Perkelahian antarpelajar atau remaja kini, tampaknya, menjadi hobi. Sebab, sifat dan asal-muasalnya tak jelas. Dulu, bisa terjadi, misalnya, sepulang sekolah, mereka beriring-iringan ke lapangan mengantarkan dua orang yang mau berkelahi. Seusai perkelahian, mereka pulang bersama-sama lagi dari gelanggang. Itu bisa terjadi karena sebab-sebabnya jelas. Yakni ada sesuatu yang menjadikan mereka bersepakat untuk baku hantam. Perkelahian anak-anak sekarang bukan saja karena penyebabnya tak jelas. Para pelajar yang terlibat tidak tahu Persis siapa musuh bertandingnya. Seorang anak bisa saja diserang tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Pihak penyerangnya pun sukar dikenali, artinya secara individu. Lagi pula, biasanya, serangan dilancarkan kepada pihak-pihak yang, paling kurang pada waktu itu, berada dalam keadaan lebih lemah. Berdasarkan pengamatan, saya hampir bisa memastikan bahwa remaja yang terjaring pihak berwajib dari perkelahian masal itu bukan anggota perguruan bela diri. Mereka justru dari kalangan yang tak tahan menjalani latihan yang biasa diberikan perguruan-perguruan bela diri. Lucunya, anak-anak nakal, bahkan mereka yang jahat sekalipun, sesungguhnya, kini tak pernah berkelahi lagi. Jadi, berkelahi memang hanya salah satu sifat buruk remaja-remaja sekarang. Dan, remaja yang sama itu pula yang menyeberang jalan sembarangan. Mereka marah, bila diperingatkan dengan klakson. Sifat buruk lainnya, mereka tak bisa membedakan waktu belajar, bermain, jam makan, dan sebagainya. Karena itu, mereka tak mempunyai kebanggaan. Rasa malu pun tipis. Disiplin dan rasa malu harus ditanamkan sejak dini. Kebiasaan bermain dalam batas-batas peraturan sudah harus ditanamkan sejak kecil. Karena itu perkumpulan-perkumpulan olahraga, musik, kesenian, dan Pramuka menjadi penting. Perkumpulan-perkumpulan itu sudah harus menampung anak-anak sejak usia dini. Para orangtua tentu bebas memilih tempat anak-anak bermain sesuai dengan gaya pendidikan dan keyakinan yang mereka anut. Kalau anak-anak sudah mengetahui batasannya maka dia akan menghormati eksistensi orang lain. Orangtua dan guru tak perlu lagi membuat larangan yang berlebihan karena kenakalan remaja harus dilihat secara bersama: orangtua, guru, dan seluruh masyarakat dengan tolok ukur yang sama. KOES PRATOMO WONGSOYUDa Anggota Dewan Guru Inkai (Institut Karate-do Indonesia) Jalan Simprug Golf 8/BZ-3 Jakarta 12220
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini