Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Istilah

7 Desember 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tampaknya, putusan "bebas murni" atau "tidak murni" masih jadi polemik bagi perkembangan ilmu hukum. Kali ini, sengaja atau tidak, TEMPO-lah yang memulainya (TEMPO, 23 November 1991, Hukum). Padahal, sebelumnya, sejak KUHAP masih dalam bentuk RUU, para ahli hukum di negara ini sepakat menolak istilah pembebasan dari tuduhan dan istilah yang lahir darinya, yakni "pembebasan murni" dan "tidak murni". KUHAP hanya mengenal istilah "bebas" tanpa kualifikasi murni atau tidak murni. Ada kemungkinan tiga alasan terhadap penggunaan istilah "bebas murni" tersebut. Pertama, TEMPO tidak tahu masalah kesepakatan terhadap istilah itu. Itu berarti bahwa TEMPO khilaf. Kedua, TEMPO tahu dan sengaja mencantumkannya dengan alasan terdakwa dibebaskan karena tidak ada bukti-bukti tertulis. Dari 16 orang saksi yang diajukan, hanya satu orang yang memberatkan terdakwa, yaitu Machmud. Karena ketidakadaan bukti dan tidak terpenuhinya saksi minimum dua orang, terdakwa harus diputus bebas. Yang demikian itu termasuk dalam putusan bebas murni. Tapi itu dulu. Kini sudah ada KUHAP yang dalam pasal 191 ayat (1)-nya menegaskan: "Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas". Itu berarti, hanya ada istilah bebas tanpa embel-embel. Lain halnya jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan terdakwa terbukti, tapi perbuatan itu bukan suatu tindak pidana. Maka, terdakwa harus diputus lepas dari segala tuntutan hukum, yaitu berdasarkan pasal 191 ayat (2) KUHAP. Kemungkinan ketiga, TEMPO hanya mengutip istilah itu dari salinan putusan hakim atau tuntutan jaksa. Hal itu berkaitan erat dengan upaya hukum yang akan dilakukan oleh berapa pihak. Sebab, terhadap putusan bebas tidak ada banding, tapi langsung kasasi. Berdasarkan penafsiran autentik dan historis, putusan bebas pasal 191 ayat (1) sama dengan bebas yang dimaksud pasal 67 KUHAP. Karena itu, mungkin saja istilah itu disengaja untuk menghindarkan upaya banding bagi hakim atau untuk menggunakan upaya hukum tingkat kedua itu oleh jaksa. Atau, karena kelalaian? Uraian ini bisa saja salah. Tapi yang jelas, istilah "bebas murni" telah bergulir kembali. Ini perlu penjelasan dari kalangan yang berwenang sehingga kesepakatan itu bukan hanya milik segelintir orang saja, tapi milik kita semua. Bagaimana, TEMPO? BAKTI SIAHAAN Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala Banda Aceh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus