USAHA Departemen Koperasi mengatasi kesulitan yang dihadapi Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) kelihatannya tidak kepalang tanggung. Selain turun tangan langsung mengambil alih untuk sementara kepengurusan-nya yang dianggap tidak mampu, sekaligus mengambil alih beban utang yang jumlahnya meliputi Rp 36 milyar. Kemelut yang dihadapi GKBI sekarang ini disebabkan usahanya yang terus-menerus rugi akibat adanya resesi, sehingga utangnya menumpuk, serta kemacetan produksi. Diperkirakan, bila utang-utang GKBI sudah dapat diselesaikan dan modal kerja sudah tersedia, kesulitan GKBI akan dapat diatasi dengan sendirinya. Betulkah? Kesulitan yang dihadapi GKBI sekarang ini ternyata menyangkut banyak aspek dari eksistensinya sebagai badan usaha koperasi. Kesulitan pemasaran karena resesi bukan satu-satunya penyebab kebangkrutan GKBI sebagaimana sering dipakai sebagai kambing hitam. Bila kita misalkan resesi ekonomi itu wabah flu, semua orang bisa terserang flu. Namun, dampak penyakit itu tidak akan sama kadarnya bagi setiap orang, bergantung pada daya tahan tubuh masing-masing. Bila daya tahan tubuh GKBI cukup kuat, akibatnya tidak akan separah sekarang. Di sinilah letak persoalan yang sesungguhnya: kenapa GKBI, yang di masa lalu dianggap koperasi besar dan punya reputasi cukup baik, tidak tahan menghadapi wabah resesi. Apa yang dikemukakan Bapak Menteri Koperasi, mengenai langkah-langkah yang akan diambil dalam membereskan GKBI, baru merupakan langkah awal yang menyangkut masalah permodalan serta usaha komersialnya. Usaha yang penuh kesungguhan dari Pemerintah untuk menyelamatkan GKBI dari jurang kehancurannya akan menyangkut dua aspek yang sama pentingnya. Yaitu aspek komersial dan aspek ideal. Ada baiknya kita melihat sejarah pertumbuhannya dari awal. Terbentuknya koperasi batik pada tahun empat puluhan adalah untuk menanggulangi kesulitan pengadaan bahan baku batik, terutama kain mori. Perjuangan para pengusaha batik pribumi, yang akhirnya tergabung dalam beberapa koperasi batik primer yang kemudian membentuk GKBI, adalah: 1. Membeli kain mori langsung dari importir, sebagai langkah pertama 2. Mengimpor sendiri sebagai langkah kedua dan 3. Memproduksikan sendiri. Ketika itu kesulitan utama para pengusaha batik pribumi adalah bagaimana mendapatkan kain mori secara lebih mudah dan lebih murah. Sebab, perdagangannya dikuasai pedagang-pedagang nonpri. Waktu itu usaha pemasaran batiknya belum terasa mengalami kesulitan, sehingga tidak menjadi program perjuangan bersama. Tiga landasan perjuangan pokok itulah yang menjadi titik tolak serta dasar usaha GKBI, hingga saat ini. Untuk selanjutnya usaha GKBI lebih dititikberatkan pada mencukupi kebutuhan bahan baku daripada pemasaran batik anggotanya. Keberhasilan usaha mencukupi kebutuhan kain mori dapat dilihat dari perkembangan secara kronologis berikut: 1. Pool Cambrics (kain mori) pada 1952 2. Pengakuan sebagai importir dan distributor tunggal untuk grey dan mori pada 1955 3. Pengakuan sebagai importir dan distributor tunggal bahan-bahan cat kimia batik 1960, dan 4. Pembangunan pabrik-pabrik kain mori, baik oleh GKBI sendiri maupun oleh koperasi primer anggota GKBI sejak 1962. Dilihat secara keseluruhan, usaha mencukupi kebutuhan kain mori telah tercapai. Sejak tahun 50-an sampai dengan pertengahan 60-an GKBI boleh dikatakan memegang monopoli perdagangan bahan baku batik seperti kain mori dan cat kimia batik. Keadaan demikian membawa dampak sangat positif terhadap perkembangan GKBI sebagai badan usaha koperasi. Perkembangan omset penjualan naik dari tahun ke tahun, begitu pula perkembangan simpanan anggota serta sisa hasil usaha. Ini memungkinkan GKBI melakukan ekspansi dan investasi di bidang industri dan usaha. Pada periode ini GKBI berhasil membangun beberapa pabrik mori atas dasar kekuatan sendiri. Situasi yang sangat menguntungkan pertumbuhan GKBI sebagai badan usaha koperasi berubah secara drastis di akhir 60-an. Sistem Ekonomi Terpimpin dan "ekonomi jatah" semasa Orde Lama berubah menjadi sistem ekonomi berdasarkan mekanisme pasar. Dampak perubahan ini sangat terasa buat perkembangan GKBI selanjutnya antara lain: 1. GKBI tidak lagi memonopoli perdagangan dan produksi mori, karena setiap orang bebas melakukannya 2. Produksi batik yang selama ini didominasi para anggota GKBI, karena bahan bakunya dimonopoli GKBI, menjadi usaha yang bebas pula dan 3. Masuknya produksi tekstil bermotif batik (batik printing) di pasaran, yang diproduksikan pengusaha bukan anggota GKBI, mematikan usaha batik tradisional yang dikerjakan anggota GKBI. Perubahan situasi sangat drastis tersebut sekaligus mengubah posisi GKBI keseluruhan. Mulai saat itu, kesulitan yang dirasakan anggota bukan lagi mengenai bahan baku, tetapi justru pemasaran. Anggota yang kebanyakan perusahaan batik tradisional kecil-kecil tidak mampu bersaing dengan perusahaan batik printing yang berskala besar dan dimiliki pengusaha yang bukan anggota GKBI, sehingga sebagian besar anggota menutup usahanya dan beralih profesi. Di pihak lain, di luar GKBI terus tumbuh industri batik printing yang telah berhasil mengambil alih dommasi. Dampak langsung yang dirasakan GKBI dan prlmer anggotanya ialah makin berkurangnya penjualan kain mori kepada anggota, sehingga harus dijual kepada pihak ketiga. Untuk selanjutnya penjualan mori tidak lagi ditujukan kepada anggota, tetapi bergantung pada pasaran bebas pihak ketiga. Di pasaran bebas ini produksi GKBI dan primer anggotanya bersaing ketat dengan produksi mori buatan pabrik-pabrik lain yang sangat kompetitif, baik dalam harga maupun persyaratan pembayarannya. Fungsi koperasi primer anggota GKBI berubah dari konsumen menjadi hanya penyalur penjualan pihak ketiga. Walaupun dalam pembukuan GKBI masih tercatat adanya pembelian mori oleh primer anggota, dalam kenyataannya pembelian tersebut untuk pihak ketiga. Dalam kondisi seperti ini partisipasi anggota terhadap usaha GKBI makin hari makin merosot, seperti terlihat dari angka berikut: Penjualan melalui Penjualan kepada Tahun anggota pihak ketiga 1981 27% 73% 1982 23% 77% 1983 18% 82% Dari kenyataan tersebut, apakah sebutan koperasi buat GKBI masih layak dipakai - mengingat anggapan yang mengatakan, yang masih berhak menyebut dirinya koperasi adalah kalau hubungannya dengan pihak ketiga tidak melebihi hubungannya dengan anggotanya? Departemen Koperasi sendiri menggunakan angka 33% sebagai leverage ratio, sedangkan di Amerika Serikat 50% untuk bisa disebut sebagai koperasi, terutama untuk menentukan dapat tidaknya diberi kebebasan pajak. Masih ada beberapa faktor lain yang ikut mempercepat kemelut dalam tubuh GKBI: 1. Walaupun telah terjadi perubahan situasi yang sangat fundamen-tal, GKBI masih terus melakukan investasi di bidang industri mori, padahal anggota sudah mengalami kesulitan pemasaran batik, 2. Investasi yang dilakukan GKBI dalam jumlah puluhan milyar rupiah disektor industri dan komersial kurang diimbangi investasi di bidang human resources, sehingga pertumbuhan GKBI sebagai koperasi mengalami ketimpangan. Bidang pendidikan dan pembinaan anggota menjadi telantar, usaha kaderisasi dan regenerasi tidak pernah dilakukan secara terencana dan terarah. Ada pengurus yang telah lebih dari dua puluh tahun masih tetap duduk dan dipilih sebagai pengurus, bukan karena prestasinya yang baik tetapi karena dianggap tidak ada orang lain yang mampu menggantikannya. Dalam posisi demikian, wajar kalau keadaan GKBI sekarang sama dengan keadaan GKBI 25 tahun lalu baik di bidang manajemen, orientasi usaha, dan pola berpikir secara keseluruhan 3. Penanganan usaha secara profesional tidak dilakukan GKBI walaupun telah sering dianjurkan oleh Departemen Koperasi. Fungsi eksekutif, yang selayaknya dipegang manajer profesional, dikerjakan oleh pengurus langsung. Padahal, kebanyakan dari mereka tidak punya latar belakang pendidikan serta kemampuan yang memadai. Kemunduran usaha GKBI seperti yang dialaminya sekarang sebetulnya akibat logis dari proses panjang yang telah terjadi selama bertahun-tahun pada tubuhnya, tanpa disadari mereka sendiri, bahkan, mungkin, tidak diketahui Pemerintah. RUSTAM AKSAM Kompleks Cipulir Permai BI. X/2 Cidodol, telepon 736458 Jakarta Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini