Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Apakah yang Salah di Negeri Ini?

Kejadian Ambon membuat kita bertanya. Persekongkolan gelap, krisis ekonomi, prasangka antaragama. Semua dianggap jadi sebab. Tapi ada sebab lain.

25 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebaiknya kita berpikir ulang dulu sebelum ikut menuding adanya persekongkolan politik gelap, yang sengaja menyusup dan mengatur kerusuhan di mana-mana. Karena, tak pernah ada penjelasan dan bukti siapa si gelap itu serta apa efek politik yang ingin ditimbulkannya. Lebih masuk akal untuk mengira bahwa tuduhan itu dilontarkan untuk menyimpangkan perhatian dari kegagalan alat negara yang kesekian kali--kegagalan menjalankan kewajiban. Korban 40 nyawa dan lebih seratusan luka-luka dalam kerusuhan di Ambon di hari raya Lebaran yang lalu sungguh besar, dan tidak perlu. Andaikata polisi dan aparat pemerintahan sigap dan masih berwibawa, tentu itu tak akan terjadi. Perkelahian antara seorang supir angkutan kota dan kawan-kawannya melawan gang para pemalaknya semestinya bisa diatasi sampai di situ saja. Tetapi, sebenarnya, bak kata ungkapan yang populer sekarang: letak soalnya ialah dalam ekonomi, bodoh! Kalau bukan karena buruknya ekonomi, palak dan rompak juga tak seganas itu, dan reaksinya tidak sampai sekalap itu. Hasutan pun--seumpamanya betul disengaja--tidak semudah itu termakan. Seperti semua kejadian alam hendak dinyatakan sebagai proses kimiawi, ekonomi pun mungkin dianggap jadi dasar segalanya. Tetapi juga jelas ada soal lainnya yang jadi faktor dalam gejolak yang akhir-akhir ini terjadi beruntun di seluruh Indonesia. Di Ambon, beda identitas agama Islam - Kristen menjadi minyak pengobar api pertikaian berdarah itu. Dan pergolakan bukan cuma di sana, tetapi mulai dari Aceh, lalu sebut saja semua daerah di luar Jakarta, seperti di Jawa sendiri, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, sampai ke Irian Barat--terus-menerus bergiliran selama enam bulan terakhir ini, besar dan kecil (lihat hal. 55). Apa yang salah dengan negeri ini? Jenis pergolakan dengan kekerasan bukan cuma karena bentrokan antaragama atau antaretnis. Sebagian memahaminya sebagai proses reformasi setempat. Yang terang, ini bukan "revolusi" yang tersebar-sebar, sekalipun di semua tempat ada unsur tidak patuh lagi pada wibawa kekuasaan negara. Persoalannya ialah bisakah ini dielakkan dan diatasi atau tidak. Masalah ekonomi membutuhkan waktu untuk pemulihannya. Prasangka agama atau etnis tidak dijamin bisa dihapuskan. Selanjutnya tergantung pada fungsi negara, sebagai lembaga perwujudan rasionalitas dalam kehidupan masyarakat. Tetapi kalau kewibawaan pemerintah merosot, lembaga saluran keadilan tidak dipercaya, rasionalitas pun macet: perselisihan kepentingan lalu tidak terselesaikan dengan baik. Dalam sistem yang telah bangkrut, masing-masing pihak hanya percaya pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hasilnya, kekacauan mengancam setiap saat, di setiap sudut. Obat penangkalnya? Wibawa kekuasaan negara harus ditegakkan, dengan mempercayakan pemerintahan--di pusat dan di daerah--pada tangan yang lain dari yang memegangnya sekarang. Sementara, cuma itu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus