Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam menilai permintaan Muhammad Haryono untuk menjadi justice collaborator harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Haryono adalah sopir taksi online yang dijadikan tersangka usai melaporkan kasus polisi bunuh warga di Palangkaraya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Justice Collaborator atau JC adalah pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan aparat hukum untuk membongkar kejahatan. Nantinya, ia akan mendapat hukuman ringan dalam tuntutannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anam menyebut, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengabulkan permintaan tersebut. Salah satunya dengan melihat apakah keterangan yang diberikan oleh Haryono berdampak signifikan dalam pengusutan kasus. Menurutnya, dalam kasus ini baik peristiwa maupun tersangka dan alat bukti sudah jelas. "Terus kontribusi dia terhadap pembongkarannya tidak signifikan," ujar Anam melalui Whatsapp pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Anam mengatakan Haryono tetap bisa mengajukan JC. Haryono bisa membantu penyidik untuk membuat jelas peristiwa dari struktur kejahatan, dan membongkar peran masing-masing pelaku. "Bahkan misalnya tidak hanya di kasus itu, ada kasus yang lain, dia bisa membongkar. Itu sangat baik bagi terangnya peristiwa dan yang paling penting adalah keadilan bagi korban," ucap eks Komisioner Komnas HAM itu.
Anam menuturkan, permintaan Haryono bergantung pada penilaian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Majelis Hakim di Pengadilan nantinya. Kompolnas, kata dia, hanya akan menunggu bagaimana pertimbangan dari kedua lembaga tersebut. "Yang paling penting bagi kami signifikan atau tidak dalam membongkar struktur peristiwa kejahatan, dan kita akan tunggu aja," ujarnya.
Sebelumnya, Muhammad Haryono mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam pengungkapan kasus dugaan pembunuhan oleh anggota Polresta Palangkaraya Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto.
Kasus pembunuhan itu terungkap usai Haryono mendatangi Polrestabes Palangkaraya pada 10 Desember 2024. Haryono mengadukan bahwa mayat tanpa identitas yang ditemukan di Katingan Hilir pada 6 Desember merupakan korban penembakan oleh Brigadir Anton.
Saat Anton dijadikan tersangka pada 17 Desember lalu, Haryono pun turut terseret dan ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalimantan Tengah Komisaris Besar Erlan Munaji, Haryono terbukti terlibat dalam pembunuhan tersebut. Alasannya, Haryono saat itu tidak sedang memberikan pelayanan transportasi, melainkan telah bersekongkol dengan Brigadir Anton untuk bertemu di KM 1 Jl. Tjilik Riwut, Palangkaraya.
"AK menghubungi H diajak ketemu di Jalan Tjilik Riwut Km 1 Palangka Raya untuk diajak mencari mobil yang tidak ada surat-suratnya," kata Erlan dalam keterangan resminya pada Rabu, 18 Desember 2024.
Selain itu, Haryono juga berperan membantu Anton membuang jasad korban ke dalam parit di wilayah Katingan. "Sebelumnya, H juga membantu memindahkan posisi senjata api dari dashboard mobil ke bawah kursi tempat duduk korban, atau di depan tersangka AK yang duduk di kursi tengah," tutur Erlan.
Peran Haryono lainnya adalah turut membantu Anton membersihkan noda darah yang ada di dalam mobil, menggunakan genangan air di pinggir jalan antara Katingan dan Palangka Raya. Haryono juga membawa mobil tersebut ketempat pencucian mobil, serta membantu menurunkan barang-barang yang ada di dalam mobil box milik korban. "Tak hanya itu, H juga menerima transferan uang dari AK," ucap Erlan.
Menurut Erlan, Haryono awalnya menerima uang sebesar Rp. 15.000.000. Uang tersebut merupakan hasil penjualan mobil box milik korban. Akan tetapi, selang beberapa hari, Haryono mengembalikan uang tersebut sejumlah Rp. 11.500.000 melalui rekening.