Inilah kisah-kisah tercecer perihal guyonan Presiden Abdurrahman Wahid. Ternyata, guyonan Gus Dur itu tak hanya dilakukan di dalam negeri, tetapi juga menjadi senjata yang ampuh untuk diplomasi di luar negeri. Gus Dur sendiri sudah menceritakan lewat acara Jaya Suprana di layar televisi, bagaimana ia guyonan bersama Presiden AS Bill Clinton, sampai-sampai penguasa negeri adidaya ini diperingatkan para pembantunya karena menerima Gus Dur melewati batas waktu.
Rupanya, masih ada anekdot lain. Misalnya, ketika Gus Dur diterima oleh penguasa Kuwait. Obrolan ini penuh canda, dan tuan rumah sangat menikmatinya, apalagi Gus Dur memakai "bahasa tuan rumah", yaitu bahasa Arab. Saking santainya obrolan itu, penuh cekikikan, setengah jam berlalu tidak terasa. Lalu, karena protokol membatasi waktu, sisa yang tidak seberapa ini dimanfaatkan oleh Gus Dur untuk membicarakan utang-utang Indonesia. Penguasa Kuwait langsung saja sepakat mengurangi utang itu, dan kemudian malah menjanjikan investasi baru. Pembicaraan soal utang itu jadi sangat ringan karena kedua kepala pemerintahanan sudah "dimabuk tawa".
Gus Dur memang memberikan suasana baru dalam menjalankan roda pemerintahan. Rileks dan jauh dari suasana angker. Ceplas-ceplosnya bisa menghilangkan ketegangan. Dalam kunjungan maratonnya ke luar negeri, suasana ceria itu selalu menyertainya. Beberapa pengamat mengatakan, diplomasi guyonan ini bukan saja mencairkan kekakuan, tetapi juga memberikan kesan bahwa Indonesia yang ditinggalkan Gus Dur aman-aman saja. Gus Dur tak perlu membantah isu-isu gawat di dalam negeri di setiap negara yang dikunjunginya, katakanlah seperti isu kudeta. Sebab, kalau ia ditanya soal itu, Gus Dur akan menjawab: tidurnya selalu nyenyak. Bahkan suatu kali di sebuah negara, Gus Dur menyebutkan salah satu hasil perjalanannya ke luar negeri adalah menikmati tidur yang panjang. Ini tentu bergurau, tetapi perkara tidur panjang di perjalanan udara itu boleh jadi juga benar.
Sekilas, tak ada yang perlu dicemaskan oleh diplomasi guyonan ini. Kesan militerisme yang angker, yang melekat pada para pemimpin bangsa ini, sudah berangsur-angsur dilupakan orang. Indonesia memasuki babak baru. Tetapi, toh banyak orang cemas, jika guyonan Gus Dur overdosis di dalam negeri. Sebagus apa pun guyonan itu, kalau sudah kelewat batas—baik porsi maupun jenisnya—akan segera berubah menjadi kerutinan dan berangsur-angsur kehilangan daya humornya. Srimulat boleh manggung tiap minggu, tetapi begitu kerutinan menghinggapi para pendukungnya, penonton mulai jenuh dan beralih ke Ketoprak Humor, misalnya. Maka, jika ada yang kita sarankan buat Gus Dur, itu tak lain, jagalah ritme dalam melontarkan guyonan. Lihat-lihat situasinya, dan jangan sembarang guyon, Gus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini