Berapa minggu lalu, di berbagai media Ibu Kota (TEMPO, 9 November 1991, Media) diberitakan pemukulan dua orang wartawan Editor oleh beberapa oknum ABRI. Peristiwa itu sangat disesalkan dan mestinya tak perlu terjadi. Soalnya, kalau kita lihat dari kaca mata hukum, peristiwa itu sangat riskan, dan sikap oknum tersebut tidak mencerminkan atau mematuhi asas hukum "Manunggal ABRI dan Rakyat". Apalagi, tindakan itu disertai dengan merampas kamera kaset, dan tape recorder milik wartawan yang lagi apes tersebut. Pada hemat saya, ada beberapa ketentuan yang mengatur, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari peristiwa ini, antara lain: 1. Kalau kita tinjau dari hukum perdata, misalnya pasal 1365, (BW) yang menyebutkan, "Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan kepada orang yang menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut". Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu berlaku untuk semua warga negara Indonesia tanpa kecuali, termasuk oknum ABRI. 2. Bila dilihat dari kaca mata hukum pidana, peristiwa itu bisa diklasifikasikan ada hubungannya dengan pasal 351 ayat (1) KUHP tentang "Penganiayaan". 3. Ada surat edaran Mahkamah Agung Rl No. 15 Tahun 1983, tentang wewenang pengadilan negeri untuk melaksanakan sidang peradilan terhadap seorang yang berstatus militer. Kalau kita telaah surat edaran Mahkamah Agung itu, seorang militer yang melakukan penangkapan atau penahanan secara tidak sah dapat dituntut lewat sidang praperadilan yang dilaksanakan oleh pengadilan negeri. Terakhir, di sinilah pentingnya penyuluhan dan kesadaran hukum digalakkan sehingga peristiwa seperti itu tak terulang. ALAMSYAH HANAFIAH, S.H. Advokat Pengacara Jalan Dr. Susilo ll/89 Jakarta Barat 11450
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini