Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Grusa-Grusu Kartu Sakti

Peluncuran Program Keluarga Produktif terkesan buru-buru. Tidak didukung kesiapan infrastruktur, terutama data yang akurat.

17 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBETULNYA sulit meragukan niat baik Presiden Joko Widodo menciptakan batuhalang dampak kenaikan harga bahan bakar bersubsidi bagi kelompok ekonomi lemah. Batuhalang yang disebut Program Keluarga Produktif itu meliputi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS)—mulai lazim disebut "kartu sakti" Jokowi.

Pengalaman mengajarkan, niat baik saja tak menjamin hasil yang memuaskan. Apalagi untuk sebuah program masif yang mencakup jutaan penduduk di daerah sebaran yang luar biasa luas. KIS, misalnya, dengan dana Rp 20 triliun, ditargetkan menjangkau 86,4 juta keluarga. KIP, dengan dana Rp 6,3 triliun, diharapkan menjangkau 15,5 juta rumah tangga. Adapun KKS, dengan dana Rp 6,2 triliun, dianggarkan menjangkau 15,5 juta rumah tangga. Populasi itu tersebar di seantero wilayah Tanah Air.

Masalah mulai muncul ketika Presiden Jokowi, dalam kunjungannya ke lokasi penampungan pengungsi Gunung Sinabung di Tanah Karo, Sumatera Utara, membagi-bagikan semacam kartu sakti yang terkait dengan Program Keluarga Produktif itu. Ini "hadiah" kedua untuk masyarakat Karo tahun ini, setelah "hadiah" pertama berupa penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Letnan Jenderal Djamin Ginting Suka (almarhum). Pembagian kartu inilah yang kemudian menimbulkan berbagai tanggapan yang sebetulnya masih berada di wilayah normal.

Persoalannya bukan terletak pada suka tak suka, melainkan pada kesiapan infrastruktur yang seyogianya melambari pengedaran kartu itu. Bahkan kalangan Dewan Perwakilan Rakyat dari koalisi yang berseberangan dengan kubu Jokowi menyatakan program tersebut merupakan perwujudan iktikad baik pemerintah. Karena itu, sebaiknyalah kartu sakti tersebut diluncurkan dengan mulus, tanpa harus menimbulkan kontroversi dan polemik tak bermanfaat.

Memang ada kalangan yang menanggapi agak keras, bahkan menyatakan program kartu sakti itu tidak memiliki dasar hukum, terutama dari aspek anggaran. Tapi Menteri Keuangan telah menanggapi kerambangan itu dengan menyatakan dana untuk program KKS, KIP, dan KIS diambil dari dana perlindungan sosial Rp 5 triliun dan dana cadangan risiko fiskal Rp 2,7 triliun. Kedua pos dana itu sudah masuk belanja cadangan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang APBN Perubahan Tahun 2014.

Persoalan lebih serius sebetulnya terletak pada kesiapan infrastruktur. Ambil contoh data penerima KIP, yang merupakan hasil verifikasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan pada 2013. Data ini harus diselaraskan dengan data pokok pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada titik inilah muncul soal karena data pokok pendidikan berbasiskan sekolah, sedangkan KIP menggunakan data berbasiskan keluarga.

Akurasi data ini menjadi sangat penting karena kandungan potensi konflik sosialnya juga amat tinggi. Kegawalan data dengan mudah menjerumuskan program menjadi tidak tepat sasaran, dan satu hal ini saja sudah lebih dari cukup untuk memantik konflik. Begitu juga dalam menghadapi kelompok masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial, yang jumlahnya mendekati setengah juta orang. Pada data yang berbasiskan kartu keluarga, kelompok ini jelas tidak terdaftar.

Dengan sejumlah persoalan yang menuntut ketelitian dan kedalaman itu, seyogianyalah Presiden Joko Widodo berusaha lebih tenang, "dewasa", dan tidak grusa-grusu alias asal terabas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus