Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tim Ekonomi Andalan Mega

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRISIS yang dialami Indonesia saat ini sangat beragam dimensinya. Namun, bukan berarti semua persoalan harus ditangani secara bersamaan. Prioritas harus ditentukan, dan Presiden Megawati harus berani meng-ayunkan langkah yang telah dipilih. Jelas bukan soal mudah. Tapi sejarah dapat membantu menggapai jalan keluar. Setidaknya pengalaman mendiang Presiden John F. Kennedy bisa memberi inspirasi. Pimpinan eksekutif Amerika Serikat ini mengibaratkan persoalan ekonomi seperti laut tempat perahu negara berlayar. Dalam keadaan surut, berbagai hambatan karang tajam mencuat ke permukaan, menghadang pelayaran ke tujuan. Namun, "Pasang naik mengangkat semua perahu," katanya. Dalam tamsil itu, perahu Republik Indonesia memang sedang terhadang rangkaian pulau karang yang begitu panjang. Ada ancaman disintegrasi nasional, wabah korupsi yang merajalela, hukum yang sedang merimba, dan kerumunan politisi yang mabuk kekuasaan. Pemerintahan Megawati punya dua pilihan dalam berlayar ke tujuan. Yang pertama adalah mencoba menghancurkan semua karang hambatan, yang kedua adalah memilih menaikkan permukaan lautan. Bila asas efisiensi dan efektivitas yang jadi pertimbangan utama, prioritas sepatutnya diberikan kepada upaya pemulihan ekonomi nasional karena—seperti kata Kennedy—"pasang naik mengangkat semua perahu dan menenggelamkan kebanyakan pulau karang". Persoalannya sekarang adalah bagaimana cara menghadirkan arus pasang itu. Jawabannya tak terlalu sulit. Megawati harus memilih tim ekonomi yang terbaik di negeri ini dan memberi mereka suasana kerja yang positif. Keamanan negara terus-menerus ditingkatkan, sementara semua kebijakan yang menyehatkan dan menyegarkan pasar diterapkan. Pasar memang bersifat abstrak, tapi reaksinya dapat diukur dengan mudah. Kebijakan ekonomi yang diterima pasar akan berbuah nilai rupiah yang melompat, laju inflasi yang melambat, dan pertumbuhan ekonomi yang mencepat. Kombinasi reaksi itu akan membuat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara mengempis sehingga berbagai kebijakan yang menyulitkan orang banyak—seperti menaikkan berbagai tarif jasa pelayanan umum—dapat diminimalkan. Bila ini terjadi, stabilitas pemerintahan semakin mantap, kepercayaan konsumer dan investor meningkat, dan membuat nilai rupiah kembali menguat, dengan segala dampak berantainya pada penurunan laju inflasi dan melompatnya pertumbuhan ekonomi. Walhasil, Indonesia akan berada kembali dalam spiral yang terus-menerus membawa Indonesia ke suasana yang lebih sejahtera dan penuh harapan. Jalan untuk membawa Indonesia ke jalur ini sudah tersedia di depan mata. Para ekonom Indonesia bersama mitranya dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan berbagai lembaga donor lainnya telah memasang rel ke tujuan. Tugas Megawati tinggal memilih masinis dan awak lokomotif penghela yang dianggap paling mampu membawa kereta ekonomi nasional di atas rel yang ada secepat dan sekaligus seaman mungkin. Kemampuan ini tentu tak hanya dalam kapasitas pribadi, tapi juga kerja sama tim. Salah satu faktor penyebab mengapa tim ekonomi pemerintahan B.J. Habibie mampu menjalankan tugasnya dengan cukup baik dan cepat adalah karena kekompakan tim. Strategi Habibie berkonsentrasi hanya memilih menteri koordinator dan membiarkan para menko menyusun kelompoknya sendiri terbukti tepat. Megawati tak perlu malu meniru metode ini. Soalnya, cara lain berisiko lebih tinggi. Kegagalan kabinet pemerintahan Abdurrahman Wahid boleh dikata terjadi bukan karena kemampuan individu para menteri, melainkan kelemahan dalam bekerja sebagai tim. Ketidakkompakan itu terjadi karena kepentingan membagi kursi kabinet kepada partai politik menyebabkan penentuan jabatan menteri disandarkan pada masing-masing individu. Gus Dur tampaknya mengulangi kesalahan klub sepak bola Cosmos, yang mencoba membuat kesebelasan paling unggul di dunia dengan mengumpulkan para pemain terbaik di posisi masing-masing. Sejarah membuktikan kesebelasan Cosmos sebagai klub yang sangat mahal pembentukannya tapi acap kali menjadi pecundang di berbagai pertandingan. Megawati tak boleh mengulangi kesalahan ini. Untuk itu, ia harus diberi kebebasan seluas-luasnya dalam memilih para menteri utama kabinetnya. Semua partai politik tentu dipersilakan menawarkan jagoan masing-masing, tapi harus menghormati hak prerogatif presiden dalam menyusun kabinetnya. Para menteri utama itu juga sepatutnya diberi kesempatan yang besar untuk memilih anggota kelompoknya, dengan catatan pertimbangan utamanya adalah pada kemampuan menjalankan tugas yang dibebankan. Bila prinsip-prinsip ini dijalankan, besar kemungkinan pemerintahan Megawati akan menghasilkan tim ekonomi andalan, tanpa harus berisi hanya nama para bintang. Tugas utama mereka adalah memastikan suksesnya perundingan Paris Club pada September mendatang dan digelarnya rancangan APBN yang bermutu pada saat Presiden Megawati membacakan pidato kenegaraan, 16 Agustus mendatang. Selain itu, tim ini juga harus bekerja keras agar pemulihan sektor perbankan nasional dapat berjalan cepat. Kinerja BPPN perlu ditingkatkan hingga berbagai aset di lembaga itu dapat selekasnya dijual ke kalangan swasta dengan harga yang optimum. Restrukturisasi berbagai korporasi yang masih juga terhambat wajib digalakkan kembali dengan sekaligus memastikan peradilan niaga berjalan sesuai dengan hukum dan menghasilkan keputusan-ke-putusan yang sesuai dengan standar baku internasional. Setelah ini semua dijalankan, evaluasi perlu dilakukan. Sebab, pada saat itu pilihan untuk menjalankan kebijakan ekonomi dengan berbagai nuansa politik—misalnya soal prioritas antara pertumbuhan dan distribusi—sudah saatnya diperdebatkan. Tapi, sekarang soal ini ditunda dulu. Biarkan Megawati me-micu dulu arus pasang untuk "mengangkat semua perahu".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus