Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Agar Dana Kebudayaan Tepat Sasaran

Presiden Joko Widodo berjanji menganggarkan dana perwalian kebudayaan mulai tahun depan. Harus melalui kurasi yang ketat.

20 Desember 2018 | 07.00 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi ditemani ibu negara Iriana Jokowi saat menerima gelar Datuk Seri Setia Amanah Negara dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Sabtu, 15 Desember 2018. Gelar tersebut merupakan wujud penghargaan masyarakat adat di sana kepada Jokowi. Foto: Biro Pers Setpres
Perbesar
Presiden Joko Widodo atau Jokowi ditemani ibu negara Iriana Jokowi saat menerima gelar Datuk Seri Setia Amanah Negara dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Sabtu, 15 Desember 2018. Gelar tersebut merupakan wujud penghargaan masyarakat adat di sana kepada Jokowi. Foto: Biro Pers Setpres

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

UNTUK pertama kali pemerintah menganggarkan dana perwalian kebudayaan. Trust fund yang sudah ditunggu para seniman dan budayawan selama bertahun-tahun itu layak mendapat apresiasi. Kini yang mesti dicermati tinggal bagaimana pemerintah membuat skala prioritas peruntukan dana sebesar Rp 5 triliun selama lima tahun itu. Apakah dana itu akan dipakai untuk mengembangkan kebudayaan, membiayai pentas-pentas yang merepresentasikan "puncak-puncak" kebudayaan daerah, atauini yang harus dicegahmenjadi bancakan para kepala daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sekalipun dana kebudayaan merupakan dana alokasi khusus, Presiden Joko Widodo sudah tepat ketika menegaskan bahwa dana ini tidak untuk dibagi rata. Alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota dengan tujuan mendanai kegiatan khusus itu tidak semata merupakan urusan pemerintah daerah. Peruntukan dana ini harus mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam Kongres Kebudayaan yang baru berakhir minggu lalu, tampak bahwa semangat menginventarisasi kesenian dan kebudayaan lokal tidak disertai bekal tata kelola dan kesediaan dana. Mereka juga mengeluhkan minimnya alat kesenian di sekolah-sekolah di daerah. Beberapa yang lain mengeluhkan seni daerah yang kian langka dan dicaplok negeri jiran.

Dana abadi kebudayaan semestinya tak dipakai untuk sekadar memenuhi hasrat memenuhi kecukupan dana pentas-pentas andalan daerah. Tak tepat juga bila dana ini dipakai untuk pembangunan fisik. Dana ini jelas berada di luar alokasi anggaran fungsi pendidikan yang saat ini sudah memenuhi 20 persen dalam APBN. Menengok pengelolaan anggaran sejenis di negara maju, birokrasi hendaknya mempercayakan pengembangan dana kebudayaan kepada para ahli. Dana bisa diinvestasikan oleh para manajer keuangan yang dipilih secara terbuka.

Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan mensyaratkan daerah mesti menyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah yang kelak akan menjadi salah satu landasan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Dalam kongres pekan lalu, sudah ada 296 kabupaten/kota dari 515 kabupaten/kota yang menyelesaikan pokok pikiran kebudayaan. Tapi tentu tak semua pokok pikiran otomatis berimplikasi pada pemberian dana. Pokok pikiran itu membantu pemerintah pusat dan daerah merumuskan kebijakan yang lebih jelas, konkret, dan tepat.

Pemberian dana kebudayaan harus melalui kurasi yang ketat. Terbentuknya Akademi Jakarta dan Dewan Kesenian Jakarta bisa menjadi contoh bagaimana kurasi kegiatan kesenian di DKI dijalankan. Dua lembaga ini merancang dan memantau penggunaan dana bantuan dari pemerintah DKI Jakarta untuk kegiatan di Taman Ismail Marzuki.

Seni-seni kreatif, seperti film cerita, animasi, dan komik, juga mesti mendapat perhatian khusus. Selama ini belum ada "cetak biru" pemajuan bidang filmkondisi yang untungnya tidak membuat sineas miskin karya. Tanpa perumusan strategi di bidang film, sineas muda berlahiran dari Jakarta sampai pelosok daerah.

Mengumpulkan dokumen budaya lokal memang perlu. Tapi lebih penting dari itu adalah menciptakan iklim kreatif di semua kalangan, menumbuhkan budaya baru yang sanggup beradaptasi dengan perkembangan zaman, serta menjadikan anak muda sebagai penggerak kesenian dan kebudayaan. Pada kalangan inilah semestinya Kongres Kebudayaan dan dana perwalian kebudayaan ditujukan.

Ali Umar

Ali Umar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus