APA yang lebih penting: pemulihan ekonomi atau pemulihan keamanan? Keduanya, begitulah jawaban yang paling tepat. Barangkali itu sebabnya, kita tak bisa menempatkan mana yang mesti menjadi prioritas utama. Jika dihadapkan dengan kedua pilihan tadi, semestinya faktor keamanan lebih penting. Perekonomian tak akan bisa pulih kalau negeri ini dilanda huru-hara atau bom yang meledak di mana-mana. Bagaimana kita menggerakkan roda perekonomian kalau setiap saat waswas akan adanya bom?
Kalau begitu soalnya, akan menjadi percuma saja pemerintahan baru yang dipimpin duet Megawati-Hamzah Haz berkutat berhari-hari memilih orang yang tepat untuk menduduki pos di bidang ekonomi keuangan, kalau di sektor keamanan tetap kedodoran. Perhatian yang serius juga harus diberikan pada pos keamanan ini.
Sekarang ada pertanyaan di masyarakat, seberapa serius pemerintah menangani kasus pengeboman yang terjadi? Kenapa tidak ada pelaku pengeboman yang dapat ditangkap, bahkan bau-baunya saja tak tercium? Masyarakat tak memperoleh informasi, apa kendala yang dihadapi aparat ketika melacak kasus bom yang meledak di mana-mana itu. Kalau penelusuran dari barang bukti yang ditemukan macet, di mana kendalanya. Bahkan berita yang diterima oleh publik justru sebaliknya. Tahanan yang tersangkut kasus peledakan bom ramai-ramai melarikan diri.
Ada yang menyebut, kepolisian belum begitu fasih menangani teror-teror macam begini. Di masa lalu, urusan seperti ini dikerjakan tentara. Terlepas dari adanya rekayasa, teror bom di masa lalu dengan cepat dapat diungkap. Katakanlah ketika Borobudur dibom, tak sampai hitungan minggu pelakunya segera bisa di-ketahui.
Sekarang agak sulit setelah polisi dikedepankan. Namun, ada yang mengajak untuk tidak menyalahkan polisi, karena rentetan pengungkapan kasus teror seperti ini semestinya didukung instansi lain. Contohnya, bom yang meledak di Kejaksaan Agung. Hasil pelacakan sudah jelas bahan peledak bom itu buatan Pindad, tapi instansi yang berkaitan dengan "dugaan" itu tak bisa dimintai informasi. Kasus pun mengambang dan menunggu waktu untuk membeku. Akankah bom yang meledak di Semarang, dan di beberapa tempat di Jakarta, akan menjadi batu es nantinya?
Kekhawatiran seperti ini memunculkan usul agar pemerintah menyerahkan penanganan teror bom kepada pihak luar. Jadi, ada tim penyidik swasta—lebih keren kalau dari luar negeri—yang akan membantu mencairkan kasus-kasus yang membeku itu. Siapa tahu, jaringan teroris terlalu kuat buat polisi Indonesia.
Tetapi, kalau tim penyidik swasta dengan para detektif partikelir yang gentayangan itu terlalu mewah—dan bisa jadi membuat rikuh polisi kita—setidaknya pemerintah memberikan perhatian yang lebih untuk meningkatkan mutu SDM kepolisian yang berurusan dengan teror semacam ini, termasuk membenahi peralatannya yang sudah usang. Jadi, dari rasa aman itu kita bersama-sama memulihkan ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini