Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Diskriminasi sekolah umum dan ...

Pelayanan pemerintah dalam pendidikan belum adil, kalau kita bandingkan sekolah lanjutan umum (sma), dengan sekolah kejuruan (stm) dalam hal melanjutkan ke perguruan tinggi dan lapangan pekerjaan. (kom)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELAYANAN pemerintah dalam bidang pendidikan belumlah dapat dikatakan adil. Terutama kalau kita membandingkan sekolah lanjutan umum (SMA) dengan sekolah kejuruan misalnya STM. Ketidakadilan dialami siswa-siswa sekolah yang tersebut belakangan dan sekolah kejuruan lainnya. Seorang lulusan STM, tidak dapat dengan mudah memasuki perguruan tinggi (fakultas teknik) -- meski dasar-dasar teknik telah mereka pelajari selama tiga tahun. Tapi sebaliknya lulusan SMA (Paspal) dengan mudah dapat masuk, karena bahan tes masuknya berdasar atau dengan patokan pelajaran SMA Paspal. Alasan utama kurang berhasilnya lulusan STM dan sekolah kejuruan lainnya diterima di perguruan tinggi adalah: lemah/kurangnya penguasaan mereka dalam Ilmu Pasti. Memang, Ilmu Pasti sangat penting dalam dunia teknologi karena merupakan pengetahuan dasar. Tapi fakultas teknik bukan bertujuan menghasilkan sarjana Ilmu Pasti, tetapi sarjana teknik. Seorang mahasiswa teknik tidak perlu mempelajari secara mendalam dan mengulas sampai tuntas dari mana asal sebuah rumus Ilmu Pasti. Yang harus dipelajarinya adalah bagaimana menerapkan rumus tersebut sehari-hari sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Seorang ahli Ilmu Pasti belum tentu ahli pula dalam bidang teknologi, meskipun teknologi itu aplikasi Ilmu Pasti. Tetapi begitulah. Lulusan STM ditolak dengan halus di fakultas teknik. Demikian pula lulusan SPMA. Maka berbahagialah lulusan SMA (Paspal). Sekolah kejuruan memang didirikan untuk menghasilkan tenaga kerja menengah setelah lulus diharap dapat berdiri sendiri. Itu idealnya. Kenyataannya, tidak semua lulusan sekolah kejuruan dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah, meski telah dibekali "keterampilan" baik sebagai tenaga kerja pemerintah, swasta ataupun wiraswasta. Lapangan pekerjaan bagi mereka masih sempit: ketidakadilan terasa pula. Kalau kesempatan melanjutkan pelajaran bagi lulusan STM dan sekolah kejuruan lainnya dibatasi dengan ketat, maka imbalannya: lapangan pekerjaan bagi mereka harus diutamakan. Artinya lulusan SMA Paspal harus dibatasi pula dalam mengisi lowongan yang diperuntukkan bagi lulusan sekolah kejuruan. Kenyataan menunjukkan: lulusan SMA Paspal banyak yang mengisi lowongan pekerjaan yang seharusnya diisi oleh mereka yang sudah punya keterampilan. Benarlah anggapan orang: sekolah umum (dalam hal ini SMA Paspal) adalah sekolah/jurusan yang paling bagus dan "fleksibel". Lulusan SMA Paspal dapat masuk ke jurusan eksakta/sains di samping jurusan noneksakta/sains seperti Hukum, Ekonomi, Sospol, Seni Rupa, Psikologi, Geografi, Sejarah serta lainnya, yang berarti mengurangi jatah bagi lulusan sekolah lain. Seyogyanya, dalam mengisi lowongan pekerjaan, instansi/jawatan/perusahaan ybs. mentes calon pegawainya sesuai dengan kebutuhan. Misalnya untuk mengisi lowongan di Departemen Keuangan dites dengan pengetahuan seperti Tata Buku, dsb. Kalau dalam tahun-tahun mendatang lulusan STM dan sekolah kejuruan lainnya tidak boleh lagi masuk perguruan tinggi, maka kesempatan mencari pekerjaan harus bctul-betul diprioritaskan. Untuk itu kurikulumnya harus disempurnakan lagi, sehingga betul-betul dapat menghasilkan tenaga kerja menengah yang 'siap pakai'. Juga pemerintah hendaknya tegas: yang dari jurusan eksakta harus tetap melanjutkan ke jurusan yang sama, sehingga nantinya ada perimbangan antara tenaga ahli eksakta/sains (yang dewasa ini dirasa amat kurang) dengan sarjana/ ahli non eksakta/sains. Semoga Komisi Pembaharuan Pendidikan, yang sedang menyusun konsep, dapat menghasilkan sistim pendidikan yang cocok dengan tuntutan pembangunan. NAZIRUDDIN L Mhs. FKT IKIP Malang, No. Reg, 77516428, Jln. Semarang 5, Malang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus