Legal aid (bantuan hukum) adalah "hak" dari tersangka, terdakwa, atau terpidana yang memerlukan jasa penasihat hukum (ilawyerr) dalam menghadapi proses perkara pidana. "Hak" untuk mendapat bantuan hukum tidak dapat dikurangkan menjadi "izin" yang mungkin saja diberikan dan mungkin tidak oleh yang berwenang. Dalam konteks ini saya sependapat dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mengatakan, sebab, ia hanya dijatuhi hukuman penjara, adapun hakhak perdatanya tak dicabut, termasuk memberi kuasa hukum kepada orang lain (TEMPO, 24 Oktober 1992, Hukum). Itu sesuai dengan Pasal 27 UUD 1945 (equality before the law) dan Pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 1970 (setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum). Di sini secara tersurat disebutkan "setiap orang" dengan tidak memandang apakah ia seorang tersangka, terdakwa, atau terpidana, berhak memperoleh bantuan hukum. Dan ia wajib mendapat perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan undang-undang. Adalah bertentangan dengan hukum bila seorang terpidana tak mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan hukum dengan alasan Pasal 54 dan 57 KUHAP, hanya mengatur bantuan hukum bagi: tersangka atau terdakwa. Walaupun KUHAP tidak menyebutkan bantuan hukum bagi terpidana, hal ini tidak berarti seorang terpidana kehilangan "hak"nya untuk "memberi kuasa" kepada penasihat hukum. Pada dasarnya hak untuk mendapatkan bantuan hukum merupakan "hak setiap orang" yang dijamin konstitusi (UUD 1945) dan undang-undang. Di samping itu perlu ditambahkan bahwa siapakah yang disebut penasihat hukum itu. Untuk menghindari kesimpangsiuran dengan istilah hukum, maka istilah advokat, procureur, dan pengacara praktek perlu dibakukan dalam bentuk UU tentang penasihat hukum. HADI DARMONO SH Jalan Jenderal Sudirman 899 Purwokerto 53147 Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini