Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

BPPN, Debitur, dan Komitmen

Restrukturisasi kredit macet kini merupakan agenda utama BPPN. Tapi, kalau kreditur ceroboh dan debitur jelas-jelas nakal, sidang pengadilan tentu merupakan solusi yang amat tepat.

27 Juni 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembenahan kredit macet, yang jumlahnya menurut Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Rp 230 triliun—ada yang memperkirakan Rp 380 triliun; Amien Rais menyebut Rp 600 triliun—kini memasuki tahap yang lebih menentukan. Mei lalu, BPPN mengumumkan nama 20 debitur kakap, sedangkan 30 Juni ini adalah hari terakhir bagi 200 debitur kredit macet untuk menandatangani letter of commitment alias akta pernyataan kesanggupan. Sampai 25 Juni, sudah 174 debitur yang bersedia meneken, termasuk orang yang dulu dianggap kebal seperti Bob Hasan, yang namanya di luar dugaan tidak termasuk dalam lima besar debitur macet. Anehnya, justru dalam kelompok lima besar itu mencuat nama-nama tak dikenal. Sebut saja Moertomo Basoeki dari PT Margabumi Matraraya (debitur macet terbesar ketiga) dan Mulianto Tanaga dari PT Multi Strada (debitur macet terbesar kelima). Moertomo sebetulnya berutang Rp 222 miliar pada Bank Exim, tapi kemudian terjerat kerugian transaksi derivatif sebesar Rp 2,75 triliun. Ironisnya, transaksi derivatif itu diusulkan dan juga dilakukan oleh Bank Exim. Untuk menutup kekalahannya, PT Margabumi wajib melunasi utang sampai tahun 2016. Kasus ini menunjukkan bahwa kredit macet tidak semata-mata terjadi karena kesalahan debitur, tapi bisa juga disebabkan oleh kecerobohan kreditur. Dalam hal PT Timor Putra Nasional (debitur kakap nomor satu), dosanya sekaligus harus dipikul oleh debitur dan kreditur—yang terakhir ini karena tidak berani menolak permintaan kredit yang diajukan Tommy Soeharto. Adapun PT Multi Strada adalah debitur pencoleng kelas kakap yang begitu gampang menghambur-hamburkan pinjaman bank, lalu pemiliknya (Mulianto Tanaga) hengkang ke mancanegara. Tapi, sesuai dengan "janji" untuk tidak memasang wajah angker, BPPN bersikukuh melakukan restrukturisasi atas kredit macet yang nilai totalnya Rp 230 triliun itu. Namun, belakangan BPPN memutuskan bahwa hanya 80 persen dari Rp 230 triliun yang layak direstrukturisasi, sedangkan 20 persen sisanya (sekitar Rp 46 triliun) mungkin akan disita atau perusahaannya dipailitkan. Masalahnya, siapkah BPPN? Soalnya, agar restrukturisasi sukses, utang debitur harus dijadwalkan kembali. Begitu pula perpanjangan jangka waktu pinjaman dan restrukturisasi bunga pinjaman. Selain itu, diperlukan tambahan modal. Yang jadi masalah, mampukah BPPN membiayainya? Juga, apakah BPPN benar-benar tangguh menghadapi debitur yang licik-licik itu? Adakah jaminan bahwa restrukturisasi benar-benar efektif sehingga tidak akan menjadi "jebakan" bagi BPPN? Dan apakah BPPN cukup independen sehingga tidak perlu cemas menghadapi orang-orang kuat yang selama ini selalu bersedia melindungi debitur kakap? Restrukturisasi kredit macet mungkin saja membawa hasil positif, asalkan semua jajaran terkait mendukungnya, termasuk para menteri bidang ekonomi, keuangan, dan industri, Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, Gubernur Bank Indonesia, para jaksa, dan para hakim. Tapi, agar restrukturisasi itu bukan sekadar sandiwara, memberikan ganjaran sita agunan dan menuntut pengusaha seperti Mulianto Tanaga ke pengadilan tentu bisa menjadi awal yang baik. Dan awal yang baik ini tampaknya tidak terlalu sulit untuk dilakukan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus