Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cari Angin

Tambang Ormas

Kenapa tidak menyempitkan kebijakan itu? Sebut saja memberi izin tambang kepada PBNU tanpa embel-embel ormas keagamaan.

9 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah sebaiknya lebih terbuka memberi penjelasan apa latar belakang pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan. Apakah semua ormas keagamaan ini mendapat karpet merah untuk izin pertambangan tanpa lelang itu? Tidak adakah cara lain jika bermaksud membantu dana buat ormas keagamaan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ini penting agar tidak menimbulkan berbagai dugaan. Ada banyak kebijakan yang sudah terang benderang bagaimana pemerintah seolah-olah membuat keputusan yang adil berlaku umum untuk kepentingan orang banyak. Padahal kenyataannya hanya untuk maksud yang lebih sempit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam bidang politik, misalnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan perubahan pasal dalam undang-undang pemilu soal usia calon presiden dan wakil presiden. Pasal yang awalnya mengatur usia minimal 40 tahun itu ditambahkan frasa berpengalaman atau sedang menjabat kepala daerah. Pemerintah lalu cawe-cawe bahwa keputusan ini untuk memperbanyak tampilnya pemimpin usia muda. Padahal hanya untuk memuluskan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Gibran adalah putra Presiden Joko Widodo.

Begitu pula Mahkamah Agung mengubah peraturan yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum soal batas usia calon gubernur dan wakilnya. Usia minimal 30 tahun pada saat pendaftaran diubah menjadi 30 tahun pada saat pelantikan. Lagi-lagi pemerintah menyebutkan supaya anak muda lebih banyak ditampilkan. Sebenarnya untuk siapa putusan MA ini? Ya untuk Kaesang Pangarep supaya bisa menjadi calon gubernur atau wakilnya, entah di mana. Kaesang juga putra Jokowi.

Di luar bidang politik, satu contoh adalah soal Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Tapera yang semula wajib untuk ASN kini wajib untuk seluruh pekerja swasta, termasuk pekerja mandiri. Alasannya untuk memudahkan seluruh pekerja mendapatkan fasilitas kredit rumah. Sesuatu yang mustahil dilihat dari besarnya tabungan dan harga rumah. Tapi sulit tak menduga pemerintah perlu menarik uang dari rakyat sebanyak-banyaknya di tengah defisit anggaran.

Kasus lain masih bisa ditambah. Termasuk izin tambang untuk ormas keagamaan ini. Benarkah untuk semua ormas keagamaan? Dalam hitungan hari sudah mulai terkuak. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia langsung menyebutkan tidak lama lagi akan teken izin untuk PBNU. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya hanya menyebutkan, “Dibandingkan membuat proposal setiap hari.”

Ormas keagamaan Islam lain, seperti Muhammadiyah, cenderung menolak. Begitu pula ormas keagamaan di luar Islam. Cuma, penolakan itu memakai “bahasa agama” yang santun. Masih dipertimbangkan atau jangan tergesa-gesa. Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom menyebutkan kebijakan ini merupakan bentuk apresiasi yang diberikan Jokowi, “Tapi harus dijaga agar ormas keagamaan tidak terkooptasi oleh mekanisme pasar."

Begitu pula Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Menurut Sekjen PHDI Pusat I Ketut Budiasa, “Ini soal sensitif karena ada faktor lingkungan.” Sedangkan ormas Hindu di luar PHDI cenderung menolak dengan tegas karena usaha tambang itu bertentangan dengan ajaran Tri Hita Karana, yang salah satunya menyiratkan keharmonisan alam. Adapun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) jelas-jelas menyebutkan tidak berminat. KWI memilih untuk tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan seraya mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermartabat ketimbang menguasai tambang.

Intinya, ormas keagamaan, selain NU, menolak izin tambang. Kenapa tidak menyempitkan kebijakan itu? Sebut saja memberi izin tambang kepada PBNU tanpa embel-embel ormas keagamaan. Atau dipersempit lagi memberi izin tambang kepada badan usaha yang dikelola oleh PBNU. Jangan libatkan ormas keagamaan lain yang tak punya kegiatan berorientasi bisnis dengan dalih keadilan. Mereka membuat sekolah, rumah sakit, panti asuhan, semata-mata dalam kaitan dengan pelayanan umat. Memang agak aneh agama dikaitkan dengan tambang, usaha yang lebih banyak merusak alam dan rentan konflik dengan masyarakat lokal.

Bayangkan kalau ada benturan, agama yang dibawa-bawa.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Putu Setia

Putu Setia

Penulis tinggal di Bali. Mantan wartawan Tempo yang menjadi pendeta Hindu dengan nama Mpu Jaya Prema

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus