Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAHKAMAH Konstitusi perlu diisi hakim yang lebih kapabel dan berintegritas untuk menggantikan empat hakim yang akan pensiun tahun ini, termasuk sang ketua, Jimly Asshidiqie. Mengingat fungsi Mahkamah sebagai penjaga konstitusi, hakim yang duduk di sana mestinya bebas dari kepentingan politik, piawai di bidang hukum dan punya prestasi kerja yang baik. Agar konstitusi selamat dari kepentingan bisnis, si penjaga konstitusi perlu dipastikan tidak punya catatan buruk dalam soal korupsi.
Maka kecermatan dalam memilih adalah kuncinya. Hal inilah yang seyogianya amat diperhatikan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Mahkamah Agung—tiga pihak yang berhak memilih hakim Mahkamah Konstitusi.
Kendati belum merupakan keterangan resmi, dari berita yang beredar terdengar niat Presiden untuk mengusulkan bekas Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra untuk masuk Mahkamah Konstitusi. Bahkan, kabarnya, ia diplot untuk menjadi ketua lembaga terhormat tersebut.
Yusril sampai sekarang belum memberikan reaksi atas ”usulan” Presiden itu. Mungkin ia sudah punya rencana lain. Mungkin juga ia merasa Presiden sekadar mengetes opini publik atas dirinya. Tentu Yusril belum lupa ketika Presiden memberhentikannya dari kabinet bersama bekas Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Presiden memang menerima tekanan publik karena kedua pembantunya itu diduga terlibat kasus pencairan uang US$ 10 juta atau Rp 90 miliar milik Tommy Soeharto di Bank BNP Paribas.
Rekam jejak Yusril semasa duduk di kabinet pun tak terlalu mulus. Ia pernah bertikai dengan bekas Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki karena diduga terlibat dalam kasus korupsi pembelian alat sidik jari otomatis, automatic fingerprint identification system, senilai Rp 18 miliar saat menjadi Menteri Hukum dan HAM.
Proyek itu dilakukan lewat penunjukan langsung tanpa tender. Tatkala menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus tersebut, Yusril ganti melaporkan bahwa KPK pernah melakukan pembelian barang tanpa tender. Dalam kasus itu Yusril sendiri tak terbukti bersalah, tapi orang-orang yang terlibat kasus itu sudah meringkuk dalam bui, termasuk mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Zulkarnain Yunus. Dia adalah bawahan langsung Yusril.
Terakhir kita mendengar kabar raibnya Rp 3,3 miliar dana yang disita dari koruptor Hendra Rahardja dalam rekening di Departemen Hukum dan HAM. Hilangnya duit tersebut terkuak berkat laporan Direktur Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan Hekinus Manao. Rekening untuk menampung dana dari Tim Likuidasi Bank Harapan Santosa itu sudah ditutup. Duit yang tersisa tinggal Rp 5,5 juta. Selisihnya tak diketahui rimbanya.
Kita ingat penyitaan aset Hendra Rahardja terjadi semasa Yusril menjadi Menteri Hukum dan HAM. Dia memang belum tentu terlibat dalam kasus raibnya dana tersebut, tapi seandainya administrasi departemen itu rapi, tentu kasus begini tidak perlu terjadi.
Mengangkat kembali seorang pejabat yang pernah dicopot atas desakan publik untuk posisi lain bisa membuat citra Presiden SBY tercoreng. Dia bisa terlihat cuma memperhitungkan dukungan politik dan ”membalas jasa” pada kawan lama.
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga penting, maka mereka yang akan duduk di situ mesti dipilih dengan saringan ketat. Presiden dan DPR serta MA mesti berhati-hati dalam memilih calonnya. Diharapkan hanya tokoh dengan reputasi baik dan bebas perkara masa lalu yang kelak berjaga mengawal benteng terakhir konstitusi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo