Masalah jalan tol Padalarang-Cileunyi dan Prof. Sediatmo (TEMPO, 2 November 1991, llmu & Teknologi) sangat baik diamati. Namun, lebih baik tidak mencari siapa yang bersalah, tetapi bagaimana usaha perbaikannya. Informasi yang saya peroleh bahwa pembangunan kedua ruas jalan tol tersebut mempunyai kemiripan persoalan, yaitu: a. Dibangun di atas tanah lembek yang cukup tebal dan sangat kompresif. b. Jangka waktu pelaksanaan keduanya, sebagaimana layaknya, ditetapkan berdasarkan justifikasi engineering economic. Tapi kelaziman ini mempunyai urutan prioritas yang lebih rendah dari kepentingan langsung yang menyangkut martabat bangsa, yaitu ditetapkannya tanggal pengoperasian Bandar Udara Soekarno-Hatta dan persyaratan administratif dana bantuan luar negeri bagi jalan tol Padalarang-Cileunyi. c. Waktu konsolidasi untuk mencapai derajat konsolidasi sekunder, biasanya, merupakan masukan utama dalam penetapan waktu pelaksanaan. Namun keperluan tersebut dalam butir 2 b lebih dominan. Dengan demikian, apa yang diuraikan pejabat, ahli dan guru besar dalam pemberitaan TEMPO -tentang penurunan permukaan jalan akibat konsolidasi lapisan tanah -memang benar. Namun, kedua jalan tol berfungsi sesuai dengan rencana. 3. Sehubungan dengan informasi butir 2 di atas, sungguh tepat dan patut dipuji bila para pakar di Ditjen Bina Marga, Balitbang Teknik Jalan, PT Jasa Marga, dan para pendahulunya telah memilih solusi terbaik yang dapat dilaksanakan dengan risiko minimal tapi masih dalam ambang batas, sedangkan hasilnya optimal, seperti: a. Jalan tol Prof. Sediatmo dibangun dengan menggunakan perkerasan beton cakar ayam di atas timbunan tanah laterit. Di atas lapisan lembek yang tebalnya lebih dari delapan meter itu digelar geotextile dan lapisan coral sand. Penurunan badan jalan akibat konsolidasi praktis uniform, kecuali timbunan penyambung tembok kepala jembatan. b. Jalan tol Padalarang-Cileunyi seksi Timur, yang dibangun di atas lake bed Bandung, didahului dengan trial embankment full scale sebagai dasar menetapkan bentuk konstruksi yang akan datang. Untuk mempercepat proses konsolidasi, stone column atau paper drain telah dipasang. 4. Jika tersedia cukup dana ekstra untuk pengadaan peralatan pengamatan proses konsolidasi pascakonstruksi, antara lain, settlement plate, pore pressure device, umpan balik yang dikumpulkan dari pengamatan tersebut dapat membantu para ahli melakukan penanggulangan secara dini. Pengamatan seperti ini sering dilakukan di negara yang membuat bangunan di atas lapisan tanah lembek seperti Belanda. 5. Untuk mengatasinya perlu ada penanggulangan jangka pendek dengan sasaran terjaganya kerataan permukaan agar kenikmatan dan keselamatan si pemakai jalan terjamin. Sedangkan penanganan jangka panjang berupa aplikasi teori dan pelaksanaan praktis guna mencapai sasaran, antara lain, dilaksanakan secara bertahap dan merupakan bagan integral dari pemecahan permanen yang dilaksanakan tanpa mengganggu pemakai jalan tol secara serius. Untuk itu, diperlukan kerja sama antar-pakar dari instansi terkait, termasuk perguruan tinggi yang mendukung iptek. ANTONIUS BUDIARTO RT 001-RW 01 Kelurahan Rawamangun Jakarta Timur 13220
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini