Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Ada Uang, Naskah Melayang

Ribuan naskah kuno dari Kepulauan Riau melayang ke negeri tetangga. Pemerintah daerah harus bergerak cepat.

17 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI kejauhan Kepulauan Riau, cerita ini datang menampar. Ribuan naskah Melayu kuno dengan usia di atas seabad melayang ke negeri seberang: Singapura, Brunei, tapi umumnya Malaysia. Telah 20 tahun-an praktek ini terjadi. Satu demi satu naskah tua itu berpindah pemilik: surat-surat antik milik kerajaan lama di pesisir Sumatera, Al-Quran tua yang ditulis tangan, pel-bagai syair, gurindam, dan catatan cerdik-pandai Riau tempo dulu.

Malaysia dan Singapura memang sedang giat-giatnya mengumpulkan naskah Melayu kuno. Telah lama mereka memendam cita-cita: menjadikan negaranya sebagai pusat kebudayaan Melayu. Di luar itu, ada pula konsumen yang membelinya untuk koleksi pribadi atau dijadikan barang investasi. Di dalam negeri, belenggu kemiskinan membuat pemilik naskah tak banyak punya pilihan: menjual harta karun itu lebih baik daripada membiarkan perut tak berisi.

Hukum tentu melarang praktek ini. Undang-Undang No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya jelas-jelas tak meng-izinkan transaksi artefak budaya yang berumur sedikitnya 50 tahun. Ganjaran bagi yang melanggar: 10 tahun penjara atau denda setinggi-tingginya Rp 100 juta.

Tapi, apalah artinya peraturan di sebuah negeri tempat kebudayaan tak jadi prioritas dan sejarah tidak lebih pen-ting daripada mobil dinas pejabat daerah. Telah dua dasa-warsa praktek ini terjadi.

Memang ada problem klasik soal anggaran yang minim dan kesadaran penduduk yang rendah akan pentingnya memelihara benda-benda itu. Jangankan mencegah waris-an itu melayang pergi, menginventarisasinya saja kita belum mampu. Pemerintah pusat, melalui Balai Kajian Sejarah dan Tradisional di Riau, hanya punya anggaran Rp 2 miliar setahun, itu pun untuk lingkup Kepulauan Riau, Jambi, dan Bangka Belitung.

Sampai di sini, yang dibutuhkan adalah kreativitas peme-rintah daerah. Kepulauan Riau sejatinya bukan provinsi yang miskin-miskin amat. Kalaupun, misalnya, dana tak ada, me-reka bisa bekerja sama dengan pelbagai lembaga dalam dan luar negeri yang punya perhatian terhadap artefak masa lalu. Pemerintah Malaysia dan Singapura-dengan prasangka baik bahwa mereka tak ingin menguasai sendiri warisan purbakala itu-bisa diajak bekerja sama.

Kita memang tidak sedang bicara tentang nasionalisme sempit di atas fakta bahwa, di tangan penduduk, naskah-naskah itu hanya akan jadi barang lapuk. Kita sedang bicara tentang bagaimana menjaga buku-buku tua itu agar tak lekang oleh zaman-seraya sedapat mungkin tak memindahkannya dari tempat asalnya. Ada memang argumen yang mengatakan lebih baik jika benda sejarah itu dipelihara di luar negeri ketimbang redam di negeri sendiri. Artefak kita yang disimpan di Negeri Belanda, misalnya, toh lebih terawat ketimbang yang ada di Museum Nasional.

Tapi pandangan minimalis ini mestinya bisa dibantah dengan mengatakan bahwa sekarang adalah era oto-nomi, ketika daerah punya hak penuh untuk mengelola asetnya. Menyelamatkan naskah-naskah kuno hendaknya juga di-baca sebagai upaya meningkatkan pariwisata daerah-yang pada akhirnya bisa mendatangkan devisa.

Di sinilah pemerintah lokal beradu lari dengan konsu-men di luar negeri. Pasar barang antik tak mengenal batas negeri: ia akan mengalir ke arah uang melambai. Tanpa identifikasi dan pengelolaan yang jelas, naskah kuno akan raib tak tentu rimba. Jika ini terjadi, publik jelas dirugikan karena mereka akan kehilangan akses. Masa lalu tidak hi-dup untuk dirinya sendiri: benda sejarah ada untuk dipelajari dan diapresiasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus