Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Islam Jama'ah: untuk Kemal Taruc

Islam jamaah mengajarkan ketertutupan, ekskhusifisme, fanatisme buta, mengkafirkan orang yang tidak sepaham. pengikutnya di tantang untuk berdiskusi.(kom)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAYA terus terang tak tahu persis keterlibatan Saudara Kemal sebagai anggota Islam Jama'ah. Yang saya tahu betul, saya dan Saudara Kemal sering sama-sama shalat di Masjid Salman. Ummat Islam diajarkan hidup bertoleransi. Namun tidak dengan kemungkaran. Saya fikir tindakan masyarakat Kemayoran terhadap masjid Benyamin adalah refleksi rasa persaudaraan di antara sesama Muslim. Islam merangsang ummat berfikir kreatif. Banyak ayat-ayat menganjurkan -- cobalah baca Surat Ali Imran ayat 190 sampai 200. Namun penafsiran kalangan Islam Jama'ah tidak memberi peluang apalagi merangsang berfikir kreatif dan dinamis dalam mengetahui, mengerti, memahami, menghayati serta mengamalkan ajaran Islam. Islam Jama'ah mengajarkan ketertutupan, eksklusifisme, fanatisme buta, menxkafirkan orang yang tidak sefaham. Siapa sih yang tidak toleran? Bung Kemal. Sama sekali kita tidak boleh kejam terhadap saudara sesama Muslim. Apakah toleransi dituntut yang akhirnya hanya menjerumuskan saudara kita sendiri? Apa Bung Kemal akan membiarkan saudaranya terjerumus ke jurang dalam padahal Bung Kemal tahu betul? Lantaran hanya beralasan toleransi? Inilah kadang-kadang kita salah memahami arti sesungguhnya toleransi. Apakah toleransi akan diberikan pada orang yang tidak punya toleransi? Apakah Islam Jama'ah dapat dianggap cukup toleran? Saya terus terang menyesali sekiranya Bung Kemal benar-benar ikut Islam Jama'ah. Sayang dong kesempatan yang diberikan Doddy Tisnaamidjaja untuk nongkrong di kampus Ganesha beberapa tahun untuk mengasah otak jadi intelektuil, lalu mandeg malah mundur gara-gara ikut Islam Jama'ah. Benar Iho. Ayo dong kita diskusi. NADIR ABBAS KAMIL Jl. Titiran 86, Bandung. Saudara Kemal menulis: "Gereja dan vihara aman berdampingan dengan mesjid, tapi mesjid justru harus disegel kalau berdekatan dengan mesjid lain . . . " "Islam memberi toleransi kepada agama lain, tapi lebih kejamkah ia kepada sesama Islam?" Kalau saudara buka-buka Al-Qur'an, di situ akan ditemukan ayat-ayat yang menceritakan bagaimana Nabi menghancurkan sebuah mesjid --karena mesjid itu tempat orang munafik berkumpul untuk merusak agama Islam. YASMINA H.A. Mhs Dept Matematika ITB, Jln. Ganeca 10, Bandung. Bung Kemal. Saya agak heran logika yang anda gunakan. Misalnya, artis berda'wah diributkan sedang barang konsumsi diiklan-masalkan didiamkan. Anda mengemukakan perbandingan yang tidak ada relevansinya samasekali. Dan anda menggeneralisir secara berlebihan. Siapa bilang TEMPO dan lain-lain meributkan artis yang berda'wah, atau siapapun yang berda'wah? Ivo Nilakrisna atau Fenty Effendi yang berda'wah pun ok-ok saja. Yang dipersoalkan 'kan menda'wahkan apa. Itunya dulu dong yang kita bahas-- tanpa mendramatisir "lebih baik dari ke disko atau buka paha." Anda pun tahu, bukan sekali-dua orang membicarakan iklan yang berlebihan di media masa--tanpa mengaitkan dengan Islam Jama'ah dsb-nya. Lebih lagi anda menyebarkan "logika" yang tidak kurang anehnya. Gereja, vihara di samping mesjid, didiamkan--sedang mesjid di samping mesjid disegel. Ya jelas dong: gereja untuk yang tidak ke mesjid atau ke vihara, vihara untuk yang tidak ke mesjid dan gereja. Lah, kalau mesjid di sampingnya ada mesjid lagi, apalagi kalau mesjid belakangan itu bentuknya saja yang seperti mesjid sedang yang disampaikan menyimpang samasekali dari kaidah mesjid, apalagi kalau melulu memusuhi mesjid yang terdahulu . . . Ya lucu dong. Saya sungguh mati tidak berani mengungkapkan pendapat saya tentang anda dan Islam Jama'ah. Tetapi kalau kita sepakat berfikir di atas logika, ayo! SARTONO MUKADIS Jl. Bangka 4/2, Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus