Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Mengapa Kita Berbeda dari Malaysia

Ada pengalaman sejarah yang berbeda antara republik ini dan kerajaan di seberang itu dalam hal memperjuangkan kemerdekaan.

7 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hubungan antara Indonesia dan Malaysia belum pernah seburuk sekarang sejak ASEAN berdiri. Dan keadaan yang tak baik itu tak banyak ditolong oleh pembesar dan politikus di Kuala Lumpur.

Pekan lalu, di Bali, Datuk Seri Zainudin, Menteri Penerangan Malaysia, mengatakan bahwa media Indonesia ”terlampau bersemangat” dengan kebebasan ”yang diberikan” (granted) semenjak jatuhnya Orde Baru. Menteri itu mengecam media di Indonesia karena menyiarkan pendapat pemimpin partai oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim.

Kritik Datuk Seri Zainudin tampaknya tak akan punya dampak yang serius dalam kehidupan media di Indonesia; para tokoh pers kita telah menangkis pendapat itu, terutama karena mudah ditertawakan. Apalagi sang Datuk toh tak punya kuasa apa pun di wilayah republik ini. Tetapi kita, orang Indonesia, dengan itu dapat membandingkan beberapa hal dasar di antara kedua negeri.

Malaysia memang punya ekonomi yang lebih maju ketimbang Indonesia. Di sana tak banyak korupsi. Tak ada teroris—meskipun dua tokoh teroris di Indonesia datang dari Malaysia, yang dulu membiarkan organisasi seperti Jamaah Islamiyah hidup sampai para pemimpinnya kembali ke Indonesia. Sementara itu, Malaysia aman, makmur, beres.

Tetapi di belakang beda itu ada sejarah. Malaysia tak pernah mengalami revolusi kemerdekaan seperti Indonesia, dengan senjata dan amarah. Revolusi itu seperti gempa besar; ia bisa bergetar panjang dalam waktu.

Karena getar revolusi itu Indonesia, misalnya, pernah menerapkan sistem ”ekonomi terpimpin” yang ”anti-Barat”—yang akhirnya meletakkan birokrat dan jenderal dalam posisi mengontrol produksi dan distribusi barang dan jasa. Akibatnya, ekonomi berantakan pada 1958-1966 dan satu kesempatan besar hilang.

Bukan cuma itu: dari jejak ”ekonomi terpimpin” itulah sistem perizinan dalam dunia bisnis merajalela hingga sekarang, yang memberikan peluang bagi korupsi yang meluas.

Namun getar revolusi itu tak selamanya buruk. Ia memberi bangsa ini pengertian bahwa kemerdekaan itu mahal; kita telah merebutnya dengan korban. Getar revolusi itu pula yang menggerakkan para pemuda Indonesia pada 1998 bersedia mati untuk cita-cita reformasi—di antaranya untuk mempunyai pers Indonesia yang tak dikekang.

Dengan menganggap kemerdekaan pers Indonesia sebagai sesuatu yang ”diberikan”, Datuk Seri Zainudin menunjukkan betapa jauhnya ia dari pengalaman Indonesia. Hak asasi bukanlah anugerah. Hak asasi di republik ini ditebus dengan darah, air mata, dan nyawa—termasuk nyawa Munir.

Dalam hak asasi itu termaktub hak untuk bertentangan pendapat politik. Juga hak untuk menyatakannya di jalan.

Sampai hari ini, Malaysia belum menjamin hak-hak itu. Kita tak usah memarahinya. Negeri itu tak pernah mengenal usaha merebut hak dengan pengorbanan diri yang radikal, dipenjara, dibuang, atau dibunuh. Sebab itu dengan mudah Kerajaan Malaysia membungkam pers dengan surat izin yang harus diperbarui tiap tahun, menahan lawan politik tanpa diadili sampai waktu tak terbatas—bahkan melarang orang yang bukan muslim menyebut Tuhan dengan ”Allah”, seakan-akan Kerajaan Malaysia bisa menunjuk pemegang monopoli kata-kata.

Tetapi, seraya memaklumi itu, tak salah kita berbangga di celah-celah kemiskinan kita: Republik Indonesia adalah sebuah demokrasi yang hidup dan ditegakkan dari bawah—bukan sebuah akuarium yang cantik tetapi hanya dihuni ikan-ikan yang bisu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus