Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Giliran KPK Diserang Balik

Elite politik yang seharusnya mendukung KPK kini justru menghantam. Sudah saatnya Komisi punya personel sendiri.

17 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPALA Kepolisian RI membatalkan niat memanggil pulang empat penyidik yang dipinjamkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk sementara waktu, terhindarlah komisi antikorupsi itu dari kondisi yang memaksanya menjadi hewan peliharaan jinak yang tak membahayakan siapa pun, termasuk para koruptor. Penyidik merupakan ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan pemberantasan korupsi selama ini.

Sejak tahun lalu, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan bahwa KPK bukan lembaga superbodi yang kebal hukum, komisi yang lahir tujuh tahun silam itu seperti menjadi musuh bersama. Dua pihak yang berseberangan kini bertukar tempat. KPK dalam posisi defensif dan sibuk menangkis pukulan, sedangkan elite politik yang merasa terganggu—lebih tepat, terancam—oleh sepak terjangnya berubah sangat agresif dan tak henti mengirim serangan balik.

Dua minggu lalu, seorang anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Demokrat, Daday Hudaya, menekankan bahwa anggota KPK ”bukan para malaikat yang tak bisa berbuat salah”. Menggarisbawahi perlunya kontrol terhadap komisi itu, ia mengirim satu sinyal jelas: Komisi III memiliki hak menyetujui, membatalkan, atau memangkas anggaran lembaga itu. Terasa benar aroma gertak politikus asal partai yang didirikan Yudhoyono itu: Dewan tak akan ragu menggunakan hak atas anggaran tadi apabila KPK tak bisa dikontrol.

Kepolisian yang marah besar setelah mengetahui pembicaraan telepon seorang petingginya disadap KPK merupakan lembaga pertama yang mengirimkan serangan. Selanjutnya, bergantian elite politik memberi pelajaran. Kalangan eksekutif dan legislatif mengulur-ulur waktu untuk revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dua pemimpin KPK—Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto—dikriminalkan dan bahkan sempat meringkuk di tahanan. Serangan terakhir, keinginan kepolisian menarik balik empat penyidik anggotanya yang ditugasi di KPK.

Sebenarnya pelemahan sudah tercium sejak berakhirnya kepemimpinan pertama KPK pada 2007—yang merupakan periode ”bulan madu” Komisi dengan pemerintah Yudhoyono. Semenjak pemilihan ketua periode kedua pada 2007, dan DPR memutuskan memilih orang yang tak begitu ”putih” rekam jejaknya, tampak keinginan kuat mengendalikan komisi ini. Titik lemah ini ternyata menjadi senjata ampuh untuk menekan KPK yang mencoba bergerak dengan agenda sendiri. Benturan demi benturan dengan kepentingan elite lain akhirnya menyudutkan komisi yang menjadi satu-satunya harapan rakyat untuk membersihkan Indonesia dari korupsi itu.

Ironis sekali, komisi yang cukup berhasil membersihkan wajah Indonesia dari korupsi ini harus mengalami perlakuan begini buruk. Kalau sudah begini, Komisi memang tidak dapat berharap banyak kepada elite yang seharusnya mendukung programnya. Komisi mesti segera menyiapkan semua personelnya sendiri dan tak bergantung pada polisi dan jaksa. Tak ada jalan yang lebih realistis kecuali berharap dukungan masyarakat yang menaruh harapan besar kepada KPK. Namun simpati dan empati akan sia-sia jika Komisi tidak bangkit dari demoralisasi yang melanda tubuhnya. Komisi mesti lebih kuat menahan pukulan lawan-lawannya.

KPK bukan milik mereka yang merasa terancam dengan keberadaannya. Karena itu, agar tak terlalu ironis, semestinya elite yang giat menerapkan kontrol ketimbang pemberdayaan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak lagi ikut menyanyikan keberhasilan Indonesia memerangi korupsi dalam kampanye Pemilihan Umum 2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus