Kita berkejaran dengan waktu. Tetapi kita semakin banyak memelihara dan menciptakan hantu. Salah satu hantu yang populer itu bernama deadlock. Hantu ini dikaitkan dengan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR nanti, yang menurut jadwal, kalau tidak diubah-ubah lagi, tanggal 10 November 1999.
Siapa percaya hantu deadlock? Banyak, terutama para elite politik. Deklarator Partai Kebangkitan Bangsa yang juga Ketua Umum PB NU Abdurrahman Wahid termasuk yang "takut" pada hantu ini. Karena itu, ia punya usul pemisahan kepala negara dan kepala pemerintahan. Kalau sampai di sini usulnya, ya, masih bisa dikaji karena pernah terjadi. Tapi, kalau usul itu ditambah embel-embel kepala negara merangkap ketua MPR, wah, agak membingungkan.
Hantu deadlock juga menakutkan B.J. Habibie, presiden ketiga yang bersemangat menahan munculnya presiden keempat. Beberapa hari setelah menerima Gus Dur, Habibie menerima Ketua Umum PPP Hamzah Haz untuk bersepakat mencegah datangnya deadlock itu. Tak jelas benar apa kesepakatan mereka kecuali kata-kata hampir klise: "sependapat untuk menjalin persepsi yang sama agar dalam Sidang Umum MPR nanti tidak terjadi deadlock." Apa persepsi itu, tak disebutkan Hamzah. Namun, A.M. Saefuddin, salah satu ketua PPP, belakangan secara terbuka menyebutkan calon presiden PPP adalah B.J. Habibie.
PPP tampaknya mulai sadar akan "kekalahannya" jika masih mempertahankan Hamzah Haz sebagai calon presiden. Amien Rais, Ketua Umum PAN, sudah lebih dulu menunjukkan kekesatriaannya dengan menyatakan tidak memaksakan diri sebagai calon presiden, mengingat perolehan suara PAN kecil. Dengan demikian, calon presiden yang ramai pada masa kampanye lalu sudah berguguran. Yang masih kuat bertarung hanyalah Habibie dari Partai Golkar dan Megawati dari PDI Perjuangan.
Lalu, dari mana datangnya kebuntuan? Pemilihan presiden secara aklamasi dengan musyawarah mufakat memang tak mungkin lagi terulang, selain tidak mendidik. Dan itu bukan kebuntuan (deadlock) karena pemilihan itu sendiri justru "belum terjadi". Suara 700 anggota MPR harus diambil, dan itu disebut—supaya keren dalam bahasa Inggirs—voting. Apa ya suara itu terbagi dua sama rata, 350 untuk Habibie dan 350 untuk Megawati? Pasti ada yang dapat lebih, lalu ada yang dapat kurang, walau selisihnya satu. Selisih itu sudah cukup untuk melahirkan presiden baru.
Deadlock Sidang Umum MPR karena kuorum tidak tercapai juga sangat musykil. Memang, jika kita berandai-andai, bisa saja itu terjadi. Katakanlah ada 235 anggota MPR yang mendadak pilek sehingga tak bisa datang ke Senayan, itu berarti tak bisa memenuhi syarat dua pertiga dari anggota MPR yang berjumlah 700 orang. Jumlah 235 itu besar sekali untuk ukuran saat ini. Tidak ada sebuah fraksi pun punya jumlah anggota sebanyak itu. Artinya, paling tidak dua fraksi yang anggotanya pilek semua. Apakah ini juga kita jadikan sebagai hantu baru untuk menambah deretan hantu? Mari realistis, Bung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini