Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang korupsi timah kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 6 November 2024. Jaksa menghadirkan seorang pengepul bernama Agustiono yang mengaku pernah ikut mendirikan perusahaan boneka untuk kegiatan tambang di wilayah PT Timah Tbk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus dihadirkan untuk memberikan kesaksian terhadap terdakwa Helena Lim; Mochtar Riza Pahlevi, bekas Direktur Utama PT Timah Tbk; Emil Ermindra, bekas Direktur Keuangan PT Timah Tbk; dan MB Gunawan bekas Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Iya pernah Yang Mulia,” kata Agus kepada majelis hakim soal keterlibatannya dalam pendirian perusahaan boneka bernama CV Rajawali Total Persada.
“Saya diajak almarhum Darwin. Darwin ini yang punya CV Rajawali Total Persada,” kata Agus.
Agus mau diajak bekerja sama dan ikut mendirikan perusahaan boneka itu karena profesinya sebagai pengumpul bijih timah di daerah Bangka Belitung. Namun, setelah dua pekan CV Rajawali Total Persada berdiri, Agus keluar.
Ia mengaku tak mau lagi bekerja sama dengan Darwin. “Karena saya ada merasa tidak cocok. Tanggal 29 Oktober 2018 itu akta pendiriannya. Cuma tanggal 13 November, saya mengundurkan diri,” ucap dia.
Agus tak mengetahui detail apa saja yang dilakukan CV Rajawali Total Persada usai dirinya mengundurkan diri. Dia juga tak mengetahui bahwa CV Rajawali Total Persada melakukan kerja sama dengan PT Timah Tbk.
“Saya tidak tahu ada kerja sama dengan PT Timah. Saat saya baru mendirikan, saya hanya dua minggu di sana. Selama dua minggu setelah pendirian itu tidak ada kegiatan apa pun,” ucap dia.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan pada Rabu, 21 Agustus 2024 lalu, jaksa sempat menyebutkan bahwa ada 12 perusahaan boneka yang sengaja dibuat untuk pengiriman bijih timah antara smelter swasta dan PT Timah Tbk. Perusahaan boneka itu juga telah mendapat surat perintah kerja (SPK) dari PT Timah.
Pilihan Editor: PPATK: Transaksi Judi Online 2024 Tembus Rp 283 Triliun