INI sambungan pendapat saya setelah menyaksikan sendin film yang
dihebohkan itu: the Message. Ada bapak-bapak di KBRI Tokyo yang
menganjurkan saya menulis kesan-kesan tentang film tersebut. Di
sini saya tekankan, yang ada adalah keinginan saya agar
masyarakat bisa mengetahui persoalan film tersebut.
Kesan terutama: film itu punya daya da'wah yang hebat. Ia bahkan
punya daya dobrak yang kuat terhadap prasangka 'lam a' terhadap
Islam yang tumbuh dulu di Eropa. Saya teringat Profesor Johei
Shimada dalam bukunya Mahomet, Yogensha-no-kuni-zukuri
(Muhammad, Utusan yang membina negara), Shimizu-soh-in, 1975. Ia
menulis: kita perlu meninjau kembali pendapat-pendapat lama
bahwa Islam itu 'agama yang gemar perang', yang disebarkan
dengan 'pedang di tangan kiri dan Qur'an di tangan kanan'. Maka
saya saksikan The Message itu cukup kuat untuk mendukung tulisan
sang mahasarjana itu.
Film itu sendiri main dalam tiga jam (di Jepang cuma 2 jam 25
menit). Menurut hemat saya, secara idiil film itu taklah
mengandung kekeliruan. Tonggak-tonggak Islam jelas sekali: Bahwa
tak pantas menyembah alam dan buatan tangan manusia, sebab tak
ada tuhan melainkan Dia (Allah). Bahwa Adam, Ibrahim, Musa, Isa,
Muhammad, adalah tokoh-tokoh mulia dalam estafet menyampaikan
itu message yang sama (risalah, pesan-ajaran) dari Dia.
Atau bahwa sehebat, seajaib kedudukan beliau-beliau sebagai
Utusan-Utusan-Nya, mereka adalah sesama manusia jua, yang
sebagaimana kita, tak tahu masa depan sendiri. Bahwa perang
diizinkan selama ada kesewenang-wenangan dan ketakadilan, dan
harus berhenti bila kedua hal itu lenyap. Bahwa meski berbagai
rupa dan corak, manusia itu bagaikan saudara, tak layak ada
perbudakan. Juga penegasan bahwa Qur'an bukan kata-kata Muhammad
tapi kata-kata Tuhan (bandingkan Bible ).
Bila diingat bahwa film (yang saya lihat) itu edisi bahasa
Inggeris yang kebanyakan memakai tokoh-tokoh asing jelas secara
idiil film itu punya arti da'wah yang besar. Begitu mengharukan,
menggetarkan. Tak perlu tersipu-sipu saya, sebab yang menangis
bukan saya sendiri -- di tengah-tengah penonton yang kebanyakan
muda-mudi dan dewasa Jepang itu. Tangis haru dan megah.
Kalaulah ada terasa 'kekurangan', kiranya hal itu berkisar pada
dua hal berikut. Pertama, kesukaran menumpahkan seluruh gejolak
pertumbuhan Islam masa awal itu ke dalam bentuk film yang
pendek. Seperti anda tahu, tiap peristiwa pada masa sebelum dan
sesudah kerasulan, masa sebelum sedang dan sesudah hijrah (long
march), masing-masing punya arti sendiri tapi juga sekaligus
saling berdukungan. Memilih peristiwa-peristiwa untuk
dilayarputihkan tentu sukar.
The Message sendiri menampilkan pemandangan tahun 610 (Mekkah
dalam tata feodal perbudakan, penyembahan berhala, jurang beda
kaya-miskin, lalu munculnya Muhammad sebagai tokoh yang kelak
mengumumkan Islam sebagai suatu sistim masyarakat baru). Maret
tahun 624 (Perang Badr dan beberapa adegan peristiwa Hijrah).
Tahun 625 (Perang Uhud), dan tahun 628 (pengembalian Mekkah).
Dan terakhir lautan manusia ketika hajji terakhir).
Kedua, tak tampilnya tokoh Muhammad - yang selain terasa
'kosong' dalam keutuhan kisah sejarah itu, bukall mustahil
menimbulkan semacarn perpalingan (distortion, vertion). Misal:
apa yang akan lebih berkesan kuat dan memang seharusnya
disabdakan Muhammad, sabda itu sampai kepada kita (penonton)
cuma sebagai laporan para Sahabat. Turunnya isi bait pertama
ayat-ayat al-Qur'an, dilaporkan oleh Zais, yaitu ketika Abu
Thalib bertanya di depan sekelompok pemuda.
Juga kata-kata Nabi "Meski mereka mampu meletakkan matahari di
telapak tangan kananku dan bulan di tepalak kiriku . . . " dan
sebagainya, dilaporkan oleh Abu Thalib, yang didesak Ahu Sufyarl
dan Abu Jahal, itu kekentong Kafirin. Restu beliau atas
pemakaian suara manusia (adzan) sebagai alat penyeru manusia
untuk sembahyang, dilaporkan oleh Hamzah, paman beliau yang
termuda itu.
Ketika dalam suasana tegang menjelang Perang Badr (perang
pertama) lahir kode etik perang (dilarang membunuh kanak-kanak,
kaum jompo, wanita, dan bahkan tak boleh merusak
tumbuh-tumbuhan), bukan Muhammad pribadi yang tampil. Tapi
di"tolong" teriakan oleh Bilal. Lalu pelepasan para muballighin
menjumpai Kaisar Meraklius Gubernur Mukaukis, Kaisar Chosru dan
Raja Negus, agar masuk Islam, dilakukan oleh para Sahabat.
Sedang riwayat haji terakhir, dengan pidato Nabi yang termashur
di Arafah, digambarkan dengan tuturan (nawation), dengan latar
belakang lautan manusia berhajji.
Meski the Message cukup pintar mengatasi kesukaran tersebut
tentu saja tak sepenuhnya terasa 'sreg'. Sebab setiap dialog
dengan Muhammad (misal: Hamzah menengok ke arah penonton dan
berbicaralah ia dengan "Muhammad"), pada akhirnya tak lain cuma
monolog. Sebab tak terdengar jawaban beliau yang segar-hidup.
Di sinilah saya merasakan suatu ironi: bahwa Muhammad,
shallallahu 'alaihi wasallam, yang begitu terang benderang
kehadirannya di pentas sejarah belum bisa ditokohkan dalam film.
(Perlu dicatat: dalam buku Prof. J. Shimada itu terhias
lukisan-lukisan 'Muhammad lahir' hal. 20, 'Muhammad dan Jibril'
hal. 68, 'Muhammad berceramah' hal. 13, 179, 'Muhammad
isra-mi'raj' hal. 111, 'Muhammad dan Abu Bakar di saat hijrah',
hal. 117, yang indah-indah dan menarik).
Sedang Yesus yang diragukan kesejarahannya oleh kaum historian
modern begitu banyak aktor yang menokohkan. Padahal riwayat
hidup Yesus hanya diketahui lewat satu sumber saja yaitu Bibel.
(lihat Webster Biograpical Dictionary. hal. 780, Yesus atau
Paulus. M. Hashem, JAPI, 1965, Yesus ataukah Paulus, Joesoef
Soy'yb, Kiblat, 1970).
Saya fikir, pendewaan Yesus terletak kuncinya pada ajaran sang
Paulus, dan bukan pada penokohan oleh aktor-aktor film. Film
hanya pembantu menyebar dan mengukuhkan ajaran tersebut.
Begitupun, film yang sewarna (paralel) dengan ajaran Islam
takkan merobah bangunan iman yang sudah mapan: "Tak ada tuhan
melainkan Dia, Allah, Muhammad adalah hamba-Nya dan UtusanNya".
Pendeknya film The Message itu bagus. Sukar saya tulis semuanya
di TEMPO ini. Kalau bisa, ya, sambil bawa TEMPO, silakan
menontonnya di Tokyo. Atau, ini mungkin lebih baik, rame-rame
putar di Jakarta saja, hingga berbed dengan saya yang cuma dua
kali, anda bisa nonton bersering-sering sepuas hati. Bagaimana?
ARIEE MAULANY
c/o Mr. Takato Komura,
1-1-20. Katamachi Kanazawa-shi,
Ishikawa-ken, 920, Japan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini