ADA cerita dari DPR, kira-kira begini: "Di sebuah penjara
terdapat 13 orang. Suatu hari beberapa dari mereka berhasil
menggali terowongan untuk melarikan diri. Berturut-turut mereka
lari ke luar. Tapi ada satu yang merasa tidak perlu
ikut-ikutan."
Ini menjadi bahan cerita karena kedengarannya janggal. Sudah
menjadi dalil bahwa orang yang dipenjara akan menggunakan setiap
kesempatan untuk melarikan diri. Malahan kesempatan itu
seharusnya diciptakannya sendiri.
Penjara itu tidak lain adalah patokan harga minyal yang
ditetapkan OPEC. Orang yang satu itu adalah Indonesia. Yang
sudah lari dari penjara, misalnya Iran. Ia sudah menetapkan
harga ekspor minyaknya sampai 79% di atas patokan harga
tertinggi OPEC. Jadi, mengapa tidak ikut, padahal selama ini
diharapkan penerimaan ekspor dapat dimaksimalkan .
Pertimbangan Taktis
Memang aneh. Tapi ceritanya mungkin tidak berhenti di situ.
Mungkin ada pertimbangan taktis. Melarikan diri selalu ada
untung-ruginya. Risikonya terbesar adalah tertembak mati.
Informasi tertentu atau firasat yang dipunyai orang itu mungkin
mengatakan risikonya tidak sebanding.
Dalam sistem OPEC, sejauh organisasi ini masih akan
dipertahankan, harga berganda tidak dapat berlangsung secara
berkepanjangan. Bila bukan karena alasan politis, dari hukum
ekonominya dapat dipastikan akan terbentuk harga baru yang
bersifat tunggal. Selisih harga-harga hanya mencerminkan
perbedaan kwalitas dan marin transor.
Pengalaman menunjukkan bahwa pembentukan harga ini bersifat
"memanunggalkan harga ke atas". Artinya, harga itu toh akan
naik, dan mungkin sudah dalam bulan Desember mendatang ini.
Besarnya kenaikan tergantung dari besarnya kran produksi dibuka
oleh Arab Saudi. Negara ini juga merupakan komandan
pemanunggalan itu. Ada cukup alasan bagi Arab Saudi untuk
melakukan ini.
Bila sekarang Indonesia ikut menaikkan harga minyaknya, apa yang
dijadikan patokan? Bila ditetapkan sesuai dengan harga tertinggi
di pasaran tunai, bagaimana efeknya bila kemudian terpaksa
diturunkan lagi karena kondisi pasar berubah?
Ada pilihan-pilihan lain, misalnya disesuaikan dengan laju
inlasi dunia, atau ditetapkan atas dasar suatu nilai-tukar
perdagangan terms of trade) tertentu. Bila harga toh akan
naik, perlukah ini semua?
Pertimbangan taktis ini tidak harus berarti Indonesia ingin
berlaku sebagai anak manis.dengan imbalan mendapat perlakuan
seperti itu pula.
Pertimbangan Praktis
Mungkin juga si orang dalam cerita di atas punya pertimbangan
praktis. Dia tahu, bila melarikan diri dari penjara itu ia harus
memasuki hutan belukar yang lebat dan mengerikan, dan mungkin
tidak pernah bisa menemukan jalan keluar.
Hasil sektor minyak otomatis tercatat dalam buku penerimaan
negara. Dengan meningkatnya harga minyak otomatis penerimaan ini
naik. Pengaruh ini besar karena ketimpangan struktural dalam
penerimaan negara yang didominir sektor minyak. Masalahnya, bila
penerimaan negara naik, pengeluarannya juga harus membesar
karena prinsip APBN yang berimbang itu.
Di waktu lalu, pengeluaran dilakukan dengan mudah biarpun
penerimaan mengalami stagnasi. Kini ada kemungkinan memperbesar
penerimaan tapi tampaknya sulit untuk mengeluarkannya kemudian.
Mungkin karena rencana proyek-proyek pembangunan belum disiapkan
untuk keadaan seperti ini atau karena anggapan bahwa aparat
pembangunan yang ada tidak dapat menyerapnya secara produktif.
Bila inflasi diperbolehkan membubung, tidak akan ada persoalan
dalam menyalurkan uang minyak tersebut. Pengaruh kenaikan harga
ekspor minyak terhadap inflasi tidak kecil. Sebab terdapat
ketimpangan arus uang dalam struktur perekonomian Indonesia yang
didominir oleh APBN.
Pertimbangan Strategis
Cerita dari DPR menjadi agak lain bila disisipkan
pertimbangan-pertimbangan taktis dan praktis di atas. Tetapi
pertimbangan-pertimbangan ini tidak mengurangi kejanggalan
cerita itu. Kesempatan untuk melarikan diri bisa dimanfaatkan
dan memang sengaja diciptakan bila telah dirumuskan terlebih
dahulu strateginya. Cerita dari DPR berakhir pada bagian di mana
sebenarnya harus dimulai.
Strategi yang ada kira-kira berbunyi begini: "Di satu pihak
mengusahakan untuk memaksimalkan penerimaan dari minyak sebagai
komoditi ekspor, di pihak lain mengusahakan untuk menekan harga
bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri sebagai sumber energi
utama bagi penduduk." Dengan eskalasi harga minyak di pasaran
internasional, kini semakin nyata bahwa strategi di atas
mengandung kontradiksi yang semakin besar.
Naiknya harga minyak mentah ai pasaran internasional
mempengaruhi harga BBM di dalam negeri. Masalahnya, pengaruh ini
cenderung menjadi semakin besar karena ketimpangan dalam
struktur penyediaan BBM di dalam negeri di mana komponen
impornya telah menjadi semakin besar. Dengan begini, usaha
memaksimalkan hasil penerimaan ekspor minyak tidak dapat
berjalan bersama-sama dengan usaha menekan harga BBM di dalam
negeri.
Bila subsidi BBM diperbolehkan membesar secara terus menerus
tidak akan ada persoalan dengan strategi ini. Subsidi BBM yang
kita ketahui hanya yang tercatat dalam APBN. Subsidi ini pada
hakekatnya memang bersifat inflatoir. Tapi subsidi yang
terselubung mungkin lebih besar dan merupakan beban Pertamina.
Subsidi serupa ini merupakan sumber stagnasi dalam penyediaan
BBM di dalam negeri di kemudian hari.
Karena kapasitas pengilangan di dalam negeri sudah merangkak di
belakang kebutuhan BBM dalam negeri yang meningkat pesat, bagian
yang harus diimpor semakin besar pula. Tambahan lagi,
harga-harga BBM di pasaran internasional lebih menggila daripada
harga minyak mentah.
Seandainya kita punya kapasitas pengilangarr yang besar, dan
menjadi pengekspor BBM dan hasil-hasil minyak lainnya mungkin
kontradiksi dalam strategi di atas dapat dieliminir.
Memaksimalkan hasil penerimaan dari minyak tidak perlu berarti
memaksimalkan ekspor minyak mentah minyak dapat diekspor dalam
bentuk-bentuk lain, diolah lebih lanjut atau terkandung dalam
bentuk barang jadi yang pembuatannya memakai minyak sebagai
energi. Dengan begini, didapat keuntungan tambahan dalam bentuk
nilai-tambah (vueodded) yang bisa diterjemahkan dalam jumlah
lapangan kerja yang diciptakan.
Menaikkan harga minyak punya efek yang bermacam ragam,
tergantung kondisi yang ada. Pohon yang tinggi memang menampung
angin yang lebih.besar. Tapi buat pohon mahoni artinya lain
daripada baigi, pohon kelapa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini