Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN alasan apa pun, kejahatan terhadap anak tak pernah bisa ditenggang, apalagi diabaikan. Jika kejahatan itu mengambil bentuk perundungan seksual, derajat kebejatannya mencapai batas maksimal. Dan bila perundungan seksual itu terjadi di lingkungan sekolah, lembaga yang mendapat kepercayaan mendidik dan membina anak, urusannya sungguh-sungguh krusial dan menuntut solusi tuntas.
Kita memang sedang berbicara tentang aib yang meruak sebuah sekolah internasional yang selama ini dianggap terbaik di antara 111 sekolah sejenis yang beroperasi di Indonesia. Sudah sejak tiga pekan lalu sekolah mahal itu jadi bahan perbincangan, terutama oleh para orang tua yang anaknya masih menempuh pendidikan awal.
Di sekolah yang disesumbarkan memiliki sistem pengamanan paling ketat itulah seorang anak didik berusia lima tahun dianiaya dan dicabuli oleh lebih dari dua penjaga kebersihan. Kejadian itu lebih dari sekali, mengambil tempat di jamban sekolah, dan pada jam sekolah. Artinya, sekolah sama sekali tidak punya alasan untuk lepas tangan dan tidak ikut bertanggung jawab atas perbuatan biadab tersebut.
Ada dua hal yang patut disyukuri dari peristiwa ini. Pertama, kesanggupan sang anak menceritakan kembali pengalaman traumatisnya sekaligus mengenali para penganiaya dan pelecehnya. Kedua, keberanian dan kelugasan orang tua korban membawa kasus ini ke ranah publik. Menurut sejumlah survei, banyak kasus serupa tenggelam karena keluarga, dengan alasan malu, tak bersedia membongkarnya. Akibatnya, para pelaku bebas berkeliaran dan mengulangi perbuatannya.
Sampai saat ini angka kekerasan terhadap anak di Indonesia masih bertengger di level atas. Sejak awal tahun sampai saat ini, misalnya, Komisi Nasional Perlindungan Anak menerima 239 laporan kekerasan terhadap anak, 52 persen di antaranya merupakan kasus perundungan seksual. Sepanjang April hingga pekan ketiga, kepolisian mencatat tujuh laporan orang tua mengenai perundungan seksual yang menimpa anaknya di sekolah. Angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar karena sebagian orang tua tidak berani melapor.
Skandal perundungan seksual terhadap anak TK ini harus diurus dengan cara yang sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Para pelaku harus dihukum dengan ancaman hukuman maksimal karena kejahatan mereka berakibat pada masa depan korban. Sekolah tidak cukup sekadar menyampaikan rasa prihatin dan menempuh "jalan damai" dengan keluarga korban.
Kepala sekolah memang telah berjanji bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kepolisian Republik Indonesia untuk "mencari solusi". Solusi terbaik adalah membawa skandal ini ke ranah hukum. Sekolah itu bisa dijerat pasal berlapis dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Hukum Pidana, dan Undang-Undang Hukum Perdata sekaligus. Di bawah Undang-Undang Perlindungan Anak saja ancaman hukumannya 15 tahun dan denda maksimal Rp 300 juta.
Kementerian Pendidikan juga tak bisa tinggal diam karena kementerian inilah yang menerbitkan izin sekolah internasional. Menteri Mohammad Nuh tidak perlu sungkan menjatuhkan sanksi maksimal, sampai pencabutan izin, bila sekolah itu terbukti abai dan lalai melindungi anak didiknya.
berita terkait di halaman 78
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo