Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Ala Bisa Karena Main Atur

Para pemain bridge Indonesia pada umumnya kurang disiplin mentaati peraturan. Kebiasaan ini berakibat kalahnya regu putra Indonesia lawan regu Selandia Baru. Kita lebih suka pada konsensus.

14 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMUA orang tahu, aturan dibuat untuk ditaati. Dalam olahraga bridge aturan pokok itu tersimpul di dalam Law of Duplicate Bridge 1975, yang dikeluarkan oleh Federasi Bridge Dunh. Soal teknis bermain bridge termasuk sanksinya, lengkap di sana. Di semua negara, aturan ini sudah dijalankan dengan ketat. Setiap olahragawan bridge memahami dan mengikutinya secara ketat pula. Tak heran, setiap saat terdengar panggilan agar Pimpinan Pertandingan mendatangi tempat berrnain, karena ada sesuatu masalah pelanggaran. Dan Pimpinan Pertandingan selalu datang dengan membawa buku aturan itu. Bila yang melanggar aturan tidak dapat menerima keputusan pimpinan, maka ia boleh mengajukan keberatan kepada Panith Arbitrase sebagai instansi tertinggi yang segerai akan meradili pelanggaran itu. Putusan akhir dari Panith Arbitrase nantinya sudah mengikat. Akan tetapi di Indonesia, aturan itu masih dianggap semacam embel-embel. Bila terjadi pelanggaran, sering diselesaikan sendiri, tanpa memanggil Pimpinan Pertandingan. Akibatnya, kesadaran untuk mentaati aturan tidak pernah dikendalikan dengan baik. Selalu berusaha mengambil "kebijaksanaan". Soalnya jadi susah memang. Faktor "ketimuran" lebih kuat. Bahkan Pimpinan Pertandingan pun di dalam mengambil sikap, tidak bermaksud untuk mendidik pemain agar mentaati aturan yang berlaku. Jadi, soal protes dalam olahraga bridge Indonesia seakan masih dianggap nomor dua. Kebijaksanaan selalu didahulukan. Akibatnya tentu saja akan merugikan, bahkan tidak mendorong perkembangan bridge. Demikianlah, ketika Regu Nasional Pria berhadapan dengan Regu Selandia Baru, telah terjadi sesuatu yang benarbenar memaksa kita untuk mentaati aturan. Ceritanya beginf. Waluyan memegang distribusi kartu: S -- AQ1098752, H -- 10 D -- 87 dan C-K8. Dan membuka penawaran dengan 3H. Artinya ialah meminta transfer ke 3S. Alex Franzs yang duduk di Selatan berfikir cukup lama. Tentunya ia berfikir untuk menuruti 3S atau langsung ke .4S. Setelah agak lama, ia cuma menutup 3S. Tanpa fikir lagi Waluyan menutup 4S. Serta merta Paul Marston mengajukan protes. Pimpinan Pertandingan segera datang dan setelah mengetahui duduk soal, menyuruh mereka memainkan papan tersebut. Lead QD, di mana akhirnya kontrak lebih satu dan skor untuk Indonesia dicatat plus 650. Di ruang tertutup lawan menutup kontrak 4S tidak lebih, di mana Selandia Baru memperoleh plus 620. Setelah setengah session, Pimpinan Pertandingan memutuskan bahwa kontrak yang sah menurut aturan ialah cuma S. Sehingga Indonesia memperoleh 200 saja dan kalah 420 alias 9 Imp. Atas putusan ini, NPC (Kapten Tak Bermain) Indonesia. Rimbuan mengajukan protes kepada Panitia Arbitrase. Walaupun dalam hati kecilnya Rimbuan sudah tidak berminat mengajukan protes. Yang jadi problim di sini ialah bahwa setelah Franzs lama berfikir, apapun tawaran Franzs, Waluyan mesti pas. Sedangkan menurut Waluyan, ia sendiri sudah dari semula menginginkan kontrak 4S. Akan tetapi konvensi mereka tidak mengijinkan penawaran yang demikian. Dan semua pemain baik lawan langsung maupun pemain dari Australia, Jepang dan Taiwan mengatakan bahwa bagaimana pun kontrak itu mesti 4S. Susahnya, mengapa setelah Franzs lama berfikir Waluyan masih juga menawar? Protes Indonesia yang disampaikan kepada Panitia Arbitrase kemudian disidangkan, dengan memanggil yang bersangkutan dan membahas aturan yang berlaku. Panitia ini akhirnya memutuskan menolak protes Indonesia. Dan menerima keputusan yang telah diambil oleh Pimpinan Pertandingan. Keputusan ini mengikat dan tak dapat digugat lagi. Kecuali diajukan ke Federasi Bridge Dunia. Begitulah nyatanya, sebab secara etik, Waluyan memang salah. Walaupun semua menyadari bahwa kontrak akhir itu adalah wajar dan semua tahu bahwa Waluyan punya itikad baik, toh aturan tetaplah aturan. Waluyan tahu aturan uni. Ia menerima putusan itu. Jika peristiwa ini terjadi di Indonesia, konsensus umum seolah-olah berkata: "Ala, itu sih soal kecil dan kontraknya pun toh sama. Sudahlah, atur saja". Konsensus ini diterima, yang justru salah. Mengapa Franzs lama berfikir? Ia pegang distribusi S-K, H -- AQ87, D -- K9874 dan C -- 984 dan sedang mmpertimbangkan kontrak 4S, tanpa berfikir lama apahahwaluyan punya nilai lebih? Franzs tak salah. Sebab ia berfikir ke arah yang baik. ang salah ialah konvensinya yang memaksa Waluyan tidak bisa menawar di 4H untuk ke 4S. Karena syaratnya haruslah solid. Franzs berfikir bahwa 6 lossers, Waluyan tidak bisa diselamatkan. Seandai AQ dari D berada di kirinya daAQ dari C berada di kanan. Suatu malam ketika kami sempat latihan di Auckland Bridge Club, lawan saya telah melakukan suatu pelanggaran di mana seharusnya Utara yang lead, tapi Selatan ambil alih lead. Saya sebagai declarer waktu itu, menganggap kesalahan itu tidak prinsip Sebab permainan sudah mendekati akhir kartu dan justru tidak merugikan serta tidak menguntungkan saya. Artinya: tak ada problim. Lawan saya itu justru minta dihukum yang menurut aturannya memang ada. Saya bilang sudahlah, karena toh tidak berpengaruh bagi saya. Ia tak puas dan memanggil Pimpinan Pertandingan. Oleh pimpinan pertandingan ia dihukum, hukuman mana tidak ada soal dengan saya. Saya hanya berfikir, mereka tahu akan aturan. Dan mentaatinya. Mentaati inilah yang belum kita lakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus