Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Blair Turun Meninggalkan Apa?

25 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Liston P. Siregar

  • Wartawan dan editor www.ceritanet.com yang tinggal di London

    Perdamaian Irlandia Utara! Bagi orang Inggris, pernah amat sulit membayangkan dua musuh bebuyutan, Ian Paisley dan Gerry Adams, duduk bersama dalam satu ruangan, bahkan dalam satu pemerintahan bersama. Ramuan agama, tingkat sosial-ekonomi, politik, dan kekerasan belit-membelit membuat pertanyaan puluhan tahun: apakah Irlandia Utara bergabung dengan Republik Irlandia atau Inggris Raya? tak akan berujung. Blair berhasil mendamaikan; dan seremoni foto bersama Ian Paisley dengan Gerry Adams digelar sebelum dia mundur. Pentas cantik yang heroik.

    Tapi sebuah survei oleh Communicate Research pada awal Mei menunjukkan 69 persen warga Inggris berpendapat Blair akan paling diingat sehubungan dengan perang Irak, dan hanya 6 persen yang mengingat Blair karena Irlandia Utara. Di atasnya, sebesar 9 persen, mengenang Blair karena hubungannya dengan Presiden George W. Bush. Buat Blair, itu mungkin sesuai dengan rencananya, karena berulang kali dia mengatakan, ”Sejarah yang kelak menilainya.” Blair yakin telah ikut membawa demokrasi ke Irak.

    Jelas, bukan Irak seperti itu yang dilihat sebagian besar orang Inggris—dan orang di seluruh dunia sampai saat ini. Mereka menyaksikan Irak yang centang-perenang, dengan angka kematian orang-orang sipil mengerikan, termasuk kematian ”anak-anak kita”. Hingga pertengahan Juni, 151 tentara Inggris mati di Irak sejak invasi 2003. Di samping itu, Irak juga telah menyedot anggaran publik tak sedikit. Di awal perang, Menteri Keuangan Gordon Brown—kini menjadi penerus Blair—mengumumkan anggaran 3 miliar pound sterling untuk keterlibatan Inggris di Irak, termasuk operasi 8.000 personel tentaranya.

    Kenangan yang tak terlalu nyaman buat seseorang yang 10 tahun lalu menang pemilu dengan semangat mendengarkan banyak orang bersama New Labournya. Blair—saat itu ia berusia 44 tahun, keren, murah senyum, dan di masa mahasiswa ikut rock band—membawa harapan perubahan setelah 11 tahun pemerintahan Tory yang bebal, semaunya sendiri, dan licik. Ironisnya, menjelang hat-trick pemilu 2005—dan sesudahnya hingga mundur—pemerintahan Blair juga tak bersih dari gelar serupa: sleazy government.

    Dan Blair nyata-nyata tidak mau mendengarkan warganya dalam hal perang di Irak. Penentangan dari pengikut aliran ”kiri tua” di Partai Buruh diabaikan, dan mandat perang Irak justru lolos karena dukungan kubu oposisi Tory, yang memimpin perang Falkland 25 tahun lalu. Unjuk rasa jalanan antiperang oleh ratusan ribu warga Inggris, yang disebut Pawai Sejuta Orang, tak digubris. Perdebatan tentang senjata pemusnah massal Irak dimatikan, terungkapnya laporan intelijen yang sebagian ternyata adalah jiplakan mentah-mentah alias hasil copy-paste dari skripsi S-3 orang lain, plus bunuh dirinya Dr. David Kelly yang antiperang, sampai mundurnya Direktur Jenderal BBC Greg Dyke karena dampak wawancara dengan Dr. Kelly, makin melebarkan jurang antara Blair dan warga Inggris.

    Dengan bekal hat-trick di kantong, walau mayoritas berkurang drastis dari 167 kursi menjadi 66 kursi pada 2005, Blair sepertinya lebih sibuk membela kebijakan tentang Irak. Dan dia sudah menyiapkan agenda: September 2006 Blair menyatakan akan mundur pada 2007, dan pada Mei dia tentukan tanggal 27 Juni untuk menyerahkan jabatan ke Istana Buckingham. Bisa dipastikan, gelombang bom bunuh diri masih menghantam Irak pada tanggal itu.

    Selain Irak, Blair juga dikenal identik dengan spin doctor atau sebutlah ahli citra media. Pada masa bulan madu, Blair menikmati percintaan dengan media, sampai-sampai The Times and The Sun milik Rupert Murdoch, yang secara tradisional condong ke Tory, berubah haluan ke belakang Blair. Direktur Jenderal BBC Greg Dyke, yang belakangan patah arang dengannya, adalah mantan pegiat Partai Buruh dan pendukung Partai Buruh sampai sebelum dia didesak mundur dari BBC.

    Namun, di masa jabatan Blair yang kedua, beberapa media merasa teperdaya dengan muslihat orang-orang di sekitar dia untuk menampilkan sosok Blair yang hebat dan dekat dengan rakyat sambil tersenyum khas—termasuk senyum lebar istrinya yang belakangan sering jadi bahan sindiran. Blair juga dituding mengambil kebijakan untuk menanggapi berita utama media; jadi lebih merupakan kebijakan artifisial daripada yang substansial. Lagi-lagi, waktu Blair tersita untuk membantah tudingan bahwa dia didikte oleh citra media.

    Menjelang mundur, dalam pidato di Reuters Institutes pada 12 Juni lalu, Blair memang masih sempat memukul balik. Secara terang-terangan dia menyebut media sebagai ”binatang buas” yang memusuhinya dan hubungan media dengan politisi sudah rusak. Menurut Blair, sebagian media sudah menjadi viewspaper dan bukan lagi newspaper. Dalam pidato di hadapan para petinggi media Inggris itu, Blair juga menyebut BBC dan menyindir langsung The Independent, koran yang memang memimpin kampanye antiperang Irak tanpa ampun. Pidato yang disambut dengan sinisme pers: ”Apakah Anda akan mengatakan seperti itu juga kalau kami mendukung perang Irak?” tulis The Independent. Atau, ”Perdana Menteri tidak menyebut pemerintahannya yang mengeksploitasi media,” kata The Daily Mirror.

    Pastilah tidak benar jika menyempitkan kepemimpinan Blair hanya ke Irlandia Utara, Irak, dan media. Hampir semua orang Inggris sepakat dia berhasil meningkatkan pendidikan dasar dan sedang dalam proses membereskan pendidikan menengah. Sepuluh tahun bersamanya, Inggris menikmati stabilitas pertumbuhan ekonomi, terlepas dari sebagian orang yang akan menunjuk Gordon Brown untuk prestasi ini. Blair juga menempuh reformasi layanan kesehatan dan transportasi—jelas, ini masih jadi perdebatan juga—tapi gagal dalam reformasi parlemen dan sistem perwakilan yang pernah didengungkan.

    Jadi, kenapa catatan-catatan itu seperti tertelan habis oleh Irak?

    Tak banyak, memang, yang mengaitkan langsung bom London 7 Juli 2004 dengan keterlibatan Inggris di Irak, tapi banyak yang yakin dukungan Inggris atas invasi terhadap Irak berdampak buruk pada hubungan Inggris dengan Islam. Laporan lembaga kajian internasional Chattam House, setahun setelah pengeboman, menyebutkan bahwa London jelas sudah lama ditetapkan sebagai sasaran, tapi ”invasi Irak menjadi pendorong untuk jaringan propaganda Al-Qaidah, rekrutmen, dan pendanaan”.

    Lagi pula, buat apa berdarah-darah di Irak—dengan bayaran miliaran pound, kematian 151 tentara, dan ’dibenci’ umat Islam lagi—kalau cuma duduk di boncengan Bush. Orang Inggris pun menuding Blair, seperti yang muncul di sejumlah karikatur, sebagai anjing pudelnya Bush, anjing manis yang penurut.

    Rakyat Inggris sepertinya dikecewakan oleh pemimpin cerdas dan simpatik yang tadinya akan terus mendengar. Dan Joseph Corre, salah seorang pengusaha pelopor industri baju dalam wanita, pada 20 Juni lalu mengumumkan penolakan atas gelar kehormatan MBE dari Ratu Elizabeth dengan alasan dicalonkan oleh Tony Blair, yang dianggapnya tidak jujur dalam membawa Inggris terlibat perang Irak. Corre bahkan dengan tegas menggunakan kata ”bohong”, dan tidaklah terlalu sulit rasanya menemukan orang-orang yang sepaham dengan Corre.

    Apa boleh buat, Blair tak akan mungkin lepas dari Irak. Kalaupun Blair menuding media amat bermusuhan dengannya dalam masalah Irak, bolehlah dikenang peribahasa sejak dulu: tak akan ada pemimpin yang bisa merangkul semua media untuk selamanya. Akhirnya, substansi kebijakan jualah yang menentukan, bukan pemolesan citra di media. Blair meninggalkan pelajaran bagi pemimpin-pemimpin lain untuk tidak mengulang kesalahan yang sama, untuk tidak lebih meributkan citra di media.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus