Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kabinet Penting, Korban Bencana Lebih Genting

Bencana di mana-mana, perhatian pemerintah begitu minim.

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI akhir pekan lalu, sudah 50 mayat korban banjir dan longsor di Pulau Nias ditemukan, sementara 200 orang lagi dinyatakan hilang. Di Padang, 20 ribu rumah terendam air bah. Di Kalimantan Tengah, sekian ribu penduduk pedalaman terancam mati kelaparan akibat transportasi sungai macet gara-gara airnya surut. Di seluruh Kalimantan, penduduk dibekap asap yang berasal dari hutan yang terbakar. Di Jakarta? Presiden, Wakil Presiden, para petinggi partai, dan para (calon atau bekas) menteri sibuk banget-banget: mempersiapkan kabinet baru, membagi-bagi posisi kementerian. Tugas membentuk kabinet jelas penting: bukankah salah susun bisa membuat pemerintahan baru "di-Gus-Dur-kan" dan ter-ancam tak bertahan sampai 2004? Tapi semoga yang di pusat tak berpikir: soal bencana tolong bersabar; bukankah nanti Menteri Pekerjaan Umum yang baru, juga Ibu Menteri Sosial yang baru, segera mengurusnya? Atau berpikir begini: tolonglah pemerintah daerah dulu turun tangan; sekarang ini pokoknya kami di pusat harus memberikan prioritas utama kepada jatah kursi, kursi, kursi. Jangan lupa, ini tugas mulia. Kursi menentukan nasib bangsa, lo, bukan terbatas penduduk yang dilanda bencana saja, tapi seluruh tumpah darah Indonesia…. Mana yang lebih penting? Kami tak ingin mewakili ibu-bapak petinggi di Istana untuk menjawabnya. Tapi, sampai hari terakhir pekan lalu, belum sepotong pernyataan pun meluncur soal bencana ini, belum satu tapak sepatu pejabat pusat pun menapaki lokasi bencana. Jam demi jam, hari demi hari berlalu, jumlah korban bertambah seperti deret ukur: kemarin masih 20-an, hari ini sudah 50-an korban Nias ditemukan. Sudah begitu, kabinet juga tak kunjung dibentuk. Kabarnya, Kamis atau Jumat men-datang, kabinet "keruk-nasi" atau kerukunan nasional itu bakal terbentuk. Artinya, empat atau lima kali 24 jam lagi penduduk di lokasi bencana harus sabar menunggu…. Majalah ini mengingatkan, jangan sampai kasus bencana gempa bumi di Bengkulu, Juni 2000 lalu, terulang dalam menangani Nias. Korban gempa itu cukup luar biasa: 87 tewas dan 642 luka berat. Tapi Presiden Abdurrahman Wahid malah meneruskan lawatannya ke luar negeri. Wakil Presiden Megawati akhirnya sempat menjenguk Bengkulu, walau agak terlambat. Kedatangan Presiden dan Wakil Presiden bagi masyarakat sebenarnya sangat penting sebagai ungkapan simpati atas penderitaan yang sangat. Maka, di tengah kesibukan menyusun kabinet—di Bogor, Presiden sempat menengok bunga bangkai yang tengah mekar—penting benar bencana di berbagai daerah ini secepatnya ditanggulangi. Bila kementerian sosial belum terbentuk, Presiden bisa saja membentuk panitia sementara untuk mengurus bantuan pangan dan obat-obatan atau memperbaiki rumah yang rusak. Panitia sementara itu bisa melekat di Sekretariat Negara agar Presiden bisa langsung mengawasinya. Perhatian untuk mereka yang menderita tentu akan meng-undang simpati yang luas. Bukankah itu penting untuk seorang presiden yang baru dipilih?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus