Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jusuf Irianto
Guru Besar Manajemen Sumber Daya Manusia FISIP Universitas Airlangga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelayanan kesehatan yang merata dan berkelanjutan di Indonesia hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. Ada berbagai masalah yang mengadang penyelesaiannya. Hambatan tersebut di antaranya adalah yang terkait dengan penggunaan teknologi, data, dan konektivitas antara dokter dan pasien.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perawatan bagi pasien oleh dokter bertumpu pada pemanfaatan data yang tersedia. Data berperan sangat penting bagi dokter guna melakukan diagnosis dan merawat pasiennya secara berkelanjutan dan lebih efektif. Para dokter dapat bekerja lebih efektif dengan data yang tersedia dalam rekam medis. Data tersebut digunakan sebagai pertimbangan pada saat melakukan tindakan dalam menangani pasien.
Kini para dokter atau tenaga kesehatan sebenarnya dapat semakin mudah dalam mengakses dan memperoleh data serta melakukan analisis lebih presisi dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan Internet of things (IoT). Dengan akses data yang lebih baik, para dokter akan lebih percaya diri dalam melakukan diagnosis dan memberi resep obat-obatan.
IoT merupakan jaringan perangkat keras (network of devices) yang terkoneksi ke Internet. Teknologi ini memungkinkan layanan kesehatan jarak jauh lebih efektif. Diagnosis atau perawatan pun dapat dilakukan setiap saat, tanpa harus menuntut pertemuan antara dokter dan pasien di rumah sakit atau tempat praktik dokter.
Perangkat IoT memiliki beberapa sensor yang berfungsi mentransmisikan aliran data secara berkelanjutan. Dengan aliran data lebih lancar, para dokter mampu mengambil keputusan yang terbaik meskipun pasien sudah meninggalkan rumah sakit atau berada di rumah. Penderita diabetes, misalnya, tetap dapat terhubung dengan dokter dari rumahnya. Melalui aplikasi, dokter dapat memantau kadar glukosa dalam darah pasien.
Ada pula produk IoT untuk kesehatan, seperti continuous positive airway pressure (CPAP) untuk penderita dengan gangguan pernapasan. CPAP digunakan sebagai alat kesehatan yang mendukung pengobatan penderita sleep apnea secara lebih efektif. Transmisi data dari CPAP dapat diakses dokter yang setiap saat memantau kondisi pasien. Sleep apnea adalah gangguan tidur akut yang menyebabkan pernapasan terhenti bahkan ketika pasien dalam kondisi tertidur. CPAP adalah alat kesehatan portabel berupa ventilator yang menghasilkan tekanan udara secara konstan agar saluran pernapasan pasien tetap terbuka.
Alat kesehatan portabel merupakan tumpuan dokter dalam merawat pasien secara lebih efisien. Permintaan IoT berupa alat kesehatan portabel terus meningkat. Pertumbuhan penjualannya di seluruh dunia sejak 2020 hingga 2027 diprediksi mencapai US$ 43 miliar. Dalam tulisan di Forbes, Ben Forgan menyatakan bahwa lebih dari separuh atau 53 persen rumah sakit di Amerika Serikat telah menggunakan alat kesehatan portabel untuk memudahkan dokter memantau kesehatan pasien dari jarak jauh (telehealth).
Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk ekspansi penggunaan telehealth, sekaligus mengakselerasi penggunaan alat kesehatan portabel. Pembatasan sosial selama pandemi, misalnya, menyebabkan metode telehealth menjamur di berbagai rumah sakit. Dengan teknologi ini, dokter di rumah sakit tetap dapat memantau pasien dengan dukungan gambaran visual dinamis tiga dimensi (3D) tanpa harus ada pertemuan fisik dengan dokter, guna menghindari risiko penularan.
Ketika pandemi mereda, telehealth dan alat kesehatan portabel tetap menjadi preferensi utama para dokter. Bahkan ada kecenderungan berbagai rumah sakit beralih ke pelayanan berbasis IoT. Pemantauan pasien berbasis data secara realtime dilakukan tanpa membutuhkan tempat dan waktu secara khusus.
Untuk pasien dengan penyakit kronis, rumah sakit dapat memanfaatkan IoT berbentuk platform manajemen kronis digital (DCMP). Platform ini berfungsi sebagai tata kelola rumah sakit untuk merawat pasien dengan penyakit berisiko tinggi.
Pelayanan penyakit kronis dengan metode telehealth didukung DCMP sangat efektif dalam meningkatkan kepatuhan pasien terhadap perintah dokter seraya merawat diri secara mandiri. Kondisi kronis akibat hipertensi, diabetes, gagal jantung, atau asma, misalnya, dapat diatasi pasien sendiri tanpa melibatkan pihak lain.
Pasien berpenyakit kronis dapat mengakses petunjuk dokter yang merawatnya via gawai guna menghindari kesalahan fatal dan mencegah risiko gagal jantung. Periode emas pun dapat dilakukan keluarga terhadap pasien yang terserang stroke berdasarkan informasi dokter melalui gawai, untuk menghindari dampak yang lebih parah. Periode emas merupakan masa terbaik penanganan pertama bagi penderita yang terserang stroke. Penanganan cepat dan tepat akan mencegah pasien mengalami penderitaan yang berpanjangan.
Teknologi, data, dan konektivitas dokter-pasien sangat bermanfaat dalam pelayanan kesehatan. Pemerintah perlu berinovasi dalam merumuskan kebijakan pelayanan kesehatan, guna menuntaskan pekerjaan rumah dalam pelayanan kesehatan berbasis IoT.
PENGUMUMAN
Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo