Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARGA parkir liar hampir setara dengan nyawa bila kita merujuk pada kasus penganiayaan berat atas Yusri, tukang parkir di Lapangan Monas, Jakarta. Cekcok Prajurit Satu (Pratu) Heri, anggota Detasemen Markas Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat, dengan juru parkir itu berbuntut pembakaran tubuh Yusri. Pencetusnya boleh jadi sepele, kekurangan Rp 120 ribu dari "jatah setoran" Rp 150 ribu.
Sejatinya ada ihwal yang jauh dari sepele di belakang tindakan bengis Heri: kekerasan, premanisme, dan maraknya parkir ilegal. Perparkiran di seluruh Jakarta menjadi tanggung jawab Unit Pengelola Teknis (UPT) Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, bukan preman—apalagi tentara. Pasal 5 ayat 2 Perda DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2012 menyatakan pemerintah daerah adalah penyusun regulasi dan badan usaha menjadi penyelenggaranya.
Dengan demikian, UPT wajib memastikan regulasi perparkiran diterapkan di seluruh wilayah Ibu Kota. Dalam kasus Monas, Kepala UPT Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sunardi Sinaga menegaskan unitnya tak perlu menindaklanjuti kasus tersebut karena murni kriminal. Betul bahwa nahas itu tak menimpa petugas parkir binaan UPT. Tapi sikap Sunardi, yang hanya berpegang pada hitam-putih aturan, sama sekali tak mencerminkan semangat pelayanan publik.
Timbangan pemerintah daerah dalam Perda tentang Perparkiran jelas menuliskan tujuan bermaslahat, yakni mewujudkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran bagi pengguna jasa parkir. Daerah Khusus ini punya jumlah kendaraan tertinggi di Indonesia. Dari 104,211 juta unit kendaraan bermotor di seluruh Tanah Air—data Desember 2013—lebih dari 16 juta unit tumplek di Jakarta. Walhasil, muncul banyak titik parkir ilegal yang perlu perhatian serius pemerintah daerah.
Jika dibiarkan, bukan mustahil insiden di Monas dapat terulang. Tindakan Pratu Heri menganiaya tukang parkir Yusri telah diganjar pemecatan. Sanksi administratif ini kita apresiasi, dengan catatan harus segera disusul proses hukum. Perilaku kriminal Heri hendaknya ditangani dengan tuntas dan mendapat hukuman setimpal oleh Odituriat Militer II-08 Jakarta, yang kini sedang menangani kasus ini.
Perparkiran ilegal hanya mungkin hidup dan berkembang bila ada celah pelanggaran. Pemicunya bisa dua: regulasi tak diterapkan atau pelaksanaannya tanpa disertai kontrol yang ketat. Ambil contoh insiden di Monas. Pemda setempat bisa bekerja sama dengan Polisi Pamong Praja untuk membersihkan Ibu Kota dari pelaku parkir ilegal.
Tugas ini sudah pasti tak mudah. Para preman penguasa wilayah parkir ilegal umumnya dibeking tentara atau polisi. Kompensasinya tentu setoran. Pemda Jakarta, melalui UPT Perparkiran, dapat bekerja sama dengan otoritas terkait untuk menghalau "beking berseragam" dari latar perparkiran ilegal. Tugas seorang prajurit TNI adalah melindungi kedaulatan negara dari setiap ancaman dari dalam dan luar negeri, bukan mengatur parkir, apalagi membakar manusia sebangsa setanah air. Perilaku Pratu Heri melenceng amat jauh dari tugas utama seorang anggota TNI.
Bilamana Jakarta berhasil membereskan perparkiran 16 juta lebih kendaraan bermotor, manfaatnya akan menular. Para pemimpin daerah lain dapat menjadikannya contoh sukses pembenahan parkir di wilayah perkotaan yang padat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo