Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan bahwa temuan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina masih dalam kajian. Dugaan tersebut ditemukan saat KPK melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi (Koorsupgah). “Itu hasil dari proses di Koorsupgah, termasuk juga kemudian kajian,” kata juru bicara KPK Ali Fikri, di kantornya, Rabu, 5 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ali menjelaskan KPK memiliki beberapa tugas, yakni penindakan hingga pencegahan dan monitoring. Kajian mengenai ekspor nikel, kata dia, dilakukan oleh Kedeputian Pencegahan dan Monitoring.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, kajian yang telah dilakukan KPK sebenarnya meliputi banyak hal, seperti jalan tol dan pertanahan. Kedua kajian itu sudah dipublikasikan. Dia mengatakan kajian soal nikel itu sudah dilakukan oleh KPK, dan akan segera dipublikasikan. “Nanti kami pasti akan sampaikan,” kata dia.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa lembaganya menemukan dugaan ekspor ilegal dari Indonesia ke Cina dengan jumlah 5,3 juta ton biji ore nikel. Ekspor itu terjadi selama 2020-2022. Ekspor itu disebut ilegal lantaran Indonesia sudah melarang biji nikel diekspor langsung sebelum diolah.
Temuan KPK ini didasarkan atas perhitungan jumlah ekspor biji nikel dari Indonesia ke Cina. KPK menemukan ada selisih nilai ekspor sebesar triliunan Rupiah dari hasil ekspor itu.
Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menduga praktik ekspor nikel ilegal ini sebenarnyas udah terjadi jauh sebelum ada pelarangan ekspor tersebut. "Ini sudah diperkirakan banyak pihak. Bahkan ini diduga tidak hanya terjadi sejak pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020 saja, namun juga sudah terjadi sejak pelarangan ekspor bijih nikel pertama kali pada 2014," kata Yusuf saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 1 Juli 2023.
Dia menjelaskan ekspor bijih nikel ilegal sejak awal sudah diperkirakan karena kebijakan hilirisasi yang berbasis pada pelarangan ekspor bijih nikel. Pelarangan ekspor bijih nikel, menurutnya, membuat harga komoditas ini di pasar domestik menjadi jatuh, jauh dibawah harga internasional.
Harga Patokan Mineral atau HPM bijih nikel domestik merosot jauh di bawah harga internasional hingga 50 persen. Ketika harga internasional nikel melonjak pada 2021 dan mencapai puncaknya pada 2022, Yusuf mengatakan insentif untuk ekspor bijih nikel semakin kuat. Maka ketika kini KPK mengungkap indikasi ekspor illegal bijih nikel ke Cina, menurut Yusuf, hal itu tidak mengagetkan.
Dengan demikian, ia menilai pelarangan ekspor bijih nikel diberlakukan dan HPM bijih nikel di pasar domestik yang jatuh telah memicu ekspor bijih nikel illegal. Terutama ekspor ilegal oleh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak memiliki afiliasi dengan smelter.
ROSSENO AJI | RIANI SANUSI PUTRI