KONGRES ke-12 Partai Komunis Cina (PKC) yang baru saja berakhir
sebenarnya tidak menelurkan hal yang mengejutkan. Apa yang
diumumkan hasil kongres merupaa klimaks/antiklimaks perkembangan
politik di negeri satu milyar manusia itu sejak Septemher 1976.
Namun, satu hal yang jelas: Kedudukan Deng Xiaoping makin
kokoh.
Kalau kita menengok ke belakang, serentetan kejadian sejak akhir
tahun 1976, tatkala Mao meninggal, menunjukkan proses
Demaoisasi. Walaupun itu dijalankan secara terselubung. Lihat
saja: Jiang Qing (janda Mao) dan rekan-rekan radikalnya
digulung. Itu disusul dengan kembalinya Deng buat kedua kalinya,
ditambah dengan tergesernya Ketua Hua Guofeng ke kedudukan yang
tidak begitu penting. Padahal, konon Hua ditunjuk oleh Mao
secara pribadi dengan sabda terkenal, "Kau yang mengatur, aku
jadi lega" (Ni Bashi Wo Fangxin).
Beberapa ahli Cina, seperti Joseph Camilleri, berpendapat bahwa
proses Demaoisasi dan deradikalisasi sebenarnya sudah dimulai
sejak musim semi tahun 1973. Ketika itu Deng direhabilitasikan
oleh mendiang PM Zhou Enlai. Dalam Agustus tahun itu juga ia
duduk kembali dalam Politbiro Partai. Ada lagi para pengamat
Cina yang mengatakan bahwa proses itu sudah berjalan sejak awal
lagi. Menurut pendapat terakhir ini tewasnya Lin Biao dalam
tahun 1971 merupakan awal kejatuhan radikalisme yang membawa ke
arah politik Demaoisasi seperti sekarang.
Sejak akhir tahun 1970-an, proses Demaoisasi memang dijalankan
di segala front. Dalam bidang politik dan pendidikan
dikipas-kipaskan bahwa tidak semua apa yang dikatakan Mao bnar.
Dalam beberapa hal, katanya, seringkali Lin Biao dan klik Jiang
Qing mencatut nama dan ajaran Mao untuk ambisi politik mereka
dalam persiapan merebut kekuasaan.
Kampanye tadi dikombinasikan dengan membuat citra Mao sedikit
buram. Misalnya Mao dianggap tidak akan berhasil memimpin
revolusi tanpa bantuan rekan-rekan separtai yang lain. Li
Dazhao, tokoh pendiri partai di tahun 1920-an dianggap sebagai
Bapak Marxisme di Cina. Zhou Enlai digambarkan sebagai "Nakhoda
Kedua" yang mendampingi "Nakhoda Agung" Mao. Mendiang Zhu De
mendapat kehormatan sebagai "Bapak Tentara Pembebasan" sedangkan
Liu Shaoqi, yang di zaman Revolusi Kebudayaan dicap sebagai
"Pejalan Kapitalis No. 1", direhabilitasikan namanya secara
anurmerta. Demikian pula mendiang Marsekal Peng Dehuai yang
berani mengecam program Lompatan Jauh ke Muka Mao di tahun
1950-an.
Semua itu merupakan kampanye terencana tak langsung buat
mendiskreditkan Mao. Kampanye itu dilakukan dengan metode
Membunuh Mao dan Maoisme dengan Maoisme, dan dijalankan pula
dengan jubah Maoisme. Barangkali dengan melangsungkan kongres
partai dan mengumumkan hasilnya secara terbuka, Deng dkk
berpendapat waktunya sudah matang untuk menjalankan hal-hal yang
berlawanan dengan ajaran Mao secara institusional.
Walaupun hasil kongres yang dihadiri oleh 1.574 anggota delegasi
dan 147 delegasi pengganti itu tidak merupakan kejutan, tidak
berarti itu tidak punya arti penting. Bahkan boleh dibilang
merupakan suatu tonggak sejarah, seperti yang dikatakan oleh
Ketua Hu Yaobang dalam pidato pembukaan: "Perubahan historis
yang menciptakan tugas besar bagi kita."
Ada empat masalah politik yang jadi tema kongres, yakni
perubahan konstitusi, penyusutan dan tertib organisasi,
regenerasi pimpinan, dan rencana pelaksanaan kampanye pembetulan
atau rektifikasi. Yang paling drastis dari semua itu adalah
penghapusan kedudukan ketua partai.
Sejak tahun 1945 kedudukan ketua diciptakan dan dipegang Mao,
bahkan sinonim dengan nama Mao. Sebagai ketua, Mao bisa
menguasai partai. Baru pada tahun 1955 kekusaan Mao dikurangi
dengan diciptakannya kedudukan sekjen, maksudnya untuk
membantu ketua dalam urusan organisasi partai. Di sinilah
kerunyaman mulai timbul, karena Deng sebagai sekjen dulu sering
bertindak sendiri, tanpa konsutasi dengan Mao. Mao pernah
mengeluh bahwa "kawan Deng itu tuli. Tapi dalam setiap rapat
partai duduknya selalu jauh dari saya."
PENGHAPUAN kursi ketua nampaknya untuk mencegah dualisme
kebijaksanaan yang menunjang timbulnya konflik. Sekarang
organisasi PKC mirip dengan Partai Komunis Uni Soviet. Wewenang
dipusatkan pada sekjen yang akan mengetuai Politbiro dan
Sekretariat. Adalah Hu Yaobang (bekas ketua, yang bersekutu
dengan Deng) yang terpilih sebagai sekjen.
Sesuai dengan tertib organisasi, kongres memutuskan untuk
mencegah terulangnya kultus individu. Pidato Hu yang diterima
sebagai hasil kongres menyatakan antara lain: "Dalam masalah
ideologi kita mencampakkan belenggu dogmatisme dan kultus
individu yang sudah lama merajai pemikiran kita. Kini kita
kembali pada garis ideologi Marxisme yang mencari kebenaran dari
fakta."
Sejak tahun 1977 "mencari kebenaran dari fakta" (Shi shi qiu
shi) telah jadi semboyan politik Deng. Hu seterusnya mengatakan
bahwa partai mulai sekarang akan mendorong terciptanya pimpinan
kolektif.
Banyak tokoh senior yang mesti mundur. Masalah regenerasi memang
merupakan hal yang mendesak. Para pemimpin PKC masih terdiri
dari generasi revolusi, artinya mereka yang bergabung dengan
partai sekitar masa Long March (pertengahan tahun 1930-an) dan
dalam periode Yanan (sekitar awal sampai pertengahan tahun
1940-an). Ada juga orang relatif muda yang bergabung setelah
pembebasan (akhir tahun 1940-an), tapi golongan terakhir ini
belum menduduki posisi kunci. Bahkan kebanyakan posisi puncak
masih berada di tangan orang yang segenerasi dengan Mao.
Keputusan kongres ke-12 antara lain melancarkan proses
regenerasi.
Tema terakhir yang cukup menarik adalah pidato Hu yang berkenaan
dengan masalah pendidikan kembali dan kampanye pembetulan. Hu
mengatakan bahwa suatu kampanye pembetulan yang menyeluruh untuk
mengoreksi langgam kerja partai dan konsolidasi organisasi akan
dimulai sekitar awal tahun depan secara bertahap. Perubahan
seperti itu, kata Hu, penting karena "sejak tahun-tahun terakhir
ini kerja partai makin buruk."
Belum ada kabar terperinci yang menerangkan tahap tahap kampanye
itu, namun Hu mengatakan rencana pendaftaran kembali seluruh
anggota partai. Sedangkan konstitusi partai yang baru, kata Hu,
akan menuntut persyaratan tinggi untuk mereka yang ingin masuk.
Ini berarti menyangkut nasib sekitar 40 juta anggota.
Para pengulas masalah Cina umumnya berpendapat, sasaran kampanye
itu sebenarnya adalah mereka yang masuk partai selama Revolusi
Kebudayaan, di masa jayanya kaum radikal. Jumlah mereka cukup
besar, sekitar 50 % dari seluruh anggota. Berat dugaan kampanye
itu ditujukan untuk membersihkan partai dari anasir radikal.
Menarik sekali diikuti bagaimana kedudukan Deng (otak
modernisasi dan Demaoisasi) dalam partai. Ia pernah berikrar,
hanya mau nonaktif kalau usianya mencapai 80 tahun, dua tahun
lagi. Sekarang ia belum pensiun. Selain memimpin Komisi Urusan
Militer, suatu kedudukan yang sangat penting Deng juga jadi
Ketua Dewan Penasihat Pusat partai. Bahkan Deng juga terpilih
duduk dalam Komite Tetap Politbiro - jabatan inti yang paling
berpengaruh--bersama Sekjen Hu (67 tahun), Marsekal Ye Jianying
(85 tahun), PM Zhao Ziyang (64 tahun), Li Xiannian dan Chen Yun
(keduanya 77 tahun).
Ye Jianying, yang sudah tua renta itu, sering didampingi empat
perawat. Toh ia masih tetap dipelihara dalam Politbiro untuk
memuaskan tentara yang kabarnya tidak begitu puas dengan
kebijaksanaan Demaoisasi. Tentara pun, konon, kecewa karena
anggaran belanja harus mengalah pada tiga elemen lain dalam
program empat modernisasi.
Tapi Hua Guofeng (ahli waris kepemimpinan Mao), yang lebih muda
(61 tahun), masuk kotak. Walaupun tetap dipelihara--tentu
sebagai kambing hitam--dalam Komite Sentral (210 anggota), Hua
disingkirkan sepenuhnya dari Politbiro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini