SAYA pensiunan pegawai Departemen P & K, yang telah mengalami
bekerja pada Belanda, Jepang dan Pemerintahan sekarang. Untuk
tidak tenggelam dalam onwetendheid, saya berusaha dengan susah
payah ber-abonnement pada beberapa sutatkabar Ibukota, seperti
Kompas, Sinar Harapan (dulu juga Indonesia Raya) dan telah
beberapa lama secara teratur beli TEMPO .
Apa yang ingin saya sampaikan ialah: hampir semua pemberitaan
itu menginginkan perbaikan dalam melaksanakan pemerintahan.
Seakan-akan kita ,merasakan bahwa ada dalam pelaksanaan
(peraturan) pemerintahan yang tidak beres (jangan kita sebut
kurang beres). Saya katakan kita "merasakan", karena untuk
membuktikan hal-hal tidak beres itu, takut.
Kita ini sebetulnya bangsa apa. Semua yang jelek, semu, malas,
unreliable, oportunis, menjadi bgian tak terpisahkan dari image
bangsa Indonesia. Coba tanya pada lain bangsa, baik dari ASEAN
maupun di luarnya, bagaimana sebetulnya sifat-sifat yang
sekarang menjadi ciri-ciri bangsa Indonesia. Kalau Dewan
Pertimbangan Agung sudah menconstateer (tidak hanya mensinyalir,
kata yang sangat digemari dan alat adudomba) bahwa saat ini
"tidak adanya kesadaran dan tidak adanya disciplin nasional"
sudah mengkhawatirkan, maka uitspraak ini tentu sudah
betul-betul membutuhkan penanggulangan yang drastis, segera, dan
. . . tanpa pandang bulu. Kalau kita berani jujur: keadaan
negara kita ini makin lama makin cepat payahnya.
Adanya gedung-gedung mewah, satelit bumi, TV berwarna, sekian
banyak jembatan dan sebagainya, bukan bantahan terhadap
kebobrokan moral kita, terutama mereka yang punya kekuasaan dan
para pegawai negeri pada umumnya. Memang tidak semua pegawai
negeri. Tapi jumlah yang bobrok suddh cukup besar untuk
menomineer sifat-sifat corpsnya. Di mana-mana terjadi corruptie
! Mulai dari portir kementerian imigrasi, SIM, SPP, kartu
penduduk, surat kawin, keterangan G.30.S, pajak, sudah pokoknya
apa saja. Dari menahan uang untuk diputar dulu, comissie
pemborong, dan nithili uang restitutie asuransi keshatan, apa
ini masih kurang luas? Apa pemerintah tidak tahu hal-hal ini?
Di mana bagian rakyat dalam mencari perlindungan?
DPA menunjuk 3 trio jahat. Yaitu Cukong, Petualang, Pejabat.
Coba tanya pada rakyat siapa di antara 3 ini yang paling
salah/berdosa. Rakyat tentu akan jawab: si Pejabat. Lain dari
pendirian Pemerintah yang melemparkan segala kesalahan kepada
Cukong. Rakyat bisa memberi argumentasinya, tapi takut. Lihat
saja persoalan Pertamina. Sudah jelas, yang salah siapa, yang
dulu menghambur-hamburkan uang rakyat siapa yang knocien (?)
dengan pembelian-pembelian siapa. Tapi apa yang dikatakan
Pemerintah (Sadli). "Itu salah kita semua". Kapan rakyat tidak
salah? Tanahnya tidak dibayar-bayar oleh Pertamina, sampai
Pertamina ambruk . . . en toch masih harus ikut-ikut nanggung
salah.
Hati saya nangis mengetahui hal-hal semacam ini. Inikah hasil
perjuangan Bp. Dr. Soetomo yang dengan uangnya sendiri yang
cumpen, mempunyai cita-cita luhur/murni ingin meningkatkan
derajat bangsa Indoneia? Inikah hasilnya? Suatu anugerah yang
tak ternilai, bahwa beliau terlindung "tidak menangi" keadaan
semacam ini. Bagaimana, orang-orang demikian ini, bisa mendidik
anak keturunan mereka menjadi orang-orang baik, melihat
contoh-contoh dari orangtuanya yang serba corrupt dan mafia itu?
Kepada semua wartawan yang baik, saya menaruh harapan.
SLAMET PR.
Kiosk Pasar N0. 10
Jatinom, Klaten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini