Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKIL Mochtar bisa jadi akan menghabiskan sisa usianya di penjara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sepakat dengan jaksa penuntut umum, kesalahan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi itu amat berat dan karena itu harus mendapat hukuman maksimal: penjara seumur hidup. Untuk pertama kalinya pengadilan antikorupsi menjatuhkan hukuman penjara maksimal bagi pejabat hukum pelaku korupsi dan penerima suap.
Sebelumnya, hukuman yang cukup tinggi, 20 tahun penjara, pernah diberikan kepada Urip Tri Gunawan, jaksa penerima suap dari Artalyta Suryani, sehubungan dengan kisruh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Tapi pengadilan ini juga pernah menjatuhkan vonis rendah, 4 tahun penjara, bagi Syarifudin Umar, yang menerima suap berkaitan dengan perkara pailit PT Sky Camping. Padahal jaksa menuntut mantan hakim itu 20 tahun penjara.
Hukuman Akil terasa tepat. Dia terbukti "menduitkan" sengketa pemilihan 10 kepala daerah, dari Lebak di Banten hingga Morotai di Maluku Utara, yang diperkarakan di Mahkamah Konstitusi. Sogokan yang dia terima lebih dari Rp 57 miliar. Tingkah Akil mencoreng sekaligus membenamkan Mahkamah ke dalam lumpur nan pekat. Dalam amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Suwidya, Akil disebut telah meruntuhkan wibawa Mahkamah.
Putusan pengadilan ini patut dipuji. Selain penting untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga hukum, putusan ini merupakan preseden baru dalam upaya memerangi korupsi dan pejabat korup. Kasus ini menjadi contoh betapa Undang-Undang Korupsi, KUHP, dan Undang-Undang Pencucian Uang dapat digunakan bersama-sama secara efektif untuk mendapatkan efek hukum maksimal. Hakim juga tak perlu ragu menjatuhkan vonis maksimal jika dakwaan jaksa terbukti.
Biarlah Akil tetap menyatakan diri tidak bersalah. Dia punya cukup waktu untuk merenungkan perbuatannya di dalam penjara. Harapan khalayak hanyalah semoga vonis ini membuat jera pejabat pelaku korupsi atau yang doyan suap tapi belum tertangkap. Juga bagi segenap pegawai negara, hukuman Akil ini hendaknya menjadi ancaman yang mencegah mereka dari tindak lancung itu.
Cuma satu hal yang kita sayangkan: baik jaksa maupun hakim belum berupaya sungguh-sungguh untuk memiskinkan terpidana. Pengadilan memulangkan sebagian uang dan harta Akil yang disita KPK karena gagal membuktikan harta tersebut hasil korupsi. Nilainya sekitar Rp 11 miliar. Seharusnya hakim meminta Akil melakukan pembuktian terbalik, bahwa hartanya diperoleh secara halal, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 Undang- Undang Pencucian Uang. Kalau dia tak sanggup, pengadilan boleh menyita hartanya untuk negara.
Jaksa juga mesti berusaha keras mencari bukti bahwa harta terdakwa meningkat pesat secara mencurigakan (illicit enrichment). Pembuktian terbalik dalam kasus korupsi pernah berhasil diterapkan dalam kasus Bahasyim Assifie. Selain menjatuhkan vonis penjara 12 tahun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyita untuk negara harta senilai Rp 60,9 miliar dan US$ 681.147 lantaran pegawai pajak itu tak bisa membuktikan asal-usulnya.
Kita berharap, selain menjatuhkan vonis penjara seumur hidup, pengadilan antikorupsi sungguh-sungguh berusaha memiskinkan koruptor. Kedua hukuman tersebut akan membawa pesan yang amat tegas bagi para koruptor: alih-alih menjadi kaya, terlibat korupsi justru akan membuat mereka melarat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo