Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

"cahaya" jangan datang di laut ...

Pertemuan menhankam jenderal m. yusuf dengan predisen soeharto di bina graha menghasilkan "pemerintah indonesia mulai 12 juni tidak menerima pengungsi vietnam lagi". (nas)

23 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Menhankam Jenderal Jusuf tampak keras Selasa pekan lalu seusai pertemuannya dengan Presiden Soeharto di Bina Graha. "Pemerintah Indonesia mulai 12 Juni ini tidak memperkenankan lagi pengungsi Vietnam memasuki wilayah Indonesia," katanya pada wartawan yang mengerubunginya. Menurut Jusuf, kalau tidak distop sekarang jumlah pengungsi ini akan bertambah sampai beberapa puluh ribu lagi. "Dengan segala kerendahan hati dan mengingat sendi-sendi perikemanusiaan, dengan terpaksa Indonesia mengeluarkan sikap demikian karena berbagai hal yang ada pada masyarakat Indonesia sendiri harus diatasi," ujar Menhankam. Sebelum Presiden memberikan petunjuknya hal ini sudah dibicarakan dulu dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja. Rencana pusat pemrosesan tetap akan dilanjutkan sesuai dengan kesepakatan bersama. Larangan ini bukan berarti Indonesia mengesampingkan segi kemanusiaan, tapi "Tentunya semua itu harus ada batasnya," kata Jusuf. Tampaknya keputusn ini didorong hasil pengamatan Menhankam setelah kunjungannya belum lama ini ke Riau. Jumlah pengungsi memang membengkak cepat beberapa bulan terakhir ini. Awal Pebruari lalu baru sekitar 4000 orang. Pada 27 April lalu jumlah ini melonjak jadi 11.060, kemudian pada 21 Mei jadi 19.024. Pada 14 Juni lalu, jumlah ini meningkat menjadi 31.057. Berapa yang sudah diterima bermukim di negara ketiga? Pada 1976 hanya 102, kemudian meningkat menjadi 191 orang pada 1977. Tahun lalu 541 orang dan tahun ini sampai 14 Juni lalu 1183 orang. "Jelas kran yang mengalir masuk terbuka lebar sedang yang mengucur keluar hanya setetes-setetes," kata seorang petugas penanggulangan pengungsi dari Deplu. Jadi? "Kalau situasi ini dibiarkan terus, kita bisa hancur," jawabnya. Derasnya jumlah pengungsi yang masuk mencemaskan para pejabat Indonesia. Pengungsi ternyata sudah mendamparkan diri di hampir semua kecamatan kepulauan Natuna, bahkan di beberapa tempat yang semula diduga tidak mungkin didarati. Di kecamatan Jemaja yang berpenduduk sekitar 6000 jiwa, jumlah pengungsi sudah mencapai 12 ribu orang. Harga kebutuhan sehari-hari melonjak, kota atau desa kotor, penduduk resah. Semuanya karena pengungsi. Hal ini rupanya yang disaksikan Menhankam. Tampaknya kenyataan bahwa lebih separuh pengungsi adalah keturunan Cina membuat para petugas keamanan juga lebih waspada. Lebih lagi beredar desas-desus bahwa ada mata-mata Vietnam yang menyusup di antara pengungsi, walau hal ini belum pernah terbukti. "Kepulauan Riau sangat terbuka. Mungkin saja ada di antara mereka yang nanti bisa menyelip keluar. Kalau ada 10% di antara mereka yang 'menguap' kan bahaya," ujar seorang perwira menengah Hankam. Pendapat ini tampaknya mewakili pandangan aparat keamanan, dan ternyata akhirnya sikap ini yang "menang." Maka keluarlah keputusan 12 Juni. Mengapa jumlah pengungsi meningkat cepat? Pangdam III/17 Agustus Brigjen Sularso pekan lalu di Padang mengatakan: adanya rencana pusat pemrosesan di Galang telah menyebabkan meningkatnya arus pengungsi ini. Betulkah ini? "Sangat tidak fair untuk menyalahkan rencana pusat pemrosesan sebagai satu-satunya sebab meningkatnya arus pengungsi," kata Menlu Mochtar Kusumaatmadja pada TEMPO pekan lalu. Beberapa pengungsi memang mengatakan berita adanya pusat pemrosesan di Indonesia lebih mendorong mereka mengungsi. "Kami dengar itu dari BBC London," ujar Ho Dinh Que, seorang dokter yang kini jadi penghuni tempat penampungan Pasir Merah Tarempa. Tapi itu bukan satu-satunya alasan. Cuaca yang baik juga lebih cepat mendorong perahu pengungsi ke selatan. Dan di tengah laut mereka memperoleh petunjuk arah: sumur minyak Udang I di Natuna bagi para pengungsi terlihat bagai sebuah menara kota yang menggairahkan di malam hari. "Dari jarak 60 mil kami sudah melihat cahayanya," tutur Que. Ditambah lagi dengan mercu suar di pulau Mangkai, di utara Jemaja. Tidak heran hampir 70% dari 31 ribu pengungsi Riau kini menumpuk di daerah Natuna. Tapi sebab utama menderasnya arus pengungsi tampaknya diakibatkan sikap keras pemerintah Malaysia, Singapura dan Muangthai yang melarang kapal pengungsi memasuki perairan mereka. Hingga buat mereka tidak ada jalan lain kecuali masuk wilayah Indonesia. Lagi pula patroli laut Indonesia yang sejak akhir tahun lalu diperintahkan untuk ditingkatkan ternyata kurang berhasil membendung arus ini. Keputusan 12 Juni ini disambut dengan berbagai reaksi. "Keputusan itu sudah sangat terlambat dan seharusnya diambil sejak dulu," kata Amin Iskandar, anggota DPR dari fraksi PP. "Tidak perlu diplomasi-diplomasian. Terang-terangan saja kita minta pertanggungjawaban Vietnam. Kalau perlu kita kembalikan semua saja," sambungnya dengan enak tanpa menjelaskan bagaimana caranya. Rajagopalan Sampatkumar, Kepala Perwakilan Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi untuk Asia Tenggara dan Asia Timur, menyesalkan keputusan ini. "Penolakan masuknya pengungsi tidak akan menyelesaikan persoalan," katanya kepada A. Margana dari TEMPO. UNHCR akan terus menghimbau Asean untuk meninjau kembali keputusan ini, agar korban pengungsi lebih banyak bisa dihindarkan. Bagaimana pun juga, tampaknya keputusan para anggota Asean ini sulit untuk ditinjau kembali. Tidak adanya tanda-tanda bahwa Vietnam akan menutup arus pengungsi ini, ditambah keengganan negara-negara ketiga untuk menampung mereka, rupanya menyudutkan posisi negara anggota Asean. Terutama Muangthai, Malaysia dan Indonesia. Muangthai kebanjiran sekitar 240 ribu sejak tahun lalu. Jumlah pengungsi yang ditampung Malaysia bertahan di sekitar angka 70 ribu setelah menutup perairannya dari arus pengungsi baru. Tertutupnya arah selatan mungkin akan mendorong arus pengungsi ke arah lain, dan yang paling cemas adalah Hongkong. Koloni Inggeris ini sampai pekan lalu sudah kebanjiran lebih 50 ribu pengungsi. Tak heran, Gubernur Hongkong Sir Murray MacLehose dua pekan lalu mengunjungi Inggeris untuk meminta bantuan guna menghadapi arus "penyerbu berkaki telanjang" ini. Agaknya ini yang kemudian mendorong PM Inggeris Ny. Margaret Thatcher untuk menyerukan diadakannya sidang khusus di bawah pengawasan PBB untuk membicarakan masalah pengungsi. Soal pengungsi Indocina telah lama jadi ganjelan hubungan Asean-Vietnam. Pengungsi mulai mengalir ke luar Vietnam Selatan bahkan sebelum Saigon jatuh. Dan arus ini makin deras ketika dalam usaha penyatuannya, pemerintah Vietnam "membersihkan" masyarakat dari unsur-unsur yang kurang dia kehendaki. Bekas penduduk Vietnam Selatan tampaknya yang paling tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasi baru, terutama masyarakat keturunan Cina yang jumlahnya di Vietnam mencapai 1,2 juta. Banyak bukti bahwa ke luarnya para pengungsi ini dimungkinkan bahkan didorong oleh pemerintah Vietnam. Banyak pengungsi yang mengaku mereka harus membayar sekitar 10 tail emas untuk bisa pergi. Tidak sedikit pula yang diusir pergi. "Mereka nyata-nyata membantu tentara Cina. Jadi kita bedakan mana Cina yang warganegara Vietnam, mana yang Cina reaksioner. Yang reaksioner inilah yang ditangkap lalu diusir," kata Wakil Walikota Ho Chi Minh City Le Quang Chanh pada rombongan wartawan Indonesia yang berkunjung ke Vietnam bulan lalu. Diperkirakan saat ini sekitar 600 ribu orang telah mengungsi ke luar Vietnam. Menurut keterangan Vu Hoang, utusan khusus pemerintah Vietnam ke Pertemuan Jakarta pertengahan Mei lalu, masih ada sekitar 600 ribu orang lagi di Vietnam yang akan mengungsi. Pernyataan ini dianggap membuka kedok Vietnam bahwa memang arus pengungsi ini didalangi p~emerintah Vietnam sendiri. Bisa dimengerti bila negara anggota Asean mendongkol dan geram menghadapi situasi ini. Menteri Dalam Negeri Malaysia Tan Sri Gazali menuntut agar Vietnam selekasnya menghentikan "membuang sampah" ke halaman tetangganya. Wakil PM Malaysia Dr. Mahathir Mohammad bahkan mengancam untuk mengusir pergi lewat laut 76 ribu pengungsi Vietnam yang saat ini ditampung Malaysia. Muangthai juga bersikap keras dengan memulangkan secara paksa 80 ribu pengungsi Kamboja, sedang sekitar 150 ribu lainnya yang sudah tiba sejak tahun lalu masih diperbolehkan tinggal. Kemudian menyusul Indonesia dengan keputusannya 12 Juni lalu. Semua itu agaknya tambah membuat sulit masalah karena tak terlihat kemungkinan pemecahannya di waktu dekat ini. Mengapa Hanoi terus bersikap kaku? "Pengungsian ini juga menimbulkan kesulitan bagi Vietnam, kata Dubes Vietnam di Jakarta Tran My. Vietnam katanya telah berusaha mencegah arus pengungsi dengan membolehkan warganya meninggalkan Vietnam secara legal untuk menetap di negara lain. Sekitar 20 ribu saat ini sudah terdaftar untuk dikirim lewat UNHCR ke negara lain. Tapi cukup banyak dugaan bahwa ada sebab lain yang mendasar di balik sikap Vietnam ini. Menurut beberapa laporan kini sedang terjadi pergeseran kekuatan di pucuk pimpinan kekuasaan negara ini. Kelompok yang kurang suka dengan Uni Soviet, anggota-anggota partai yang terlalu tua serta yang keturunan Cina kabarnya sedang digeser. Kekuasaan Sekjen Partai Komunis Vietnam Le Duan diduga makin kuat sedang PM Pham Van Dong dan Jenderal Vo Nguyen Giap melemah. Apakah pergeseran ini yang mempengaruhi ketidaktentuan sikap Vietnam menghadapi masalah pengungsi ini? Pada para wartawan Indonesia yang mewawancarainya di Hanoi bulan lalu misalnya PM Dong mengatakan akibat masalah pengungsi ini "di luar dugaannya." Setelah Vietnam dipersatukan pada 1976, semua menduga penderitaan akan berakhir bagi bangsa yang selama 30 tahun berperang ini. Tampaknya ini buat ratusan ribu orang Vietnam masih akan tetap merupakan harapan saja. Apakah sebuah konperensi seperti sidang darurat PBB akan bisa segera memecahkan persoalan ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus