Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, menyebut Kapolda Bangka Belitung periode 2017-2018, Brigjen Pol Syaiful Zachri yang mengenalkannya dengan Harvey Moeis. Perkenalan itu terjadi pada 2018 silam pada acara yang digelar oleh Polda Bangka Belitung (Babel).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Awalnya dikenalin. Waktu itu ada kegiatan pisah sambut Kapolda Babel," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikot) PN Jakarta Pusat, Kamis, 26 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riza Pahlevi menjadi saksi mahkota sidang dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun anggaran 2015-2022, yang menyeret Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta, Direktur Pengembangan PT RBT, Reza Andriansyah.
Dalam keterangannya, Riza berkata pertemuan pertamanya dengan Harvey hanya sebatas perkenalan dan tidak ada pembahasan bisnis bijih timah. "Saya enggak ngobrol banyak karena terlalu ramai, ada beberapa orang juga di sana. Jadi enggak ngomong serius di sana," ujarnya.
Setelah pertemuan itu, kata Riza, Harvey menghubunginya melalui telepon dan melakukan pertemuan di Sofia at Gunawarman, Jakarta Selatan. Selain Riza, pertemuan itu dihadiri oleh Harvey, Eks Direktur Operasi PT Timah Alwin Albar, dan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra.
Ihwal pertemuan dengan Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipid Narkoba) Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa, Riza menyebut dirinya bertemu Mukti di Pangkal Pinang bukan di Jakarta.
Dalam perkara ini, jaksa penuntut umum mendakwa Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan MB. Gunawan ikut mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah. "Berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan," ujar ketua tim JPU Ardhito Murwadi.
Ketiganya juga didakwa ikut merugikan keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14 atau Rp 300 triliun. Angka tersebut berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 28 Mei 2024.
Keempat terdakwa perkara korupsi timah itu didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (primair) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 (subsidair).