Imam Prasodjo
Staf pengajar FISIP UI
Setelah menjadi presiden, Abdurrahman Wahid mungkin tak sempat lagi menjadi pengamat sepak bola, walaupun tidak berarti ia lupa pada hikmah yang dipetik dari permainan sepak bola. Apa itu? Hanya kesebelasan yang memiliki kerja sama tim (team work) yang baiklah yang cenderung memenangi pertandingan. Team work yang andal biasanya dipimpin oleh kapten kesebelasan yang memiliki kepemimpinan baik. Ia mampu mengarahkan dan memberi inspirasi kepada tim untuk melakukan serangan produktif, memimpin pertahanan saat lawan menyerang, dan yang terpenting menjaga kesatuan tim agar team spirit tetap terjaga. Beban kapten terletak pada team building, yakni menyatukan para anggota tim untuk bekerja sama dalam satu unit harmonis, yang memiliki kesatuan hati dan kesatuan agenda. Membangun team work merupakan kata kunci.
Gus Dur bersama dengan Mega saat ini seperti sedang diuji kepiawaiannya menjadi "kapten" dalam sebuah tim kabinet tanpa nama. Siapa saja yang menjadi anggota tim telah diputuskan. Dilihat dari komposisinya, kabinet ini jelas merupakan hasil sebuah "kompromi". Fragmentasi sosial-politik yang terjadi saat ini seperti memaksa Gus Dur untuk membentuk kabinet pelangi, dengan menyerap semua unsur dari PDIP hingga TNI. Kritik telah banyak dilontarkan berkaitan dengan seberapa jauh prinsip profesionalisme telah dikorbankan akibat kabinet pelangi ini demi keseimbangan politik. Namun, tampaknya, Gus Dur telah berketetapan membentuk pemerintahan "gotong-royong" yang menyerap setiap unsur kekuatan politik dominan sebagai bagian dari pemerintahan yang dipimpinnya.
Dengan demikian, secara tidak langsung tanggung jawab berat yang harus dihadapi tidak serta-merta dipikul di pundak Gus Dur sendiri. Dapatkah politik kompromi ini menjadi salah satu katup penyelamat saat ia harus melakukan pidato pertanggungjawaban di hadapan MPR kelak? Kasus ditolaknya pertanggungjawaban Presiden Habibie bisa jadi menjadi pelajaran berharga bagi Gus Dur.
Namun, susunan kabinet pelangi ini, di sisi lain, justru menciptakan masalah tersendiri karena secara inheren memiliki potensi keretakan alamiah. Sejak awal, orang terbayang sulitnya menteri-menteri (misalnya yang berakar dari PDIP) harus mengoordinasikan diri dengan menteri lain (misalnya dari PPP, PAN, atau PK) dalam mencanangkan kebijakan ekonomi, politik, dan sosial. Apalagi bila menteri-menteri ini sebelumnya secara tegas memiliki visi berbeda atau bahkan bertolak belakang. Kesulitan lebih serius dapat terjadi bila sesama anggota kabinet dari unsur berbeda ini gagal membangun rasa saling percaya akibat dari friksi-friksi keras yang dialami sebelumnya. Team building jelas menjadi tantangan utama Gus Dur.
Ironis, di tengah perlunya konsolidasi tim, kekusutan awal yang mengguncang kesatuan tim justru mencuat akibat "bola liar" yang ditembak oleh sang kapten sendiri. Belum lagi team building ditumbuhkan, muncul ucapan Gus Dur (11 November 1999) yang mensinyalir adanya tiga menteri yang terlibat KKN. Sebuah media mengutip ucapan Gus Dur: "Sekarang saya sudah punya daftar tiga menteri yang harus dicopot. Tinggal menunggu pembuktian di pengadilan." Seperti biasa, tak satu nama pun disebut secara jelas. Bahkan, kali ini, inisialnya pun tidak.
Kontan saja, kabinet yang belum genap seratus hari ini pun terguncang. Bola liar itu seperti melejit ke sana-kemari dan membentur anggota tim seperti Hamzah Haz, Bomer Pasaribu, Jusuf Kalla, dan Yusril Ihza Mahendra. Belakangan, setelah gelagapan, Yusril dan Hamzah Haz mendapat sedikit bantuan sang kapten dengan klarifikasi singkat bahwa mereka tidak termasuk tiga menteri yang diduga terlibat KKN. Sementara kasus ini belum jelas akhirnya, Hamzah Haz pun harus keluar gelanggang dengan kontroversi yang tidak kalah peliknya. Keputusan pemberhentian Hamzah Haz sebagai Menko Kesra dan Taskin, yang konon tanpa dikonfirmasi itu, sekali lagi menjadi bola liar hasil tendangan sang kapten sendiri yang membingungkan anggota tim. Akankah sang kapten melakukan tendangan tak terarah berikutnya—ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya?
Sambil menunggu apa yang akan terjadi, terdengar kabar bahwa beberapa menteri masih bergulat ke sana-kemari mencari meja dan kantor tetap. Hingga kini masih belum jelas di mana kantor sesungguhnya Ryaas Rasyid, Menteri Negara Otonomi Daerah, atau Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Eksplorasi Laut, atau Anak Agung Gede Agung, Menteri Negara Masalah Kemasyarakatan.
Sementara itu, di luar sana, rakyat tersaruk-saruk, sempoyongan, berjuang terpincang-pincang untuk bertahan hidup dari terpaan krisis yang tak habis-habis. Seratus juta rakyat kini telah jatuh melarat dan berdiri di ambang kriminalitas. Pertikaian kelompok di setiap gugusan kepulauan utama Indonesia telah membuat penduduk semakin menderita. Di layar kaca, setiap hari kita menyaksikan berderet manusia yang, bila tak selesai dibunuhi, diusiri dari kampung halamannya sendiri.
Tatkala jutaan rakyat miskin telah lama letih berdiri, akankah ada bola liar melejit lagi ke sana-kemari?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini