Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat kemarin, 16 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhdlor diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gus Muhdlor tiba di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 9.42 WIB. Dia menjalani pemeriksaan sekitar 4,5 jam. Berikut sederet fakta pemeriksaan Muhdlor seperti dihimpun dari Tempo.
Klaim beri kesaksian sebenarnya
Usai menjalani pemeriksaan, Mudhdlor mengklaim telah memberikan kesaksian atas peristiwa operasi tangkap tangan atau OTT di Sidoarjo.
"Alhamdulillah diperiksa sebagai saksi dalam kejadian di Sidoarjo. Saya sudah berusaha memberikan kesaksian sebenar-benarnya, seutuh-utuhnya, sehingga terang benderang," kata Muhdlor, Jumat, 16 Februari 2024.
Bantah terima aliran dana
Muhdlor membantah menerima aliran dana dari pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo.
"Enggak, secara umum yang bisa kami sampaikan semoga ini jadi pembelajaran bagi kita semua," ujarnya.
Dia berharap dengan adanya kejadian ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo lebih transparansi dalam mengelola keuangan, serta memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Penundaan pemeriksaan
Pemeriksaan Muhdlor di KPK pada Jumat kemarin, 16 Februari 2024 itu merupakan permohonan dari yang bersangkutan. Informasi tersebut dikatakan oleh Kepala Bidang Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Penundaan pemeriksaan sempat mendapat reaksi dari eks penyidik KPK Novel Baswedan sempat angkat bicara.
Lembaga antirasuah, kata Novel, harusnya bersikap adil dalam menangani seluruh perkara, termasuk yang menyeret nama Muhdlor. Menurut dia, tidak sepatutnya KPK memberikan perlakuan khusus dalam mengungkap suatu kasus.
Terkait penundaan pemeriksaan Muhdlor, Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha juga menyebut KPK tidak profesional.
Selanjutnya: Praswad menilai lembaga antirasuah itu…
Praswad menilai lembaga antirasuah itu telah secara berani mengaitkan proses penegakan hukum dengan kontestasi pemilu. Menurut dia, keputusan itu justru membuat masyarakat menilai KPK tidak netral.
"Terlebih hal itu dilakukan berurutan dengan peristiwa kejanggalan dalam penanganan kasus korupsi pasca OTT di Sidoarjo dan deklarasi dukungan dari bupati terhadap calon presiden tertentu," katanya, dikutip Tempo pada Kamis, 8 Februari 2024.
Diwartakan sebelumnya, Muhdlor sempat mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran di Sidoarjo. Dia mengatakan pasangan calon usungan Koalisi Indonesia Maju itu pantas melanjutkan pembangunan.
“Yang melanjutkan pembangunan Indonesia maju adalah Prabowo-Gibran," kata Gus Muhdlor depan ribuan santri, simpatisan, dan relawan Prabowo-Gibran di parkir Selatan ponpes Bumi Sholawat Desa Lebo, Sidoarjo pada Kamis 1 Februari 2023.
Bupati Sidoarjo itu diduga terlibat dalam kasus korupsi pemotongan insentif ASN BPPD Kabupaten Sidoarjo. KPK telah melakukan operasi tangkap tangan atau OTT di Sidoarjo pada 25 Januari 2024.
Dalam OTT di Sidoarjo itu, KPK telah menahan satu tersangka, yakni Siska Wati, Kepala Sub Bagian (Kasubag) Umum BPPD Pemkab Sidoarjo. KPK menyita uang tunai sekitar Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang Rp 2,7 miliar pada 2023.
Tim penyidik juga melakukan penggeledahan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 30 Januari 2024. Penggeledahan dilakukan di Pendopo Delta Wibawa, Kantor BPPD, rumah bupati Sidoarjo, dan kediaman pihak terkait lainnya.
Dalam penggeledahan itu, tim KPK menemukan bukti berupa berbagai dokumen dugaan pemotongan dana insentif.
"Ada juga ada bukti lain alat elektronik dan 3 unit mobil di rumah kepala BPPD," ujar Ali Fikri.
MUTIA YUANTISYA | HANAA SEPTIANA