Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Dirjen Kebudayaan Sebut Pengetahuan tentang Alam sebagai Inti Kebudayaan

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menyebut interaksi masyarakat dengan ekosistem menjadi inti pemajuan kebudayaan.

6 September 2024 | 09.15 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hilmar Farid menyatakan, interaksi masyarakat dengan ekosistem menjadi inti pemajuan kebudayaan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pengetahuan tentang alam yang bersumber dari interaksi masyarakat dengan ekosistem adalah bagian inti dari kebudayaan. Potensi biokultural Indonesia sangat besar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 6 September 2024, yang dikutip Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandangan Hilmar ini disampaikan saat mengawali rangkaian tur kuliah umum yang dimulai dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Rabu, 4 September 2024. Kuliah umum serupa akan diselenggarakan di 11 universitas seluruh Indonesia untuk membahas isu-isu strategis terkait amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Hilmar menyatakan, sebagian besar pengetahuan lokal yang menjadi dasar dari pengobatan modern, seperti aspirin dan kina, berasal dari warisan tradisional. Jika ini dimanfaatkan secara optimal, itu dapat menjadi ciri khas budaya Indonesia yang kaya.

Aceh, kata Hilmar, memiliki kekayaan budaya dan keanekaragaman biokultural yang luar biasa, seperti ekosistem Ulu Masen di Gunung Leuser dan bakau yang terhubung erat dengan budaya lokal. Namun ia melihat masih ada tantangan besar soal pemanfaatan kekayaan tersebut dengan baik.

"Di Aceh terdapat tanaman langka yang berpotensi besar untuk pengobatan, tetapi risetnya masih minim. Kekayaan biokultural Aceh bisa menjadi kunci dalam pengembangan wellness (kesehatan) dan gaya hidup sehat berbasis kearifan lokal," ujar Hilmar.

Hilmar mengatakan, ada kebutuhan pembukaan program pendidikan tinggi di bidang arkeologi, epigrafi, antropologi, film dan televisi, serta tata kelola seni yang saat ini belum tersedia di Aceh. "Pendidikan tinggi dalam bidang kebudayaan di Aceh bukan hanya kebutuhan, tetapi juga menjadi landasan penting agar dapat memanfaatkan biokultural masa depan," tuturnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus