Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TARIK-menarik urusan perdesaan Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mulai mengkhawatirkan dan mengganggu jalannya pemerintahan. Sudah diduga, salah satu risiko Presiden Joko Widodo menambah beberapa kementerian adalah terjadinya tumpang-tindih wewenang, yang kelak harus diatur kembali.
Dalam hal ini, dua kementerian itu mempunyai perbedaan tafsir tentang wewenang mereka. Pertama, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa memperebutkan posisi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Bagi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, direktorat jenderal itu sebaiknya tetap berada di kementeriannya karena mereka bertanggung jawab atas mata rantai yang langsung antara pemerintah pusat dan pemerintah desa.
Adapun Menteri Desa Marwan Ja'far mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menyerahkan tanggung jawab pelaksanaan pembangunan desa kepada kementeriannya. Permasalahan berikutnya adalah wewenang atas dana desa. Pendanaan desa sangat penting karena Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan program pembangunan desa dalam kampanye mereka. Pendanaan desa juga merupakan kewajiban hukum, seperti tertuang dalam Undang-Undang Desa.
Menurut undang-undang tersebut, setiap desa berhak memperoleh dana sekitar Rp 1 miliar. Indonesia memiliki 72.944 desa, yang berarti secara keseluruhan anggaran akan mencapai Rp 73 triliun. Permasalahan muncul karena Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa memiliki tafsir masing-masing atas regulasi soal desa dalam undang-undang itu.
Kementerian Dalam Negeri berpegang pada Pasal 1 ayat 16, yang menggariskan bahwa menteri yang dimaksud ialah menteri yang menangani desa. Penjelasan umum di undang-undang tersebut menyatakan menteri yang menangani desa saat ini adalah Menteri Dalam Negeri. Lalu Pasal 112 ayat 1 menyebutkan yang dimaksud pemerintah saat ini adalah Menteri Dalam Negeri yang melakukan pembinaan umum penyelenggaraan pemerintahan desa.
Dengan pijakan seperti itu, Kementerian Dalam Negeri merasa pantas dan berhak mengurusi desa. Tapi, menurut mantan Ketua Panitia Khusus Undang-Undang Desa Ahmad Muqowwan, kata "saat ini" dalam undang-undang ialah ketika belum ada Kementerian Desa. Tak mengherankan jika Kementerian Desa kemudian menganggap urusan desa, termasuk pengurusan anggaran, sebagai tanggung jawab kementeriannya.
Tambahan pula, Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 secara jelas mengatur masalah pengelolaan dana desa. Pasal 6 peraturan itu secara gamblang menyatakan Kementerian Desa memimpin serta mengkoordinasi penyelenggaraan tugas dan fungsi dalam bidang desa. Dari nomenklaturnya, Kementerian Desa merasa lebih pas menjalankan amanat Undang-Undang Desa, termasuk mengurus dana desa. Akibat perbedaan penafsiran undang-undang itulah terjadi kekhawatiran bahwa dana desa yang sudah harus dicairkan untuk seluruh Indonesia pertengahan 2015 ini bakal terhambat.
Tak ada jalan lain, Presiden Jokowi harus memutuskan dengan tegas dan kedua menteri itu mesti mematuhi apa pun keputusan Presiden. Sesuai dengan Undang-Undang Desa dan peraturan presiden yang diterbitkan Jokowi, dengan adanya Menteri Desa, sudah jelas apa pun yang berurusan dengan desa di Indonesia harus menjadi tanggung jawab Kementerian Desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo