Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Intervensi Ali Masykur Musa

Ditipu Bendahara Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, seorang pengusaha melapor ke polisi. Indikasi keterlibatan anggota BPK mesti diusut.

11 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada pentingnya anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Ali Masykur Musa, "beranjangsana" ke kantor polisi. Menanyakan kasus yang membelit rekan seorganisasi, kehadiran Ali justru memantik curiga: jangan-jangan ia sedang berupaya membekap kasus penting.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) itu diketahui bertemu dengan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman. Pertemuan dengan Putut terjadi beberapa saat setelah polisi menangkap Bendahara ISNU Ferry Setiawan. Ali Masykur membantah bertemu dengan Kepala Polda. Adapun Sekretaris Jenderal ISNU Muhammad Kholid Syeirazi membenarkannya.

Ferry Setiawan ditangkap polisi pada 18 Oktober lalu sepulang dari Singapura. Pengusaha yang juga "tangan kanan" Ali Masykur itu dicokok atas pengaduan Apriyadi Malik, pengusaha iklan. Apriyadi mengaku ditipu Ferry dalam bisnis pengadaan batu bara untuk PT PLN Batubara—anak usaha PLN. Ferry menjanjikan keuntungan Rp 12 ribu per metrik ton emas hitam yang dikapalkan untuk PT PLN Batubara. Untuk bisnis itu, Apriyadi menyetorkan Rp 25 miliar kepada Ferry. Belakangan diketahui keuntungan yang dijanjikan tak pernah ada.

Dari pemeriksaan terungkap uang Apriyadi mengalir ke mana-mana, termasuk ke Ali Masykur. Ali menyangkal tudingan itu. Polisi tengah menelisik siapa saja yang terlibat.

Tak sepantasnya Ali mendatangi petinggi kepolisian untuk menanyakan perkara yang membelit Ferry. Ali merupakan pejabat negara yang sepatutnya pandai menjaga independensi. Sebagai anggota BPK, yang tugas utamanya mengaudit kinerja penyelenggara negara—termasuk polisi—kedatangan Ali bisa ditafsirkan sebagai intervensi. Dalam hal ini jelas terlihat bahwa Ali tak berusaha menjaga marwah organisasi.

Fenomena Ali menunjukkan ada yang salah dalam sistem rekrutmen di BPK. Mengizinkan politikus masuk badan itu sama artinya dengan memberi tempat kepada orang yang berpotensi punya banyak kepentingan di organisasi vital. Sebelum menjadi anggota BPK, Ali Masykur adalah politikus Partai Kebangkitan Bangsa. Ali kini peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat.

Tampaknya, perlu dipikirkan untuk memberi masa tenggang, katakanlah lima tahun, kepada politikus partai yang ingin masuk BPK. Setelah periode itu, diharapkan sang kandidat sudah bersih dari pelbagai kepentingan politik. Aturan rekrutmen BPK perlu diperbaiki. BPK tak perlu menunggu skandal hukum membelit anggotanya—seperti dalam kasus tangkap tangan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar—baru berbenah diri.

Polisi tak boleh gentar mengusut kasus penipuan ini. Aliran dana dari Ferry harus ditelusuri. Jika uang terbukti mengalir ke Ali Masykur, bekas anggota DPR itu bisa dituding terlibat penipuan atau setidaknya dikenai pasal pencucian uang. BPK harus memberhentikan Ali agar kinerja Badan tidak terganggu.

Pejabat PLN harus pula diperiksa. Penunjukan Ferry sebagai pemasok batu bara—meski menurut sejumlah saksi ia tak memiliki izin usaha pertambangan—adalah pelanggaran aturan yang mesti dihukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus