Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK ada investasi yang tak berisiko. Makin besar tingkat pengembalian (return), semakin tinggi risikonya, dan demikian pula sebaliknya. Begitulah hukum besi yang berlaku dalam dunia investasi. Siapa pun yang masuk ke dalamnya harus siap merugi, sebagaimana mereka berharap bisa bersukacita ketika menangguk untung.
Presenter Anugrah Firdaus atawa Ferdi Hasan semestinya tahu persis hal itu karena dia bukan investor pemula. Sungguh mengagetkan ketika dia melaporkan perencana keuangannya, Ligwina Hananto, ke polisi dengan tuduhan penipuan. Ferdi menuding Ligwina mengarahkannya ke investasi bodong yang mengakibatkan dia menanggung kerugian hingga Rp 12 miliar.
Dalam kasus itu terlihat bahwa Ferdi secara sukarela menginvestasikan uangnya ke sejumlah instrumen yang berisiko tinggi. Ia bahkan memasukkan kembali hasil investasinya yang besar ke berbagai instrumen itu, dan bukan menikmatinya. Ferdi semestinya tahu persis bahwa kerugian, kecil ataupun besar, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari investasi. Lagi pula, dia yang memegang kendali sepenuhnya. Ia yang memutuskan untuk berinvestasi di instrumen yang disarankan Ligwina. Karena itu, sungguh aneh jika kemudian Ferdi menyalahkan Ligwina atas kerugian yang merundungnya.
Jika harus ditimbang, dalam kesalahan investasi ini kontribusi Ferdi jauh lebih besar ketimbang Ligwina. Walaupun demikian, Ligwina tak sepenuhnya bebas dari kesalahan. Ia keliru ketika memberikan saran tentang sebuah instrumen investasi yang berisiko tinggi. Sudah menjadi kewajiban seorang penasihat keuangan mengecek kelayakan instrumen investasi yang akan disarankannya kepada klien. Asumsinya jelas: mereka datang ke penasihat karena dia dianggap lebih tahu.
Dalam praktek investasi, penasihat keuangan wajib memberikan penjelasan seterang-terangnya kepada klien tentang potensi keuntungan dan risiko pada sebuah instrumen investasi. Penasihat keuangan pun harus tahu persis tujuan investasi klien dan tipe mereka dalam berinvestasi, karena hal itu akan menentukan pilihan investasinya.
Para pemilik uang juga harus diajari mengenali cara berinvestasi karena saat ini instrumen investasi sangat banyak. Dari yang konvensional yang memberikan return rendah, seperti di perbankan, pasar uang, pasar modal, dan sektor riil, sampai yang punya risiko tinggi, seperti index trading. Namun fase ini acap dilewati karena investor maunya untung besar dalam tempo singkat.
Dalam kasus Ferdi, Ligwina patut diduga juga telah menyalahgunakan posisinya sebagai penasihat keuangan sekaligus account executive atau agen penjualan perusahaan investasi. Sebagai "agen ganda", Chief Executive Officer PT Quantum Magna Financial ini bisa meraih dua pendapatan, yakni uang jasa dari klien dan fee dari perusahaan investasi. Jika terbukti benar, berarti ada conflict of interest pada diri Ligwina.
Melihat banyaknya kasus seperti yang dialami Ferdi, Otoritas Jasa Keuangan seharusnya membentuk satuan khusus untuk mengatur praktek jasa penasihat keuangan. Di banyak negara, jasa ini diatur dengan ketat-salah satunya oleh otoritas lembaga keuangan. Mereka harus memiliki diploma tertentu dan izin berpraktek. Dengan cara itu, otoritas bisa meminimalisasi kasus Ferdi versus Ligwina.
berita terkait di halaman 84
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo