Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Faktur pajak palsu: cara mengatasinya

Komentar tentang manipulasi restitusi pajak pertambahan nilai. kemungkinan hal ini terjadi karena adanya kerja sama antara pengusaha dan oknum pejabat di kpp.

28 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Media massa memberitakan soal manipulasi restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), yang jumlahnya mungkin mencapai puluhan miliar rupiah. Itu umumnya dilakukan oleh para eksportir-produsen dengan menggunakan faktur pajak palsu, baik faktur pajak masukan, faktur pajak keluaran, maupun dokumen ekspor lainnya. Menurut saya, semua itu bisa terjadi karena adanya kerja sama antara pengusaha dan oknum pejabat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berwenang memberikan restitusi, yakni dengan jalan membuat laporan pemeriksaan fiktif. Itu bisa juga terjadi tanpa ada kerja sama sekalipun bila pemeriksaan hanya bersifat formal. Umpamanya, hanya meneliti kebenaran fisik dokumen-dokumen yang dimasukkan oleh PKP. Sementara itu, penelitian materiil pada pihak yang mengeluarkan atau sumber dokumen itu tidak dilakukan. Misalnya, KPP-nya lain dari tempat PKP pajak masukan terdaftar. Umumnya, terjadinya manipulasi itu baru diketahui setelah adanya kecurigaan dari atasan karena besarnya jumlah restitusi, dan kemudian dilakukan pemeriksaan ulang, antara lain oleh BPKP. Memang ada instruksi dari Dirjen Pajak, pemeriksaan terhadap wajib pajak atau PKP hanya dilakukan bila wajib pajak atau PKP yang bersangkutan mengajukan permohonan restitusi pajak. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah personel pajak yang berwenang melakukan pemeriksaan meski sudah dibantu sekitar 800 tenaga akuntan dari BPKP. Jadi, meskipun wajib pajak atau PKP itu memasukkan data palsu atau fiktif ke dalam administrasi pajak (misalnya faktur pajak masukan palsu), karena tidak minta restitusi dan membayar pajak secara teratur meskipun sedikit, sangat kecil kemungkinannya diketahui atau diproses oleh KPP. Apalagi jika ada kerja sama diam-diam dengan oknum pejabat pada KPP, data palsu itu akan aman selama-lamanya. Berapa jumlah wajib pajak atau PKP yang nakal itu? Dan berapa jumlah kerugian negara? Jawabnya, saya tidak tahu. Sebab, selama ini, tak pernah dilakukan penelitian pada administrasi pajak. Tapi mengingat jumlah wajib pajak yang terdaftar di Indonesia amat banyak (lebih kurang 4 juta), bisa diduga kerugian negara yang ditimbulkannya mencapai puluhan triliun rupiah jika dihitung sejak tahun 1984. Untuk mengurangi atau membatasi menipulasi penggunaan faktur pajak palsu dalam PPN, saya punya usul. Sederhanakan pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, sebagai berikut: 1. Saat yang menentukan dibayarnya kewajiban pajak diubah dari accrual basic menjadi cash basic. Ini untuk mempermudah perhitungan. 2. Sistem faktur pajak masukan dan keluaran untuk menentukan jumlah utang pajak yang harus dibayar (jumlah value added tax) diubah. Faktur pajak masukan tidak perlu lagi. Yang perlu diawasi dengan teliti hanyalah jumlah penjualan oleh PKP. 3. Jumlah kewajiban pajak yang harus dibayar ditentukan dengan suatu deemed rate yang bersifat tetap dan pasti. Misalnya 3% atau 4% dari harga jual barang atau jasa. Dengan cara itu, pasti tidak akan ada restitusi, atau tak perlu dilakukan restitusi, kecuali untuk ekspor. Jumlah pajak yang masuk ke kas negara akan pasti tinggal diawasi jumlah penjualan PKP. SUHARSONO HADIKUSUMO Jalan Pejuangan 2 RT 08/10 Kebon Jeruk Jakarta Barat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus