Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bisakah amerika menekan israel ?

Politik luar negeri amerika serikat di timur tengah cenderung berpihak pada israel. perdamaian di kawasan ini yang diprakarsai as akan bergantung pada tel aviv dan sekutunya di washington.

3 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisakah Amerika Menekan Israel? M. RIZA SIHBUDI* MENTERI Luar Negeri James Baker buru-buru ke Timur Tengah, setelah Presiden Suriah Hafez al-Asad dua pekan lalu, menerima prakarsa damai AS, yaitu penyelenggaraan konperensi internasional bagi perdamaian Timur Tengah. Tapi pekan lalu Perdana Menteri Israel, Yitzhak Shamir, masih juga mengajukan persyaratan yang sulit diterima oleh pihak Arab. Mungkinkah Baker menekan Israel? Politik AS di kawasan Timur Tengah pasca-Perang Dingin setidak-tidaknya dilatarbelakangi oleh dua kepentingan utama: Israel dan minyak. Setelah berakhirnya Perang Dingin, AS tampak tidak lagi "bersemangat" menjalankan politik pembendungan komunisme di wilayah ini. Menurut Michael C. Hudson, Direktur Center for Contemporary Arab Studies, Georgetown University, terdapat dua aliran pemikiran di kalangan intelektual dan politisi AS perihal politik Washington terhadap Timur Tengah. Yakni, aliran yang membela doktrin Israel-first. Dan kedua, aliran yang menghendaki agar AS bersikap "lebih adil" di Timur Tengah. Oleh Hudson, yang kedua ini disebut evenhanded. Bagi pendukung doktrin Israel-first yang ditokohi bekas Menlu Henry Kissinger, kepentingan AS di Timur Tengah akan sangat terjamin jika Washington meneruskan dukungannya terhadap posisi dominan Israel. Karena itu, mereka mendukung kontinuitas bantuan AS pada Israel, yang setiap tahunnya tidak kurang dari tiga milyar dolar. Doktrin Israel-first memandang Israel tidak hanya sebagai sebuah aset strategis, tapi juga sebagai negara yang pantas didukung penuh atas "dasar-dasar moral"-nya. Yakni, bentuk pemerintahannya yang "demokratis", norma-norma budaya Baratnya, dan di atas segalanya, fungsinya sebagai tempat perlindungan dan "pengganti kerugian" bagi orang-orang Yahudi yang telah mengalami "penderitaan historis." Sebaliknya, bagi pengikut aliran evenhanded, dukungan AS terhadap Israel dalam bentuknya seperti sekarang tidak menjamin sejumlah kepentingan vital AS di Timur Tengah dan dunia Islam. Menurut mereka, doktrin Israel-first justru menyulitkan posisi rezim-rezim Arab "moderat" yang selama ini bergantung pada bantuan militer dan ekonomi AS. Lebih lagi, doktrin Israel-first menumbuhkan gerakan-gerakan "fundamentalis Islam radikal", yang mengancam keamanan warga AS di kawasan ini. Sampai saat ini pendukung Israel-first masih jauh lebih unggul ketimbang pendukung evenhanded. Para pendukung Israel-first mendominasi proses pembuatan kebijaksanaan di AS, karena mereka adalah orang yang teraliansi dalam kekuatan politik yang sangat kuat dan yang secara efektif mampu memobilisasi kepentingan maupun sentimen pro-Israel. Mereka adalah pejabat penting di dewan keamanan nasional, Pentagon, departemen luar negeri, dan kalangan intelijen (CIA). Kongres (baik Senat maupun DPR) pun secara konsisten mendukung doktrin ini. Di luar pemerintahan, dukungan terhadap doktrin tersebut secara transparan ditunjukkan oleh komite-komite aksi politik, kalangan penerbit, akademisi, organisasi, dan lobi-lobi Yahudi. Kedua partai politik besar (Republik dan Demokrat), para penulis editorial, serta para kolumnis, juga mendukung doktrin Israel-first. Para kandidat yang ingin mendapatkan suatu jabatan politik akan menerima sumbangan finansial dan dijanjikan "pasti terpilih" jika mendukung doktrin itu. Sebaliknya, para kandidat yang tidak mendukung doktrin itu hampir bisa dipastikan tidak akan mampu meraih jabatan politik apa pun. Atau, bila ia menolak doktrin itu setelah menempati posisi politik, akan cepat tersingkir. Menurut seorang analis di radio BBC London Senin pekan lalu, tidak seorang pun kandidat Presiden AS yang berani mengambil risiko berkonfrontasi dengan Israel. Kecuali jika kandidat itu tidak ingin terpilih. Paul Findley (penulis buku They Dare to Speak Out, 1985) harus melepaskan kursinya di Kongres setelah dengan keras menentang politik luar negeri AS yang terlalu pro-Israel. Dalam konteks ini sebenarnya patut dipertanyakan kebanggaan AS terhadap nilai-nilai demokrasinya. Salah satu perkembangan terpenting dalam politik luar negeri AS era Reagan (1980-1988) adalah bangkitnya gerakan neokonservatif yang dipimpin tokoh-tokoh seperti Jeane Kirkpatrick, Norman Podhoretz, dan Martin Peretz, yang sangat antusias terhadap doktrin Israel-first. Berkembangnya gerakan fundamentalis Protestan di AS juga semakin memperkuat dukungan terhadap doktrin itu. Di sisi lain, aliran evenhanded hanya didukung segelintir anggota Kongres, di samping mereka yang berlatar belakang Amerika-Arab dan sejumlah anggota Kaukus Kongresional Kulit Hitam (Black Congressional Caucus). Ada juga beberapa kelompok lobi Arab-Amerika dan Palestina-Amerika yang dengan sendirinya mendukung aliran evenhanded. Tapi pengaruh lobi-lobi itu masih jauh di bawah lobi-lobi Yahudi. Yang agak melegakan, dalam beberapa tahun terakhir muncul kolumnis-kolumnis kenamaan yang mendukung evenhanded. Di antaranya Anthony Lewis dari The New York Times, Philip Geyelin dari Washington Post, dan Joseph C. Harsch dari Christian Science Monitor. Melihat begitu dominannya faktor Israel dalam politik luar negeri AS terhadap kawasan Timur Tengah, jelas nasib prakarsa damai AS di kawasan ini akan sepenuhnya bergantung pada Tel Aviv dan para sekutunya di Washington. Dengan kata lain, penerimaan Suriah terhadap rencana konperensi perdamaian yang diprakarsai AS, pada hakikatnya, tidak akan banyak artinya, selama Israel sendiri masih belum mempunyai political will untuk menyelesaikan masalahnya dengan pihak Arab-Palestina. Masalahnya, Israel tahu benar bahwa "ancaman" AS terhadapnya selama ini tidak lebih dari sekadar "gertak sambal" belaka. Belum lama ini Bush "mengutuk" perluasan permukiman Yahudi di wilayah-wilayah Palestina. Sehari kemudian dengan congkak Tel Aviv mengatakan tidak akan menghentikan kebijaksanaannya dalam soal permukiman kaum Yahudi. Dan tak apa pun dilakukan Bush terhadap Israel. *Staf peneliti LIPI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus