Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERLEPAS dari alasan diterima atau tidak usul penggunaan hak interpelasi, kegigihan dan perhatian sebagian besar anggota DPR untuk menggunakan hak ini patut didukung. Inilah pertama kali DPR menyadari tugas dan fungsinya, salah satunya: mengontrol presiden dan eksekutif.
Sejak 20 tahun lalu, DPR kita cuma stempel pemerintah, menjadi lembaga suborganisasi eksekutif. Dan ini terjadi karena suatu upaya sistematis, konsisten, dan seolah-olah berdasarkan hukum. Undang-undang kepartaian waktu itu tak memungkinan partai beroposisi. Calon anggota DPR harus dilitsusdipilih yang siap mengangguk atau menggeleng sesuai dengan aba-aba pemerintah.
Sudah begitu, partai punya hak me-recall wakilnya di DPR. Ini biasa saja, tapi kenyataannya hak ini digunakan oleh partai bila wakil itu bermain tak sesuai dengan partitur karya pemerintah (baca: Presiden Soeharto). Maka itu sempat muncul polemik, anggota DPR mewakili partai atau mewakili rakyat.
Mandulnya DPR berakibat pemerintah (baca, sekali lagi: Presiden Soeharto) bisa semau gue. Inilah salah satu sebab amburadulnya Indonesia. Kita tak ingin keadaan seperti itu terulang.
Tapi, tidak berarti hak interpelasi (sebenarnya kata "hak interpelasi" itu sendiri tak ada di tata tertib DPR sekarang; yang ada, prosedur meminta keterangan kepada presiden yang maknanya sama dengan hak interpelasi) bisa diusulkan dengan alasan apa saja. Soal alasan inilah yang dijadikan perdebatan di sidang pleno DPR, Kamis pekan lalu. Dan ini merupakan hal positif, karena terjadi adu argumenapa pun hasilnya, inilah cara demokratis memutuskan sesuatu yang tak disepakati atau ditolak secara bulat.
Memang, bisa saja ada udang di balik alasan. Kemarahan dan upaya membalas karena merasa dirugikan oleh presiden, misalnya. Lebih jauh lagi, bisa saja langkah ini diniatkan untuk mengumpulkan peluru, dan nanti, dalam sidang umum MPR, ditembakkan kepada presiden agar jatuh.
Ini pun tak menjadi soal. Sebab, siapa tahu, keberadaan sang "udang" memang sangat beralasan. Tapi, beralasan kuat atau tidak, yang penting alasan itu diuji, diperdebatkan dalam sebuah sidang terbuka. Bila di dalam Gedung MPR-DPR terjadi permainan tak jujur, umpamanya, di luar gedung masih banyak yang siap mengoreksinyaartinya, permainan di dalam gedung itu bakal sulit disembunyikan.
Alhasil, diterimanya usul interpelasi itu oleh sidang pleno DPR, bagaimanapun, mencerminkan berjalannya mekanisme kontrol terhadap pemerintah. Dan inilah demokrasi. Kalau ada yang cemas usul interpelasi digunakan untuk menjatuhkan Gus Dur, sebaiknya energi kecemasan ini diarahkan pada kalau-kalau tak ada dialog, tak ada perdebatan, tak ada discoursehal-hal yang memungkinkan munculnya kekuasaan yang otoriter. Gus Dur tak perlu dicemaskandia sendiri tak pernah cemas, tampaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo