Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Identik dengan berpikir kreatif ?

Alim asyhar meragukan pendapat yang menggambarkan filsafat identik dengan semangat berpikir muslim (tempo 15 maret, agama). kreativitas berpikir adalah ilmu logika sesuai dengan anjuran dalam al quran.(kom)

19 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO 15 Maret, Agama, memuat artikel yang Isinya sekitar ulama NU, kiai, pembicaraan ilmiah, tasawuf, mistik, semangat fatalistis dunia Islam, Ghazali dan filsafat. Di situ digambarkan, di antaranya: filsafat identik dengan semangat berpikir kreatif sehingga menentang filsafat seolah sama dengan mematikan kreativitas dan itu berarti memupuk semangat fatalistis di dunia Islam (Muslim?). Memang, pendapat yang mungkin dominan hingga dewasa ini menyatakan bahwa filsafat adalah penting bagi perkembangan pola berpikir suatu bangsa - terutama yang sedang membangun. Kebenaran ungkapan tersebut, tentu saja, perlu diuji. Izinkanlah saya ikut meragukan kebenarannya, dengan uraian berikut. Tentang apa itu filsafat, belum ada formulasi yang kongkret dan terpadu di antara ahli filsafat, filosof, dan para penulis filsafat, walaupun seolah ada kesepakatan di antara mereka bahwa: a). Berfilsafat itu menggunakan rasio b). Asal muasal filsafat itu dari Yunani pada abad-abad sebelum Masehi c). Obyek yang dominan sebagai cakrawala lapangan filsafat adalah masalah-masalah di balik alam nyata/dunia realita spiritual/alam gaib/alam metafisika/transendan/supernatural d). Filsafat mencari kebenaran, dan kebenaran itu satu. Dalam Quran (sebagai pertimbangan Muslim) tidak ada filsafat, yang ada dan kemudian dimiripkan dengan filsafat ialah hikmah. Oleh sementara penulis Filsafat Islam (seperti Dr. M. al-Bahi, Arifin Abbas Abu Bakar Aceh), sedangkan para mufassir tidak demikian halnya. Yang tampak dinamis dan menggairahkan pola berpikir bukanlah teori-teori hasil berfilsafat yang, kadang-kadang, menggelikan itu (contohnya, dalam apa yang disebut sebagai Filsafat Islam seperti "Teori Emanasi"), melainkan ilmu berpikir/ilmu logika/manthiq. Inilah yang bisa merangsang kreativitas. Pada periode Filsafat Yunani Kuno (asal mula filsafat), orang-orang Yunani itu memang kosong dari wahyu Allah (ruuhun minamrillah). Mereka mencari jawab dan jawab itu memang belum ada dalam diri mereka, dan belum tersedia dalam jangkauan mereka. Mereka mencakrawala alam gaib dengan kebebasan rasio. Mereka tidak bisa sampai kepada kebenaran kecuali hanya sedikit saja. Mereka berfilsafat dan sesudah masa filsafat, mereka tetap memeluk agama berhala yang telah dipeluk sebelumnya - beberapa abad sebelum Masehi. Bagi manusia dewasa ini, sudah tersedia ajaran samawi (kitab suci) yang juga membuka tabir alam gaib. Yang gaib, memang bukan semata jangkauan rasio, maka yang gaib harus diimani. Sangatlah berbeda antara "iman" dan "percaya". Tanpa filsafat-filsafatan, Islam, misalnya, pernah dinamis, kreatif, dan maju. Taruhlah penetrasi Hellenistik/pemikiran Yunani itu terjadi di abad II H - saat pemerintahan Khalifah Al-Mansur - masa diterjemahkannya buku-buku dari Yunani, mula-mula dalam bidang Manthiq dan Ilmu Pasti. Asyik akan buku-buku terjemahan tersebut, kaum Muslimin saat itu mulai tertarik oleh Ilmu Pasti dan, terutama, Manthiq, karena hal itu merupakan pemikiran logis. Mereka selalu merindukan setiap pemikiran Yunani. Sampailah pada pemerintahan Khalifah Al Ma'mun, yakni saat terjadi "ketelanjuran" - tanpa seleksi yang matang ikut diterjemahkan pula Filsafat Ketuhanan. Hati kaum Muslimin saat itu sudah terpaut dengan pemikiran Yunani, sehingga semua yang datang dari Yunani dipukul rata bernilai sama dengan Manthiq-nya Aristoteles-juga Ilmu Pasti. Hemat saya, untuk saat ini cukuplah kita berusaha memahami ayat-ayat Tuhan, yakni kitab suci dan alam semesta ciptaan-Nya. Yang di balik alam semesta kita cerna melalui pemahaman petunjuk kitab suci atau kita imani. Sebab, kemampuan rasio untuk hal itu sangatlah terbatas. Kesempatan untuk rekonstruksi praktek para filosof Yunani dalam mencari hakikat kebenaran hanya dimiliki mereka yang mencarinya dan belum mempunyainya. Sebab, nilai suatu perbuatan bukan hanya ditentukan oleh hakikat perbuatan itu sendiri, melainkan juga ditentukan oleh faktor keadaan dan latar belakang subyek. Target untuk mencapai pemahaman Quran (bagi umat Islam, misalnya) sudah merupakan usaha berat dalam sejarah kurun waktu mana pun (kecuali mungkin di masa sahabat - di saat umat Islam masih sedikit - di bawah bimbingan langsung Nabi Muhammad saw.). Di pihak lain kompleksitas filsafat sangatlah menyita perhatian dari generasi ke generasi berikutnya. Kadang malah menyebabkan suatu pemikiran lupa diri, misalnya aliran rasionalisme yang berpendapat bahwa akal manusia tidak mengenal batas, tidak ada persoalan yang tidak dapat diselidiki oleh akal . Quran memang menghasung manusia untuk berpikir dan menganalisa. Berpuluh-puluh ayat Quran menegur potensi akal ini. Hanya ada sekitar 250 ayat Quran yang syarihah (tegas - Red.) tentang masalah hukum sementara itu ada + 750 ayat tentang alam semesta (ayat kauniyah). Batas dari suatu kemampuan seharusnya berakhir pada penyerahan. Memforsir pikiran pada hal-hal yang harus diimani dan tidak mau berpikir pada hal-hal yang rasional adalah tipe penyalahgunaan akal. Sedangkan beriman pada lapangan akal adalah pertanda kebodohan dan fanatisme dan tidak mau beriman pada hal-hal yang harus diimani adalah ingkar. Tidak seharusnya manusia berusaha mengangkat bukit atau menggenggam air dengan jari-jemari tangannya. Semoga tidak terlalu banyak kesalahan yang telah saya perbuat. Wallaahu a'lam. ALIM ASYHAR d/a Kantor Pengadilan Agama Tanjung Selor, Kalimantan Timur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus