BERKENAAN dengan larangan kontes burung berkicau, serta
keterangan Pak Emil Salim di Surabaya baru-baru ini, saya
sebagai seorang penggemar burung berkicau sangat menyambut baik.
Usaha Pak Emil berhasil, dengan gagalnya beberapa kontes burung
berkicau yang siap "manggung" di beberapa daerah. Memang betul,
larangan tersebut ada relevansinya dengan usaha pelestarian alam
dan lingkungan hidup.
Tetapi pelarangan tok, menurut hemat saya masih sangat kurang
tepat. Prosesnya untuk mencapai sasaran yang dimaksud akan
terasa berlarut-larut. Sebab (silakan Pak Emil lihat sendiri)
berkeranjang ratusan bahkan ribuan burung jenis cucakrawa, murai
batu, kutilang, jalak putih, suren, jalak hitam (kerak), burung
bondol, manyar, gelatik, pipit, perkutut, hampir sctiap hari
membanjiri pasar burung di Jalan Pramuka dan wilayah Jakarta
lainnya (baru Jakarta saja). Bahkan konon jenis cucakrawa dan
murai batu datang scbagai impor dari luar negeri (Singapura?),
padahal burung-burung tersebut ditangkap di Sumatera. Semacam
selundupanlah (wah!).
Justru sumber-sumber dan usaha-usaha penangkapannya yang harus
mendapat sasaran pelarangan yang intensif dan tanpa kenal
kompromi. Burung yang sudah terkumpul di pasar-pasar burung
tegasnya harus dikembalikan ke hutan asalnya atau ke daerah baru
(suaka alam) Percuma saja kontes dilarang, tetapi
penangkapan/perburuan terus merajalela.
Saya sangat khawatir, bila tidak ada usaha
penyetopan/pelarangan, beberapa tahun lagl burung-burung
tersebut pasti musnah. Kontes burung berkicau yang diiinkan Pak
Emil hanya burung dari hasil peternakan sendiri, juga belum
menjamin usaha pelestarian. Kami orang awam masih bingung
mencerna ide tersebut.
Last but not least dalam hubungan ini, PT Wonder Kroto Voer yang
mensponsori kontes burung berkicau di Jakarta yang dilarang Pak
Emil/Gubernur DKI, uang para kontestan sebesar Rp 5.000 hingga
saat ini belum dikembalikan kepada para pendaftar. Agen-agen
pendaftar di Pasar Burung Pramuka "angkat bahu" saja bila
diminta uang kembali. Bagaimana ini? Jangan begitu dong. Juga,
Pak Emil, kontes burung perkutut juga seyogyanya dilarang. Di
daerah saya, Tasikmalaya, perkutut, tekukur, bangsa balam dan
berkicau sudah sulit sekali ditemukan.
Juga, Tuhan menciptakan jengkerik, belalang, semut dan
sebagainya pasti ada kegunaannya bagi kehidupan. Tapi kini
mereka diburu siang dan malam untuk makanan burung.
Jangan-jangan ada hubungannya dengan hama yang makin merajalela.
HENDY HIDAYAT
Jl. Penggalang 14/15, Pramuka,
Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini