Mengherankan juga, tulisan di TEMPO 22 Agustus, Hukum, berjudul Jalan Tol: Bebas Hambatan, Bebas Tuntutan? Itu mengesankan, seolah-olah hukum kita begitu miskin. Itu keliru sama sekali. Anggapan Menteri Pekerjaan Umum bahwa belum adanya peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 13 Tahun 1980 tentang jalan menutup pintu tuntutan dan gugatan oleh mereka yang menjadi korban musibah jalan tol Jakarta-Tangerang adalah sama sekali tidak benar. Sebab, dari Penjelasan Umum UU tersebut dalam TLN 3186 tegas dinyatakan bahwa undang-undang itu hanya sekadar berisi materi pokok yang perlu diperkenalkan, antara lain, masaah sasaran pokok pembinaan jalan, penegasan tentang hak dan kewajiban, serta pedoman bagi usaha pengaturan jalan lebih lanjut. Jadi, sama sekali tidak menyangkut masalah kecelakaan. Masalah kecelakaan lalu lintas jalan oleh hukum publik sudah diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 1964. Itu terdapat dalam LN Nomor 138 Tahun 1964, dan penjelasannya dalam TLN Nomor 2721, yang sudah dilaksanakan dengan PP Nomor 18 Tahun 1965 terdapat dalam LN Nomor 29 Tahun 1965. Menteri Pekerjaan Umum tidak perlu resah terhadap ketentuan ini. Sebab, berdasarkan pasal 1 UU tersebut, yang berkewajiban mengganti kerugian adalah menteri lain. Dari segi hukum perdata, peraturan ganti rugi sudah hampir 140 tahun umurnya, yakni termaktub dalam pasal 1367 KUH Perdata. Hendaknya, para korban berdasarkan pasal 15 yo 18 ayat (1) huruf c dari PP tersebut segera mengajukan gugatan ganti rugi yang dimaksudkan dalam pasal 1367 KUH Perdata kepada yang bertanggung jawab atas pengelolaan jalan tol Jakarta-Tangerang, dalam hal ini PT Jasa Marga, BUMN di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. JOEWONO, S.H. Jalan Prof. Supomo, S.H. 52 Jakarta Selatan 12870
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini