan santri perempuan di bawah umur, Heri Wiryawan di vonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim, sementara jaksa menuntut hukuman mati. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual menanggapi restitusi dalam sidang vonis terhadap tersangka pemerkosaan Herry Wirawan (HW). Karena tersangka dihukum penjara seumur hidup, maka disebutkan biaya restitusi sebanyak Rp 331 juta tidak bisa dibebankan ke Herry, melainkan kepada pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Hakim memutuskan pelaku tidak mampu seperti HW itu dasarnya apa, padahal dia punya aset, kenapa tidak dilelang untuk mengganti restitusi itu,” ujar advokat LBH, Lusi Palulungan, yang merupakan salah satu dari anggota jaringan itu, dalam konferensi pers virtual, Kamis, 17 Februari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Lusi, aturan restitusi perlu dilihat kembali apa tujuannya dan bagaimana harus dijalankan. Karena, kata dia, adanya restitusi itu seharusnya dibuat untuk membuat efek jera terhadap tersangka, agar tidak ada lagi kasus kekerasan seksual.

Dia berharap aturan restitusi juga muncul di Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). “Kami ingin meletakkan pelaku kekerasan seksual itu bukan hanya individu, tapi juga korporasi,” katanya.

Lusi berharap korban kekerasan seksual benar-benar mendapat hak restitusi sebagai ganti kerugian dan harus dibebankan kepada pelaku, bukan dilimpahkan ke pemerintah. “Caranya ya harus dipikirkan bagaimana sebagai upaya pencegahan tindak pidana kekerasan,” tutur dia.

Sementara, Direktur JalaStoria.id Ninik Rahayu, yang juga anggota dari jaringan, mengatakan bahwa negara menanggung restitusi yang seharusnya dibayarkan HW itu tidak tetap. “Ganti rugi itu harus diberikan kepada korban. Kalau pihak ketiga ini ya harus keturunan di atas atau di bawah dari pelaku. Ini kan ganti rugi kehilangan yang dialami korban,” ujar dia.

Seharusnya, Ninik menambahkan, pemerintah harus melakukan pembinaan dan keterampilan terhadap HW, agar dengan keterampilan itu HW bisa membayarnya. “Kan sudah banyak yang memutuskan bahwa restitusi itu dibebankan ke pelaku, baik individu maupun korporat,” katanya lagi.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung memutuskan biaya restitusi atau ganti terhadap para korban pemerkosaan HW dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Majelis hakim berpendapat Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena divonis penjara seumur hidup. Berdasarkan Pasal 67 KUHP, terpidana mati atau terpidana seumur hidup tidak dapat dijatuhkan pidana lain.

"Sehingga total keseluruhan restitusi 12 anak korban berjumlah Rp331.527.186," ujar Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo di PN Bandung, Jawa Barat, Selasa, 15 Februari.

Majelis hakim menjelaskan undang-undang belum mengatur kepada siapa restitusi dibebankan, apabila pelaku berhalangan untuk membayar. Sehingga, hakim menyatakan restitusi sebesar Rp331 juta itu merupakan tugas negara. Dalam hal ini, hakim menyebut KPPPA memiliki tugas untuk melindungi para anak korban.

Sementara Kementerian PPPA menyatakan sudah mengetahui soal beban restitusi atau ganti rugi terhadap 12 korban pemerkosaan HW.

"Terhadap penetapan restitusi masih menunggu putusan yang incracht (berkekuatan hukum tetap) dan saat ini KemenPPPA akan membahasnya dengan LPSK," ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam siaran pers yang diterima Tempo, Rabu, 16 Februari.

Meski begitu, Bintang menerangkan keputusan Majelis Hakim yang menjatuhkan kewajiban restitusi kepada Kementerian PPPA tidak memiliki dasar hukum. Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Bintang menjelaskan yang dimaksud dengan restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarga oleh pelaku atau pihak ketiga.

“Dalam kasus ini, Kementerian PPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi karena restitusi tidak dibebankan kepada negara,” katanya.

Amirullah

Amirullah

Redaktur desk nasional. Menjadi bagian Tempo sejak 2008. Pernah meliput isu-isu perkotaan, ekonomi, hingga politik. Pada 2016-2017 ditugaskan menjadi wartawan Istana Negara

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus